Dengarkan Hatiku

308 9 0
                                    

Kalau cuma kamu yang aku inginkan.


"Karena ku yakin cintaku,
Hanya tercipta untuk mu.
Takkan pernah sirna,
Hingga akhir waktu."

Suara Nadya Rawil di lagu milik Adera ini sudah terputar empat kali sejak sepuluh menit yang lalu. Lantunan melodi yang terdengar mellow membuat pikiran ku ikut terbawa suasana. Sejak tadi, aku memang sengaja mengulang-ulang terus lagu itu, belum berniat untuk mendengarkan lagu yang lain.

Aku mencermati lagu itu baik-baik. Ku simak setiap lirik yang keluar dari bait-bait yang sedang mengalun dengan indah nya itu. Lalu, ku renungkan semua kalimat yang terputar rapih dari lagu itu. 

Aku menyadarinya. Bahwa lagu itu, seakan mewakili kisah ku. Kisah ku dengan dia yang masih berada di awang-awang. Kisah ku dengan dia yang belum jelas kepastian nya, atau masih bisa dibilang, abu-abu. Itu yang selalu ku rasakan saat mendengar lagu itu. Setiap hari.

"Sejujurnya...
Ingin ku katakan saja.
Dari hati ini, ku mencintai mu."

Aku memang jelas mencintai nya. Mencintai seorang pria bertubuh jangkung, dengan dua lesung pipi yang terbentuk sempurna di kedua pipinya saat dirinya tersenyum, berkulit kuning langsat dan berpostur tubuh tinggi.

Dia itu spesies pria pendiam yang super duper irit saat berbicara. Pokoknya kelihatan cool banget deh. Bagiku.

Jika ditanya kapan, aku tak tahu sejak kapan aku mulai mencintai pria itu. Aku juga tak tahu entah dari mana cinta itu mulai tumbuh dan mengukung hati ku. Tiba-tiba saja cinta ini hadir, tumbuh dengan sedemikian sempurna nya hingga aku tak bisa terlepas dari nya. Padahal, aku sudah berusaha mati-matian mencegah hati ku agar tidak terperangkap di dalamnya. Namun sepertinya semesta tidak mengizinkan nya. Dia malah memaksa ku untuk merasakan sebuah cinta yang sedari dulu ku tolak mentah-mentah serta ku hindari kehadiran nya. Sebab karena keberadaan nya, ia mampu memporak-porandakan hati.

Aku sungguh tidak bisa menolak.
Menolak kehadiran dari perasaan itu. 
Bukan karena aku tak mau, 
Tapi rasa itu yang enggan mengalah. 
Meski sudah banyak perjuangan yang ku lakukan untuk menepisnya.

Dan dengan bodohnya, pada akhirnya aku malah memilih menyerah. Membiarkan cinta itu masuk dengan bebas di dalam hati ku. Mengizinkan cinta itu menguasai hati ku dengan lepas. Sampai-sampai aku jatuh terlalu dalam.

"Ku harapkan kau...
Mengerti dan percayakan hati mu.
Semuanya kini, terserah pada mu."

Saat aku sudah terjebak seperti ini, aku tak akan lagi mengelak. Aku sangat sadar, bila aku benar-benar telah mencintai nya. Bukan lagi seperti cinta main-main yang biasanya anak remaja rasakan. Aku tahu betul kalau cinta ini hanya tercipta untuk dia, yang telah merebut seisi hatiku.  Bukannya aku mau sok tahu, tapi inilah yang kurasakan. Setelah bertahun-tahun aku menutup hati ku rapat-rapat. Kini aku sudah jatuh cinta pada nya, dan itu bukan suatu yang dapat dirasakan sesaat. Perlu setahun waktu ku untuk meyakinkan hal ini. Hingga aku benar-benar yakin dan mempercayainya.

"Sayang...
Maafkanlah aku.
Bila ku tak selalu di sisimu.
Namun percayalah kasih,
Hatiku hanya untukmu.
Tiada yang lain yang  menggantikanmu."

Kapan aku akan dapat mendengar pernyataan itu dari bibir mu? Kapan aku akan mendapatkan kejelasan tentang hubungan kita? Bukan nya aku sudah tak sabar lagi menunggu. Hanya saja bukan kah waktu dua tahun itu sudah lebih dari cukup untuk menentukan pilihan? Aku sudah agak lelah menantikan mu memperjelas hubungan kita. Menarik kesimpulan setelah ratusan hari bersama, apa itu susah?

Kalau kamu berpikir aku akan terluka karena keputusan mu nanti nya. Ku rasa terluka akan jauh lebih baik daripada harus di gantung seperti ini. Terus-terusan menanti malah membuat ku tambah tersakiti. Sebab secara tidak langsung, aku masih terikat dengan mu. Jadi tentu saja, akan sangat sulit bagi ku untuk mencari pengganti mu bila keputusan mu nantinya hanya menganggap ku sebagai teman.

"Sejujurnya...
Ingin ku katakan saja.
Dari hati ini, ku mencintai mu.
Ku harapkan kau...
Mengerti dan percayakan hati mu.
Semuanya kini, terserah pada mu."

Ah... Bait ini lagi. Sumpah, saat mendengar kalimat ini, rasanya aku ingin menceburkan diri ku sendiri ke rawa-rawa. Lantunan kalimat bernada itu seakan menyentil ku untuk segera mengungkapkan semua nya kepada mu. Tapi kapan aku akan memiliki keberanian itu? Jangan kan mengungkapkan perasaan ini padamu, berbicara lewat telepon saja dengan mu sudah membuat ku mau pingsan. Apalagi bicara tatap muka dan mengatakan hal ini? Bunuh aku, Bambang.

Padahal yang sedari dulu aku inginkan adalah kejelasan. Memang sepertinya aku terlihat tak punya malu. Berharap dan menuntut kejelasan tapi tak berani mengucapkan kebenaran nya. Aku tahu, itu tampak tidak adil untuk siapa pun. Namun percayalah, aku juga seorang wanita realistis, yang punya kodrat untuk diam dan menunggu. Punya rasa gengsi selangit yang tak mudah di goyahkan. Bahkan sekalipun dengan mu.

"Kasih dengarkanlah aku.
Kini hatiku yang berbicara,
Resah yang ada di jiwaku.
Ingin ku lalui bersamamu."

Sekarang yang bisa ku lakukan, hanyalah menyimpan perasaan ini baik-baik. Lalu, aku akan panjatkan doa atas nama mu kepada Tuhan. Aku berpasrah, biar Tuhan saja yang mengatur jalan takdir ku. Biar Tuhan saja yang menentukan posisi mu di kehidupan ku dan membiarkan diri ku sendiri terlepas dari kukungan kasat mata yang mengatas namakan cinta pada dirimu.

Aku ingin bebas.
Aku ingin semua berjalan seperti dulu.
Walau sesaat saja,
Sewaktu aku belum mengenal siapa dia.
Tak ada rasa cinta.
Tak ada kata peduli.
Dan tak ada yang namanya takut kehilangan.

Aku ingin seperti itu, Tuhan.

Sampai aku benar-benar menemukan pangeran ku.
Datang meminta ku pada ayah ku.
Dan mengijab qabulkan nama ku di depan ayah.
Walau aku tahu,
Orang yang aku inginkan itu,
Adalah dia.

Kini aku tak akan menuntut dan aku berjanji akan hal itu. Aku tak akan lagi menuntut kamu agar menjadi milik ku atau memaksa mu untuk memberi kepastian yang selama ini ku harapkan, meskipun setelah ini, hati ku harus siap terus-menerus terluka. Tidak apa-apa, aku ikhlas.

Semoga dengan ini, Tuhan berbelas kasihan pada ku. Memberi petunjuk Nya yang terbaik untuk ku dan untuk mu. Menetapkan takdir ku yang harus bersama siapa. Jadi aku tak perlu sakit hati lagi menunggu, atau berpusing-pusing ria mencari siapa yang menjadi pendamping di sisa hidup ku.

Aku yakin, Tuhan baik. Dia, tak akan membiarkan hambanya dalam kesusahan diluar batas kemampuan nya.

Akhirnya... Aku lega.

Setelah lagu itu berputar lima kali dalam jangka waktu empat belas menit.

Selanjutnya, yang aku lakukan adalah menadahkan kedua tangan ku yang sedari tadi bebas menganggantung. Lalu dengan segera ku panjatkan doa pada Tuhan.

"Tuhan, siapa pun dia nanti. Semoga dia adalah imam terbaik untuk ku. Semoga dia akan selalu menuntunku di jalan mu. Mendekatkan ku lebih dekat lagi padamu. Dan semoga saja dia akan selalu berada di sisiku.  Membahagiakan ku. Sampai maut memisahkan kami."

***

-The End-

See you in the another story, everyone❣

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang