Cerita yang Tak Diperuntukkan | 1

949 14 0
                                    

#Part 1

Perempuan yang duduk di dekat jendela itu memejamkan mata, sembari tangan kanan nya bergerak meremas kuat secarik kertas yang berada dalam genggaman nya itu. Seakan menyalurkan seluruh apa yang hatinya rasakan.

Selayaknya pemeran utama dalam karangan yang tak akan pernah bisa mengalahkan kuasanya si pengarang,

Aku dan kamu juga pasti akan kalah,

Pada takdir-Nya yang tak pantas disalahkan.

Kepalanya mendongak ke atas, dengan masih setia memejamkan mata. Pikiran nya tiba-tiba seolah melayang ke belakang, mengajak nya berkelana kembali ke masa lalu. Dimana semua yang terjadi pada hari itu, benar-benar sungguh ia ingin lupakan.

Flashback on:

"Kenapa gak bilang?" Suara perempuan itu terdengar bergetar. Seperti dirinya yangsekarang sedang benar-benar dalam keadaan rapuh.

"Ra..."

Perempuan itu, Nara namanya, menundukkan kepala nya. Enggan melihat si lawan bicara. "Kenapa aku harus tahu sekarang, kak?"

"Masalah kayak gini kamu sembunyikan, kak. Apa aku gak ada artinya di mata kamu?" Lagi. Nara mengeluarkan apa yang menjadi suara hati nya dengan lantang. Tepat di hadapan laki-laki itu.

Laki-laki itu menggeleng, menyanggah ucapan Nara. "Bukan itu maksud aku... Coba kamu pahami dari sisi aku, aku yakin, kamu pun pasti akan berbuat hal yang sama seperti yang aku lakukan sekarang."

Entah bagaimana cara masuk nya, namun tiba-tiba saja tubuhnya terasa seperti tersengat aliran listrik, tatkala dirinya mendengarkan penuturan itu.

Mendadak ia terdiam. Meresapi ucapan yang laki-laki itu katakan.

Laki-laki itu benar. Tidak akan pernah ada pasangan yang akan memberi tahu bahwa dirinya sakit. Tidak akan pernah ada pasangan yang akan mengakui bahwa tubuhnya menderita.

Demi sang kekasih tercinta yang tak ingin dia buat khawatir.

Hingga tanpa disadari, keterdiaman Nara dalam lamunannya membuahkan setetes air mata yang semakin lama semakin deras. Membuat si laki-laki yang menjadi lawan bicara nya langsung maju dan mendekap tubuh yang menurutnya tengah rapuh itu. Sambil berusaha menyembunyikan luka yang baru di dapat nya dengan pelukan hangat milik nya.

Laki-laki itu bergumam pelan berkali-kali. "Maafin aku, Ra... Maaf..."

Nara mengabaikan kalimat itu. Dirinya lebih memilih untuk tenggelam dengan terus menangis sesenggukan. Kenyataan yang baru saja ia dapati terlalu menyakitkan.

"Kak..."

Laki-laki itu tidak membalas. Hanya semakin mengeratkan pelukan nya.

"Kenapa harus sesakit ini? A-a-ak-aku..."

"Kamu terkejut? Aku tahu. Hal ini yang jadi alasan kenapa aku harus menyembunyikan nya dari kamu, Sayang."

Selama beberapa menit, keduanya saling berpelukan. Berusaha mengeluarkan apa yang menjadi beban dalam hatinya, baik dari pelukan maupun tangisan.

Kemudian saat dirasa sudah cukup, Nara bergerak melepas pelukan itu. Walau sebenarnya ia masih ingin menangis lebih lama dalam pelukan hangat laki-laki itu.

"Sejak kapan?" Akhirnya pertanyaan itu terucap setelah sekian lama tertahan di tenggorokan.

Awalnya ia ingin tetap diam, enggan memberi tahu. Tetapi Ketika melihat kedua bola mata Nara yang menuntut penjelasan, akhirnya ia mengalah. "Sudah lama. Bahkan sejak awal,"

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang