LIMIT - 24

36 7 0
                                    

Kalau boleh jujur sebenarnya ada sedikit rasa sakit hati melihat Marcel dan Nandita bersama. Cuma, Mengingat Marco bilang bahwa dia sudah lama tidak melihat kakaknya tersenyum lebar seperti tadi membuat Rindu berpikir ulang untuk menyukai Marcel.

"Ayo naik, Audi," suruh Marco, cowok yang lebih muda darinya ini memberikan helm berwarna pink-yang baru saja Rindu tahu kalau Marco membelikannya. "Bisa make nggak?"

"Bisa, cuma nggak bisa nyeklekinnya," jawab Rindu, senyumnya terpancar ketika Marco mengulurkan tangannya dan membantu mengaitkan kaitan helm. "Makasih," katanya sesudah Marco memundurkan tubuhnya.

"Berhasil nggak tadi?" Marco bertanya di sela-sela perjalanan. Motornya memelan ketika dilihat lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

Rindu memajukan tubuhnya dan bertanya. "Apa?"

"Marcel sama Nandita."

"Oh, berhasil kok," kata Rindu pelan.

Sekilas, Marco melihat wajah sedih Rindu dari pantulan kaca spionnya. Lalu, dia mengalihkan pembicaraan dan melepaskan jaket dari tubuhnya.

"Paha lo ke mana-mana."

Suara tawa kecil keluar dari Rindu. "Tau aja sih lo paha gue kepanasan haha."

Marco tersenyum tipis kemudian kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, Jalanan Jakarta selalu semacet ini. Napasnya berhembus pelan sambil mengingat kembali bahwa semalam tidak sengaja dia melihat Mamanya menangis. Sudah berapa tahun terlewati dan Marco masih tidak bisa mengetahui siapa sosok wanita yang menjadi selingkuhan Papanya, hingga bisa-bisanya pria itu lebih memilih pisah atap daripada terus-menerus bertengkar dengan Mamanya.

Lampu merah pun berubah jadi hijau, klakson-klakson dari berbagai kendaraan saling bersahutan, Marco mengendarai motornya keluar dari kemacetan dan menuju ke taman Grogol yang tidak banyak diketahui orang.

Rindu tidak banyak bicara, hanya matanya saja yang melihat sekitarnya terlihat asing. Marco suka ketika Rindu begitu. Lucu. Makanya dia suka membawa Rindu ke tempat-tempat baru untuk sekedar melihat kebingungan yang terpancar jelas di wajahnya.

"Ini di mana deh?" tanya Rindu. Matanya terus saja berpencar sebelum dia memilih duduk di bangku bawah pohon.

"Grogol. Tinggal di mana sih lo masa nggak tau."

"Ya maap. Gue main nggak sampe sini."

"Haus nggak lo?"

"Dikit," sahut Rindu.

"Laper?"

"Nggak."

"Oh, bagus."

Rindu mendongak dan menatap bingung Marco yang berdiri di hadapannya. "Lah, kenapa?"

"Karena gue males beli makanan haha."

"Dih, si orgil ketawa."

"Asu." Marco langsung berhenti ketawa dan membalikkan badannya untuk membeli air botol di warung seberang taman.

Berbanding terbalik dengan Marco yang pergi kini Rindu membuka ponselnya dan melihat notifikasi pesan dari Marcel dan Alfa. Pesan dari Marcel terkirim sebelum cowok berlesung pipi itu bertemu Nandita di perpustakaan sedangkan Alfa mengiriminya pesan 3 menit yang lalu.

Terlalu lama berpikir ingin dijawab atau tidak malah layar ponselnya berubah menjadi gelap dan notifikasi telpon berdering nyaring. Nama Alfa terpampang jelas di layar ponselnya. Tanpa banyak berpikir Rindu langsung mengangkatnya.

"Halo?"

"Lo di mana?" kata Alfa setelah telpon tersambung.

"Kenapa?"

LIMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang