Pekatnya warna hitam yang seakan tumpah meruah mulai menguasai langit senja. Perlahan tapi pasti, pekat hitam itu mulai menutupi hampir seluruh permukaan bumi di sekitaran sini.
Aku mengadahkan kepala untuk menatap nya. Sampai hitam nya langit diatas sudah berkuasa sempurna. Sekarang, pekatnya warna hitam itu bukan main, meski sudah dirusuhi dengan banyaknya penerangan dari sini. Seperti enggan mengalah. Atau... keras kepala?
Setelah memandang lama, karena sudah bosan, aku menurunkan pandangan ku. Kembali ke tempat semula. Dan dengan cepat mataku mulai menyapu seluruh tempat yang ada di depan ku. Mencari keberadaan sosok laki-laki yang sudah ku tunggu sedari tadi.
Kenapa lama sekali? Batinku mengeluh.
Aku memang bukan tipikal perempuan yang mau menunggu terlalu lama. Oleh karena itulah, aku memutuskan untuk bangkit dari bangku taman itu. Dan berkeliling sebentar untuk mencari udara segar.
Namun tiba-tiba saja, tepukan pelan yang masih bisa memberikan rasa keterkejutan dalam diriku berhasil membuat ku mengumpat pelan. Sebelum menoleh untuk memarahi tingkah menyebalkan orang itu.
"Udah aku duga. Kamu pasti gak betah,"
Aku mendengus malas. Sudah dari awal, aku tahu pelakunya siapa. "Kamu lama banget. Ngapain aja, sih?" Omel ku sembari merebut segelas Chocolate Ice Cream Sundae di tangan nya. Jangan bingung, itu pesanan ku.
Ia terkekeh geli. "Kalau kamu lupa, disini masih budaya antre," Ucapnya sembari menggerakkan tangan nya mengambil selembar kertas tisu dari dalam saku celana dan memberikan nya padaku.
Dengan gerakan cepat aku pun mengambil selembar kertas tisu tersebut. Lalu, melilitkan nya di gelas yang ku pegang. "Makasih,"
Dia mengangguk dan setelah itu mendadak sebelah tangan nya naik ke atas pundak untuk merangkul ku. "Mau lihat pemandangan di atas kan tadi katanya?"
"Iya," Balasku sambil tersenyum senang. Memang ini yang aku tunggu. Melihat pemandangan macet kota dari atas jembatan yang dihiasi lampu-lampu menarik.
"Yaudah, ayo!" Dia pun mendadak ikut bersemangat. Entah menular dari ku atau tidak. Dengan cepat tubuhku dibawa olehnya. Menaiki escalator itu dan berdiam diri sebentar sebelum akhirnya berlari saling mengejar untuk sampai ke atas.
Dan begitu sampai di atas, aku tak bisa menyembunyikan ekspresi kekaguman yang menurutku mungkin akan terlihat sangat norak bagi yang melihat ku. Tak terkecuali dia.
"Bagus banget,"
"Muka nya biasa aja kakak," Ucapnya sambil diiringi tawa pelan yang membuatku langsung dihinggapi rasa malu. Bukan, bukan karena tertangkap basah soal mimik wajah ku yang tidak bisa ditolerir tingkat ke-norak-an nya saat ini. Melainkan panggilan 'kakak' yang biasanya hanya diucapkan oleh keluarga ku.
"Jangan panggil aku kakak," Setelahnya, bibir ku mengerucut. Sekarang rasa kagum pada tempat itu sudah sirna dalam sepersekian detik karena nya.
Bukannya berhenti, candaan nya malah semakin menjadi. "Panggil aku... Shiva. Shiva, Shiva..."
Sepertinya ia sedang dalam suasana hati yang sangat baik. Buktinya? ya ini... Ia selalu menanggapi segala ucapan ku sepanjang hari ini.
Karena sudah berada di ambang batas kesabaran, akhirnya aku memukul tangan nya yang sedari tadi masih berada di pundak ku, kemudian dengan tanpa hati, aku mengusir tangan itu. "Kamu disini tujuan nya mau buat aku ngambek atau senang?"
Lagi dan lagi. Dengan tingkah yang terlihat begitu menyebalkan itu, ia kembali berhasil menggoda ku.
Pura-pura berpikir keras. Seolah jawaban dari pernyataan itu merupakan satu soal sulit tentang kehidupan yang masih sangat abstrak jawabannya. "Apa ya?"
"Sayang, Ihhh..."
"I Love You,"
Kebiasaan. Selalu kalimat itu yang ia gunakan saat ingin meminta maaf. Bahkan sepertinya ia sudah lupa dengan penggunaan kata 'maaf' itu sendiri.
Namun kali ini, aku ingin bertindak lebih cerdas darinya. Oleh karena itu, dibanding harus menjawab ungkapan nya, aku memilih mendekati dirinya sebelum kemudian mengalungkan lengan ku di lehernya. Lalu menjinjit, menyamaratakan tinggi ku dengannya.
"Kamu... Ngapain?"
Dia terkejut? Tentu saja. Ini pertama kalinya aku berinisiatif memungkas jarak yang ada diantara kami terlebih dahulu.
Setelah itu, aku menatap lekat iris mata hitam legam nya. Disitu aku baru menyadari sesuatu. Ternyata kalau dilihat secara dekat, sepasang iris mata itu benar-benar kelihatan sangat indah.
Aku bahkan juga tak sadar, karena iris mata itulah, aku jatuh di dalam nya.
Di waktu selanjutnya, aku merasakan pergerakan lengan nya di tubuhku. Ia dengan sengaja melingkarkan lengannya di pinggang ku. Lalu membawa ku ke dalam dekapan hangat nya.
Dalam sekejap, aku merasakan kalau dunia ini hanya milik kami berdua.
Kemudian iris mata indah itu, mengikuti ku. Ia membalas tatapan mataku. Dengan lebih intens.
Hening. Suasana yang tercipta kali ini sungguh seperti menarik ku ke dunia yang tak ku kenali ada dimana.
"Kamu... Mau... Apa?"
Nada suara yang berubah menjadi sedikit lebih serak itu, berhasil mengembalikan kesadaran diriku yang sempat menghilang. Buru-buru, aku melempar arah pandangan mata. Kemana pun, yang penting tak melihatnya. Sayangnya usaha itu gagal, karena dia dengan cepat membuat fokus ku terkunci lagi padanya di sepersekian detik selanjutnya.
"Aku..." jeda sejenak. Aku tengah mengumpulkan keberanian dalam diriku sekarang.
Entah mengapa, tubuhku mendadak dilanda kegugupan yang luar biasa. Aku menghembuskan napas gusar dan menghirupnya kembali. Berkali-kali, sampai aku merasa siap.
Dan dia, dengan sabar mau menunggu ku. Iris matanya masih menatap dalam diriku saat aku sedang berusaha mengumpulkan seluruh keberanian itu.
Ia tidak berbicara sedikit pun. Meski aku tahu, jika dihitung sampai saat ini, waktu itu sudah berlalu cukup lama.
"Terima kasih. Terima kasih karena sudah mau mencintai ku. Terima kasih untuk tetap bertahan meski awalnya hanya mendapatkan luka. Juga.... Mau menemani gadis yang kesepian ini dan mengajarkan apa makna kehadiran pelangi setelah hujan," Ucap ku tulus.
Tatapan lekat itu perlahan melebur dengan ku.
Aku terhanyut di dalamnya.
Detik demi detik berlalu, belum ada yang angkat bicara. Baik aku ataupun dia, lebih memilih untuk menikmati momen ini sejenak. Untuk disimpan sebagai kenangan.
Sampai akhirnya setelah beberapa lama, tatapan diantara kami harus terputus karena dirinya mengecup lembut pipi ku. "Sama-sama, gadis hujan."
Membuatku tertawa mendengar nya.
Benar, aku memang si gadis hujan.
Yang secara tidak terduga,
Bisa langsung bertemu dengan sosok pelangi.
Di waktu yang juga tak pernah direncanakan.***
-The End-
See you in the another story, everyone❣
![](https://img.wattpad.com/cover/205539494-288-k274291.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
Storie breviCerita cinta yang ada di semesta ini akan selalu menjadi kisah yang ditunggu oleh banyak insan. Karena cerita cinta yang ada adalah selayaknya persembahan manis semesta untuk kisah-kisah yang tercipta dalam kehidupan ini. Dan inilah kumpulan cerita...