Typo bertebaranHeppy reading
~0o0~
Minggu, pukul 02:10 dini hari, Bian baru saja ingin pulang. Tadi, ia berada di salah satu cafe yang bukanya dua puluh empat jam.
Tepat ketika ia sudah sampai didepan rumahnya dan ingin memasukan motornya kedalam bakasi. Bian merasa seperti ada seseorang yang mengawasi.
Menatap sekeliling lalu bergeleng, berusaha mengusir pikiran negatif nya itu.
"Assalamualaikum." Ucap Bian pelan saat memasuki Rumah. Karena jam sudah menunjukkan dini hari, Ia langsung saja masuk dan berjalan kearah kamarnya di lantai dua, karena ia tau bahwa keluarganya sudah tidur.
Keesokan harinya, keluarga KENSA'CROP di sambut dengan teriakan sang bunda tercinta. Bukan tanpa alasan sang wanita yang sudah berkepala tiga itu berteriak marah-marah. Mengingat anaknya yang pulang dini hari membuat ia kesal setengah mati. Tidak kah anaknya berfikir bahwa ia khawatir?
"Kamu ini ian! Tolong lah jangan pulang malem terus. Bahaya tau!." Kesal sang bunda.
Bian yang hanya mengangguk sebagai jawaban. Mau menjawab juga takut salah bicara, tidak dijawab juga nanti ia yang disalah kan. Terkadang benar apa kata pepatah. 'perempuan adalah manusia yang susah ditebak'
"Kalau sampai kamu kenapa-kenapa gimana? Bunda juga yang takut, astagfirulloh kamu denger kan ian?" Ujar Sang ibunda dengan lembut
Lagi-lagi Bian hanya dapat mengangguk saja. Abi yang saat ini sedang duduk di samping sofa tempat Bian di nasehati. Mengulas senyum mengejek kepada Bian.
Tadi malam memang ia juga pulang malam, tapi hanya sampai pukul sebelas saja. Tidak seperti Bian yang keluyuran lagi setelah dari rumah Elgar.
"Udah sih yang, diamin aja," ucap sang suami sebelum menyeruput kopi nya pelan.
"Dulu pas mas muda juga gitu" lanjutnya menyender di sofa.
Bian menoleh kearah sang ayah dan tersenyum, merasa dibela.
"Iya tau tapikan tetep aja aku takut mas,"
"Lagian itukan kamu, aku mah bodo amat. Lagian dulu kan aku belum kenal kamu jadi ya it's ok." lanjutnya.
Bian menoleh lagi kepada sang ayah saat bundanya sudah selesai berbicara. Ia berharap ayahnya ini dapat menjawabnya agar sang ibu bisa terdiam.
Realita tidak seindah ekspektasi, ternyata Sang ayah justru menatapnya dan bergeleng pelan dan itu membuat ia mendesah kecewa. Kalau begitu, ia harus menunggu sampai ibunya ini capek dan berhenti dengan sendirinya.
"Udah bund, kesian atuh si abang. Noh liat mukanya udah ditekuk gitu."
Dunia memang baik, ayah nya yang sudah pasrah justru digantikan dengan adiknya yang kini menjadi harapannya untuk menghentikan sang ibu.
"Suruh siapa atuh kelayapan enggak tau waktu" ujar sang bunda berdecak pinggang.
"Namanya juga anak muda bund, anak millenial, zaman sekarang udah bisa kalo pulang malem gini."
"Tetep aja enggak boleh ya! Kamu juga cewe masih muda masih SMP udah ikut nyaut aja, bang Abi aja diam noh" ujar sang ibu sambil menunjuk sang kakak yang sedang bermain hp.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIRMA | On Going
Teen FictionHanya menceritakan perjalanan antara Abi dan Irma serta kawan kawan ketika di bangku SMA. Kisah ini seperti ombak yang datang dan pergi tak menentu. Antara besar dan kecilnya arus ombak seperti itulah jalannya kisah hidup mereka. Mulai : 24 November...