LIMIT - 9

70 15 1
                                    

Marcel mendorong pelan pintu rumahnya dan terpampang jelas ruang tamu yang gelap gulita, suara jam berdetak di dinding membuat Marcel sadar sekarang pukul berapa. Pukul 1 dini hari.

"Siapa?"

Langkah Marcel terhenti, dia mengarahkan pandangannya ke seluruh ruang tamu dan menemukan Mamanya berada di samping dapur sedang menyalakan sakral lampu.

"Marcel," jawabnya singkat. Tanpa perlu menoleh dia melanjutkan jalannya menuju kamarnya yang berada di lantai satu dekat tangga.

"Kenapa baru pulang?"

"Main."

"Selarut ini?"

Marcel tidak menjawab, hanya menatap dingin Mamanya.

"Ini rumah saya kalau kamu lupa, Marcellino."

Marcel berdecih dan tersenyum miring. "Perlu saya kasih bukti siapa yang membeli rumah ini? Lagipula yang ingin tinggal di sini siapa? Kemauan saya? Kalau Anda tidak memaksa Papa saya, saya juga tidak mau."

"Jaga omongan kamu!"

Marcel tidak menggubris perkataan Mama dan menutup kencang pintu kamarnya.

"Sialan! Yang pengen tinggal di sini juga siapa???"

Katanya sembari melepaskan jaket kulit dan melemparkannya ke atas kasur. Malam ini dia benar-benar di buat kesal oleh wanita yang sudah berumur itu! Pikirnya kalau Wanita itu tidak memaksa Papanya apa dia akan dengan senang hati tinggal di rumah yang penuh kesuraman ini??

Andai saja waktu itu dia menolak dan memilih bertengkar sebentar dengan Papanya mungkin sekarang tidak ada perang dingin yang terjadi antara Marcel dengan Mamanya.

Marcel mendesah pelan dan mengacak rambutnya kesal. Dia sangat menyesal pulang ke rumah ini dan berpikir kenapa tadi tidak pulang ke rumahnya yang berbeda arah. Walaupun lebih jauh tapi tidak masalah daripada harus seperti tadi bertemu nenek lampir.

"Mandi aja lah!"

"Mandi aja lah!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cel?"

Marcel melirik Ariel.

"Lo kenal Nandita? Maksudnya sebelum pindah ke sekolah ini."

Mengingat perkataan Nandita yang mengucapkan tidak kenal dengannya membuat Marcel mengganti jawabannya.

"Nggak."

"Tapi kok kayak yang udah akrab gitu."

Marcel kedip beberapa kali sebelum menjawab. "Kan rumahnya dekat."

"Oh, iya." Ariel tertawa pelan. "Mood lo lagi bagus ya? Jawab nggak disingkat-singkat soalnya."

Bagus darimana? Buruk yang ada!

Marcel tersenyum tipis. "Iya, lagi bagus."

"Anjrit! Tumben banget senyum!!!" Ariel keselek dan membelalakkan matanya tidak percaya.

LIMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang