Secarik kertas putih yang usang tengah sibuk berbaring di pinggiran meja kayu. Menatap sembari menikmati pemandangan langit-langit atap rumah yang sudah ia tinggali beberapa bulan belakangan. Namun secara tiba-tiba, ia tak sengaja mendengar bunyi-bunyi ricuh dari arah samping. Spontan, Secarik Kertas Putih itu menoleh dan terkejut ketika mendapati bahwa Sebatang Pensil sedang berada diseberang sana.
Berinisiatif berani, Secarik Kertas Putih yang usang itu lalu berjalan terseok-seok mendekati Sebatang Pensil yang kini berada jauh di depan langkah nya sekarang. Tanpa ragu ia terus melangkah maju. Menghampiri Sebatang Pensil yang terbaring juga sendirian sepertinya tadi.
"Kamu kenapa?" Tanya Secarik Kertas Putih begitu sampai disamping Sebatang Pensil. Kemudian ia segera ikut bergabung bersama Sebatang Pensil itu. Membaringkan tubuh nya kembali.
Sebatang Pensil menoleh sekilas. Sebelum pandangan nya kembali ke atas. "Aku lelah,"
"Memang nya kamu kenapa?" Tanya Secarik Kertas Putih lagi.
"Rasanya seperti ini ya. Diasingkan." Ucap nya sembari menghela napas berat.
Belum juga Secarik Kertas Putih itu mengeluarkan suaranya untuk membalas, Sebatang Pensil sudah lebih dulu menjawab pertanyaan ke tiga nya.
"Oleh Pemilik ku."
Secarik Kertas Putih itu pun langsung mengangguk paham. Sepertinya, ia terlalu paham untuk sebuah masalah sejenis dengan yang Sebatang Pensil rasakan saat ini. "Begitulah. Tidak hanya kamu, aku pun begitu.". Terjadi jeda sejenak sebelum Secarik Kertas Putih itu kembali melanjutkan ucapan nya, "Berada disini dan mengusang sendirian, sedangkan teman-teman ku masih bersama-sama dengan warna putih bersih nya. Siapa yang paling terlihat menyakitkan antara aku dan kamu?"
Mendengar jawaban Secarik Kertas Putih yang terdengar lirih, Sebatang Pensil pun mengalihkan tatapan nya ke Secarik Kertas. Bisa ia lihat, kalau Secarik Kertas itu tampak begitu tegar.
"Mau ku bantu, Pensil?" Tawar Secarik Kertas Putih begitu ia sadar apa tujuan nya kesini.
Sebatang Pensil yang sedari tadi tidak sadar bahwa ia menatap Secarik Kertas lamat-lamat itu terkejut. Terlebih lagi ketika ia melihat bahwa Secarik Kertas sudah menatapnya balilk. "Ap-ap-apa?"
Secarik Kertas tersenyum sebentar. Lalu berkata, "Dengan ujung kaki hitam mu, coret aku. Sepuas kamu. Keluarkan apa yang kamu pendam dalam coretan itu. Aku, Si Kertas Putih akan menyambut keluh kesah mu dengan senang hati."
Sempat Sebatang Pensil Berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk menyutujui. Tidak sabar, Secarik Kertas itu pun langsung menyuruh Sebatang Pensil naik ke atas nya dan mulai mencoret-coret permukaan tubuh usang millik nya. Ia biarkan Sebatang Pensil rapuh itu bebas bergerak sembari mengeluarkan bulir-bulir kecil tangis nya.
Ia lihat sekilas, kira-kira beginilah isi coretan Sebatang Pensil:
Sama seperti mu yang memiliki perasaan.
Aku Sebatang Pensil yang dianggap benda mati pun juga memiliki hal itu.
Asal kamu tahu, Sang Pemilik ku.
Aku tidak suka dibandingkan.
Aku enggan digantikan.
Dan aku, tidak mau tersisihkan.
Coba buka mata mu lagi, Sang Pemilik ku.
Sudikah bila kamu seperti aku yang terbuang begini?Dari sanalah Secarik Kertas tahu. Bahwa Sebatang Pensil itu juga sama sakit seperti dirinya. Dalam diam, dengan tubuh yang masih dicoret-coret Sebatang Pensil, Secarik kertas memejamkan mata. Menggantung harapan milik Sebatang Pensil pada sebuah permohonan.
Dari Secarik Kertas untuk sebuah permohonan.
"Yang tertulis di aku,
Semoga dibaca dirimu.
Meski waktunya telat sekali.
Tidak apa, tidak masalah.
Bukankah itu lebih baik?
Daripada tidak sama sekali."***
-The End-
Welcome to:
story about stationers series
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
Historia CortaCerita cinta yang ada di semesta ini akan selalu menjadi kisah yang ditunggu oleh banyak insan. Karena cerita cinta yang ada adalah selayaknya persembahan manis semesta untuk kisah-kisah yang tercipta dalam kehidupan ini. Dan inilah kumpulan cerita...