Señorita Part I

632 39 1
                                    

   Happy ending, apakah hal semacam itu benar ada di dunia ini? Entah bagaimana orang lain melewati hidupnya. Tapi bagiku akhir yang bahagia hanyalah omong kosong belaka sama seperti kisah dongeng yang dibacakan orang tua untuk anaknya. Sesuatu yang tak mungkin terjadi.

"Ibu, harus aku melakukan ini?"

"Maafkan ibu, Lara. Maaf karna terlahir dari orang tua seperti ibumu ini."

"Tidak begitu ibu. Aku tak bermaksud menyalahkanmu. Hanya saja tidak bisakah mencari cara lain? Aku akan berkerja dengan keras dan melunasi hutang kita."

"Ayahmu menjadikanmu sebagai jaminan hutangnya.Tidak ada cara lain sebab orang itu menginginkanmu. Dia akan terus mengancam dan mepersulit keadaan."

Lara benar-benar membenci ayahnya.Bahkan setelah kematiannya yang ia tinggalkan hanya lilitan hutang yang tidak berkesudahan. Dan sekarang apa? Ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus dijadikan penebus itu semua.

"Maafkan ibu. Ibu tau tidak pantas berkata seperti ini tapi dia berjanji akan menanggung hidup kita. Kita tidak perlu dikejar-kejar rentenir lagi, keluarga kita akan lebih baik dan Tuan itu juga berjanji akan membiayai pendidikan adik-adikmu." Nyonya Chou berlutut menggenggam tangan Lara memohon pada putri sulungnya tersebut.

"Apa yang ibu lakukan? Jangan seperti ini kumohon." Lara berusaha membantu ibunya berdiri dan membuatnya kembali duduk di kursi. Ruang tamu kecil itu kini tidak ada bedanya dengan pengadilan hidup bagi Chou Lara.

"Akan ku lakukan. Karna itu berhentilah menangis bu." jawab Lara dengan berat hati. Sebuah keputusaan besar yang harus ia ambil. Mau bagaimana lagi, sudah jadi tanggung jawabnya sebagai seorang anak untuk berbakti pada orang tua. Terdengar klise namun bagi Chou Lara tidak ada yang lebih berharga dari keluarganya. Jika untuk keluarga yang ia cintai apapun akan sanggup ia korbankan bahkan kebahagiannya sendiri.

*****

Jalanan Barcelona terasa sangat sunyi siang itu. Bukan sebab tiba-tiba kota yang terkenal ramai itu kehilangan pengunjung melainkan karna Chou Lara tengah bergelut dengan fikirannya sendiri. Apa yang harus ia katakan pada kekasihnya? Ya,Chou Lara memiliki seorang kekasih yang sudah ia kencani hampir satu tahun. Dan sekarang ia dengan egoistnya harus mengakhiri hubungan mereka. Ia takut, Lara sangat mencintai kekasihnya itu tapi tetap saja ia tidak dapat mengabaikan keluarganya.

"Lara!" Seketika Lara tersadar dari lamunannya dan beralih menatap ke sumber suara. Manic hazelnya menatap lurus ke arah seorang pria dengan senyum kotak di seberang jalan. Pria itu tersenyum lebar sambil melambaikan sebelah tangannya. Kim Dante, satu-satunya pemilik hati Señorita anggun tersebut.

"Maaf membuatmu menunggu." ujarnya begitu menghampiri Lara.

"Mmm..tidak apa." Lara tersenyum lalu menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Ayo." Dante meraih tangan Lara untuk ia genggam sepanjang perjalanan. Kebetulan hari ini akhir pekan jadi keduanya bisa menghabiskan waktu lebih lama dari hari biasa saat berkerja.

"Kita akan kemana?" tanya Lara membuka pembicaraan.

"Aku juga tidak tau. Bagaimana jika kita makan siang dulu? Kau sudah makan siang?"

"Belum. Ayo kita ke restoran pasta yang biasa. Aku ingin menyantap spaghetti." Lara tersenyum kemudian menarik lengan kekasihnya itu menuju tempat yang akan mereka tuju.

Seusai makan siang keduanya berjalan acak tanpa tujuan, hanya menikmati berjalan sambil bergandengan. Hari ini Lara benar-benar tidak ingin jauh barang sedetikpun dari Dante. Pria itu merasa sedikit aneh tapi ia tidak begitu memikirkan. Barangkali Lara hanya sedang ingin bermanja saja.

Saat sore menjelang keduanya berakhir di Taman Guell. Hanya sekedar duduk di bangku taman sambil memperhatikan keramaian. Muda mudi, orang tua maupun keluarga kecil yang tengah menikmati keindahan taman Guell yang selalu ramai pengunjung.

"Dante, ada sesuatu yang ingin aku katakan."

Dante menoleh menatap Lara yang duduk di sebelahnya. Tatapannya begitu teduh dan tenang. Hal yang selalu Lara suka dari seorang Dante. Ia begitu hangat dan penuh kasih sayang. Lara menghembuskan nafas berat.Ia berharap waktu berhenti di detik ini saja agar tak ada yang perlu diakhiri.

"Apa terjadi sesuatu? Kau terlihat sedikit murung hari ini."

"Maaf. Maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk selalu bersamamu."

"Hei, apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti." Dante meraih bahu Lara menarik tubuh gadis itu agar menatap wajahnya.

"Aku ingin mengakhiri hubungan kita." Kalimat itu akhirnya terlontar juga dari mulut Lara bersama lelehan air mata yang tidak bisa ia sembunyikan. Dante menarik Lara kepelukannya, mendekap erat dengan rasa khawatir. Ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Lara mengatakan perpisahan.

"Aku minta maaf. Maafkan aku jika aku melakukan kesalahan, jangan seperti ini." Pinta Dante yang dibalas pelukan oleh Lara.

"Tidak. Aku yang salah, aku salah disini."

Setelah cukup tenang mengendalikan emosinya Lara kemudian menceritakan alasan sebenarnya pada Dante. Ia tidak ingin menutupi apapun dari Dante sekalipun keduanya akan berakhir.

"Haruskah seperti ini? Kau tidak harus merelakan hidupmu seperti ini Lara. Kita bisa mencari cara lain. Aku akan mengusahakannya. Jangan mengorbankan dirimu."

"Bagaimana? Aku sudah mencoba banyak hal dan tidak ada hasilnya. Mereka akan menyakiti keluargaku jika aku tidak melakukanmya. Aku tau aku egoist, aku tidak memikirkan dirimu. Tapi aku tidak bisa mengabaikanku ibu dan adik-adikku. Aku minta maaf. Maafkan aku. maaf." isak Lara tanpa henti.

"Jangan menangis." Dante mengusap pipi Lara yang basah oleh air mata. Sama halnya dengan wanita yang sagat ia cintai. Ia juga ingin menangis, rasanya memang sesakit itu. Bagaimana mungkin ia tidak terluka setelah mendengar semua alasan perpisahan mereka yang harus terjadi. Tapi di sisi lain ia juga paham jika Laralah yang lebih terluka. Hidupnya yang dikorbankan di sini. Bukan keputusaan mudah baginya untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Baiklah jika itu maumu. Aku tidak bisa menghalangimu, aku tidak Ingin menambah beban dan rasa sakitmu dengan memaksamu bertahan. Tapi kau harus ingat satu hal. Aku, Kim Dante akan selalu mencintaimu. Apapun dan dimanapun kau berada aku akan ada di sana saat kau membutuhkanku. Aku tidak akan mengubah nomorku. Jika terjadi sesuatu atau orang itu menyakitimu kau harus mengatakannya padaku."

Tangisan Lara makin menjadi usai mendengar penuturan Dante. Rasanya jauh lebih buruk. Ia merasa sangat bersalah.Itulah mengapa ia sangat mencintai pria dihadapannya ini. Tidak sekalipun Dante tidak berusaha memahaminya. Disaat yang mana harusnya ia marah dan membenci Lara, Dante tetap saja menjadi satu-satunya yang menjaganya.

"Can you do something for me?"

"Tell me! Whatever it is."

"Bercintalah denganku, Dante."

"Are you serious?" Dante tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Pasalnya ia tau jika selama ini Chou Lara memegang teguh prinsip Virgin until marriage. Terdengar kuno bagaimana seorang Señorita berusia diatas 20 tahun masih seorang virgin tapi selama mereka bersama Dante menghormati keputusaan Lara dan ia justru menyukainya yang seperti itu.

"Jika ada yang harus mengambil pertamaku maka aku ingin kaulah orangnya. Bagiku kau adalah yang pertama dan terakhir. Tidak pernah terfikir jika aku malah akan menyerahkan diri pada seseorang yang tidak kucintai.Karna itu, ayo lakukan. Mereka akan membawaku ke Madrid. Aku tidak akan bisa melihatmu lagi."

"Baiklah jika itu maumu." Dante menangkup wajah Lara dan menciumnya sekilas sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Te amo mi amor.."

tbc

AdoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang