"Masuk aja."
"Nggak sopan, tahu!"
Marcel menenteng helmnya dan berjalan mendahului Rindu untuk memasuki rumahnya. Sesaat, ketika Marcel membuka pintu rumahnya yang didominasi warna putih dengan sentuhan abu-abu untuk pembatas ruangan membuat Rindu merasa tidak asing. Rasanya dia seperti pernah ke sini entah kapan itu.
Sepi.
Satu kata yang bisa Rindu deskripsikan ketika Marcel menyuruhnya menunggu dan duduk di sofa sedangkan cowok itu memasuki kamarnya. Rindu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Sangat luas hingga Rindu berimajinasi ingin mempunyai rumah seluas ini.
"Sori lama." Marcel muncul dari balik pintunya dengan membawa peralatan sekolah.
Rindu menoleh, menggeleng pelan dan tersenyum tipis. "Nggak, kok."
"Dikumpul kapan?" Marcel bertanya sembari menaruh bukunya di atas meja dan Rindu memperhatikan tiap gerakannya dengan intens. Bagaimana caranya menyisir beberapa helai rambutnya yang jatuh di kening ke belakang benar-benar membuatnya terpana.
Marcel yang merasa ditatap pun mengalihkan pandangannya ke Rindu dan menyentuh tangan cewek itu agar fokus dengan pertanyaannya. Dia tersenyum lebar, membiarkan lesung pipinya terpampang jelas di mata Rindu.
Bersamaan dengan itu seseorang menggeser pintu utama rumah Marcel dengan pelan. Pintu rumah cowok itu memang di desain transparan dan di geser ke samping untuk membukanya.
Rindu membulatkan matanya sempurna melihat siapa yang muncul di hadapannya sekarang. Tapi dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya membiarkan wajahnya menjadi cengo.
"M-Marcel ...."
"Ya???"
"Itu Marco?"
"Iya."
"Marco yang tukang buat keributan di sekolah?"
"Iya, Audi."
Kini, gantian Marco yang menjawab. Sudah pernah Rindu katakan jika Marco punya pendengaran yang sangat baik.
"Kok kelihatannya kaget?"
"Engg-"
"Gue sama dia-" Marco menunjuk Marcel dengan songong. "Saudara. Dia abang, gue adek."
PANTESAN!
Pantesan Rindu merasa tidak asing dengan wajah Marco saat melihatnya pertama kali, serta lesung pipi menawan yang dimiliki kedua cowok itu. Ternyata mereka memang memiliki hubungan darah.
"Sori kalau menggangu acara mesra kalian. Tapi, Marcel, Mama gue hari ini pulang cepat. Lo bodoh atau gimana? Mama gue nggak suka lo maupun gue bawa cewek ke rumah ini!"
Marcel mengangkat kedua alisnya dan menatap dingin Marco. "Oh." Padahal dia juga ketar-ketir. Bagaimanapun juga Marcel tidak mau Rindu dimaki oleh nenek sihir itu.
"Ikut gue!"
Marco menarik Rindu untuk mengikutinya naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Namun, Marcel menahannya. Berdebat memperebutkan siapa yang kamarnya berhak untuk menjadi tempat persembunyian Rindu untuk sementara.
"Rindu di kamar gue! Mama lo bakal ke kamar lo karena lo anaknya!" Marcel menghentakkan tangan Marco dan menunjuk pintu utama rumahnya. "Lo mending ambil sepatu Rindu buruan! Bawa ke kamar gue."
Marco menukik alisnya tajam dan menggertakan gigi. Dia tidak bisa membantah karena itu semua benar. Dengan terburu-buru dia lari ke pintu utama lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari sepatu Rindu. Lalu tak lama setelah dia menemukannya, Mama dari arah gerbang sedang membuka pintu teras yang di mana ketika wanita itu belok akan menemukan Marco sedang berdiri di depan pintu utamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMIT
Teen FictionBerlatar di tahun 2016. Mengisahkan tentang seorang anak perempuan yang umurnya bahkan belum mencapai 15 tahun bernama lengkap Audisa Rindu Charuya. Keluarganya bukan orang kaya yang bisa memamerkan harta, sebaliknya, dia hidup di kampung belakang k...