LIMIT - 16

59 11 2
                                    

Bodoh.

Sungguh Rindu sangat bodoh. Bisa-bisanya dia meninggalkan ponselnya hanya karena terburu-buru pulang ke rumah, takut Mama melihat dia dengan Marco.

Sekarang, pagi ini, jam menunjukkan pukul enam lewat, Rindu berdiri terpaku menatap jalanan di hadapannya. Menunggu angkot lewat sedangkan dari 10 menit yang lalu Revo mengajaknya berangkat bersama. Rindu menolaknya. Bukannya tidak mau, hanya saja cowok itu sepertinya tidak tahu diri, sudah membentaknya dan dengan tidak tahu dirinya itu dia menegor Rindu seakan-akan tidak ada yang pernah terjadi sebelumnya.

"Hahhhh ... akhirnya dateng juga," gumam Rindu sembari menjulurkan tangannya agar angkot berhenti. Setelah berhenti dia melongok ke dalamnya, pojok angkot terisi oleh 2 anak sekolahan juga.

Perjalanan angkot menuju sekolahnya lumayan lama, butuh waktu sekitar 25 menit agar sampai, itu juga kalau tidak macet dan ngetem.

"Ada apa nih, berhenti di depan komplek? Biasanya juga enggak," kata Rindu dalam hati.

Ada Marco di depan pintu angkot. Berdiri tegak dengan tatapan tajamnya yang khas. Matanya langsung bertabrakan dengan mata milik Rindu. Cowok itu mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menjulurkan tangannya yang berisi ponsel.

Rindu dengan sigap langsung mengambilnya dan menatap Marco lama. Cowok itu masih menatapnya tajam, lalu mengalihkan pandangannya ke abang-abang angkot dan memberinya uang. Entah apa maksudnya tapi cowok itu langsung membalikkan badannya ke gerbang komplek tanpa membuka suaranya.

Aneh.

Tidak mau ambil pusing Rindu menggelengkan kepalanya cepat, berusaha menghilangkan pikirannya yang mengkhawatirkan Marco.

25 menit berlalu cepat, gerbang sekolahnya yang menjulang tinggi sudah mulai kelihatan. Rindu melirik arloji di lengan kirinya, bel masuk masih tersisa 15 menit lagi.

"Kiri, bang." Rindu menepuk pundak abang-abangnya agar cepat menjulurkan tangannya dan menerima uang pas darinya, sebab melihat murid-murid berlarian ke satu arah.

Jantungnya berdetak kencang, kalau terlihat ada kerumunan di lapangan sudah pasti ada keributan yang diperbuat seseorang. Agak traumatik melihat dua sahabatnya waktu itu saling tonjok menonjok membuat Rindu sekarang lebih antisipasi dengan kerumunan di lapangan.

Tepat setelah dirinya mencoba menorobos ke paling depan matanya melebar sempurna. Bintang si pentolan sekolah sedang menonjoki Marco yang sudah tidak berdaya di tengah lapangan. Tampaknya cowok itu sudah pingsan karena Bintang menarik kerah seragam Marco tapi cowok itu tidak memberontak.

"BINTANG!!!" Rindu teriak dan berlari cepat ke arah mereka berdua, lalu mendorong Bintang agar menjauh dari Marco. "LO APA-APAAN SIH??!!" teriakannya kali ini tidak sekencang tadi, namun mampu membungkam mulut bacot Bintang.

Buktinya sekarang cowok itu hanya menatap kesal Rindu karena menggangunya. Sekilas Bintang melirik Marco yang memang sudah pingsan, lalu dia mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Matanya memerhatikan Rindu yang sedang berjongkok di samping Marco dengan tatapan khawatir. Dulu waktu kelas 7 cewek itu pernah sangat dekat dengannya, sebelum dia yang milih menjauhinya sebab takut Rindu terkena masalah karena dekat dengannya.

Bintang yang berniat kembali ke kelasnya karena sudah kelar memberi pelajaran kepada Marco langsung berhenti ketika teriakkan Rindu yang memanggilnya namanya untuk kedua kali.

"Bantuin gue!"

"Hah?" Bintang mengernyit dan menunjuk dirinya sendiri.

"Iya!" Rindu mengangguk dan menggerakkan tangannya menyuruh Bintang mendekat. "Angkat Marco ke UKS!"

LIMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang