LIMIT - 19

45 9 4
                                    

"Ma! Mama tahu nggak, kalau nanti gede Marco mau jadi apa?"

Mama menggeleng untuk menjawab pertanyaan Marco.

"Nggak mau jadi apa-apa, sih, Marco cuma mau terus sama Mama! Selamanya!"

Sebelum menjawab Mama tertawa pelan dan menyuruh Papa melihat kelakuan Marco namun, pria itu masih pada posisinya yang sibuk dan sama sekali tidak menatap Marco.

"Nggak bisa gitu dong, Marco," kata Mama. Wanita itu mengusap surai hitam legam milik Marco. "Marco pasti akan bertemu perempuan yang bisa membuat anak bontot Mama ini jatuh cinta sejatuh-jatuhnya."

"Kenapa begitu?"

"Sudah semestinya begitu, sayang."

Sekelebat kenangan yang tiba-tiba muncul ketika Marco memperhatikan seorang anak cowok kecil bersama ibunya sedang duduk di ayunan. Tampak indah dengan semburat jingga di waktu senja yang menjadi pemandangannya.

Marco rindu. Rindu akan semua kenangan masa kecilnya yang begitu indah. Dengan Mama, Papa, dan Marcel. Kedengaran sangat harmonis sebelum Papa bertingkah dan menghancurkan kenangan manis yang selalu Marco impikan akan terjadi seterusnya.

Sekarang jangankan bermimpi agar mereka kembali harmonis, Marco akur dengan Marcel saja sudah syukur. Mama dan Papa memang tidak bercerai namun, Marco yakin itu sangat menyakiti perasaan Mama sebab masih berstatus suami istri tapi tidak satu atap apa tidak menyakitkan?

Marco bersumpah tidak akan memaafkan siapapun orang ketiga dibalik semua kehancuran keluarganya. Papa saja bisa kejam kepada Mama maka Marco juga pasti bisa.

Tapi, Marco tidak bisa kejam kepada Marcel, bagaimanapun juga dia tetap sosok abang terbaik yang dia punya. Bicaranya memang kasar namun, di lubuk hatinya yang paling dalam dia sangat menyayangi Marcel.

Sesulit itu, kah?

Iya.

Marcel sama sekali tidak percaya jika Papa berselingkuh, padahal Marco sudah memberi tahu semuanya yang dia lihat. Dari pria itu yang mencoba bertemu dengan wanita lain secara diam-diam. Hingga tertangkap basah sedang berpelukan.

Dan dari sini lah semuanya terjadi.

Papa ketahuan karena Mama tidak sengaja melihat notifikasi ponsel Papa yang berbunyi terus-menerus. Mama bukan orang yang kasar-bahkan Marco berani bersumpah kalau Mama adalah orang paling lembut tapi, melihat dengan mata kepalanya sendiri Mama murka dengan cara membanting ponsel Papa dan mematahkan kartu sim teleponnya lalu membuangnya ke selokan benar-benar membuat Marco terkejut setengah mati.

Papa tidak bicara apa-apa, hanya diam lalu tidak lama pria itu membereskan baju-bajunya untuk dimasukkan ke dalam koper. Marcel dibawa Papa sedangkan Marco tetap di sini, di rumah yang penuh kenangan manis sekaligus menyakitkan.

"Percaya sama aku kali ini aja, please." Marco menahan Marcel yang ingin pergi. "Papa itu selingkuh, bang, aku lihat jelas."

"Kamu kerja sama ya sama Mama buat ngancurin Papa? Buat ngancurin keluarga ini?"

"Enggak, bang, aku berani bersumpah! Kamu jangan pergi juga, nanti aku nggak ada teman main." Mata Marco berlinang, air mata muncul dari sudut matanya.

"Kamu jaga aja Mama, Aku juga jaga Papa."

"Bang ...." Marco terduduk lemas di depan pintu kamar Marcel, cowok itu mengusap air matanya kasar dan berteriak. "EMANGNYA ABANG MAU JAUH DARI NANDITA?!"

Seperti disihir, Marcel langsung berhenti dan menoleh cepat. "JANGAN SEBUT NAMA DIA LAGI! GUE NGGAK KENAL!"

Marco langsung terkejut mendengar bentakan Marcel dan-

LIMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang