Addiction (Chapter 4)

257 18 1
                                    

"Kau ingin coffee atau tea?"

"Kopi saja."

Netra Dante tak pernah lepas dari pergerakan Lara sejak menemukannya di dapur pagi ini. Ia sudah mempersiapkan diri jika saat terbangun Lara akan memaki atau berkata jika apa yang terjadi diantara mereka hanya kesalahan yang tidak perlu diingat. Tapi, pagi ini Lara sudah ada di depan pantry dapur. Menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan. Menyapa Dante dengan ekspresi terlalu tenang.

"Makanlah. Pancake dan kopi cukup lezat untuk dinikmati pagi hari." Lara mengulur sepiring pancake dengan topping strawberry yang disiram madu. Juga segelas kopi hitam yang masih panas.

"Terima kasih."

Dante masih sedikit tidak percaya jika apa yang ia lakukan semalam bukalah mimpi. Ia benar-benar ada di apartment Lara, terbangun dengan tubuh polos di ranjang yang sudah jelas berantakan. Lara tidak ada di sana. Ia bangun lebih awal meski sekarang weekend.

"Kau baik-baik saja?" tanya Dante hati-hati mengingat baru satu hari berlalu yang artinya tidak mungkin perempuan itu sudah baik-baik saja. Dia patah hati bukan?

"Yes, I'm fine."

"Kau yakin?"

"Tentu. Apa aku harusnya tidak baik-baik saja?"

Dante menyesap kopinya, menggeleng cepat sebelum menjawab.

"Bukan begitu. Aku yakin kau tahu maksudku tanpa perlu ku jelaskan."

"Aku mencoba baik-baik saja. Jadi sebaiknya kau membantuku untuk tidak mengingat apa yang terjadi kemarin."

"Yang mana? Kau yang diselingkuhi atau kita yang menghabiskan malam bersama?" goda Dante. Hal menyenangkan untuk melihat Lara panik dan kesal.

"Berhenti menggodaku! Habiskan sarapanmu dan segera pulang. Mau sampai kapan kau di sini?'

Lara menghela nafas, merapikan peralatan makannya sendiri. Ia tahu apa yang coba Dante katakan. Tapi, Lara benar sedang berusaha untuk tidak peduli. Memang dia masih terluka dan tidak mungkin sembuh sempurna dalam semalam. Tapi ada hal lain yang juga baru ia sadari, tiba-tiba ia berfikir mungkin saja dia mulai menyukai pria yang saat ini tengah sarapan bersamanya. Tidak kah itu gila? Ia baru dicampakkan kemarin, bercinta dengan temannya, berfikir jika sex mungkin cara cepat untuk mendistraksi segala emosi yang tidak dia inginkan. Lalu ketika harusnya ia masih merasa kehilangan, nama Dante malah memenuhi kepalanya.

Chou Lara, bagaimana bisa kau memasukkan pria lain ke hatimu hanya dalam semalam? batin Lara, mencerca diri sendiri.

"Apa rencanamu hari ini?"

"Entah. Membereskan apartmentku, membaca atau menonton sesuatu."

"Tunda rencana keduamu. Ayo pergi keluar."

"Kau mau mengajakku kemana?"

"Akan ku fikirkan nanti. Yang jelas, menghabiskan waktu seharian di luar sebagai ganti ulang tahunmu kemarin."

"Kemarin lebih dari cukup. Lilin, kue dan permohonan."

"Aku belum memberimu hadiah. 3 jam lagi aku akan kembali dan kita pergi." Dante berjalan meninggalkan Lara sebelum ia sempat memberi jawaban.

Sesuai janji, tiga jam kemudian tepat pukul 1.00 PM  Dante sudah menanti di depan pintu apartment Lara. Untungnya Lara sudah selesai dengan segala yang perlu ia selesaikan, jadi mereka bisa langsung pergi.

Meski Dante punya kendaraan pribadi, tapi kali ini mereka lebih memilih untuk memakai transportasi umum agar lebih leluasa berjalan kaki saat berkeliling. Sudah 2 bulan lamanya ada di Milan, tapi masih banyak tempat yang belum sempat Lara kunjungi karena sibuk dengan pekerjaan. Jadi, kali ini ia ingin lebih menikmati perjalanannya.

Karena mereka belum sempat makan siang sebelum berangkat. Keduanya memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Menu pasta jadi pilihan yang mereka santap untuk mengisi perut agar tidak kelaparan selama perjalanan.

Atas saran Dante, keduanya kemudian makan di salah satu Cafe terbuka di La Rinascente, salah satu mall yang ada di Milan. Tempat di mana kau bisa makan siang ditemani pemandangan yang luar biasa. Setelah itu mereka tidak langsung meninggalkan mall karena Lara meminta untuk mengunjungi toko buku terlebih dahulu. Juga berkeliling sebentar melihat toko-toko pakaian. Tentu saja hanya untuk melihat bukan berbelanja.

Walau sebenarnya Dante sama sekali tidak keberatan membelikan salah satu pakaian yang mereka lihat. Tapi Lara hanya ingin mencari inspirasi sekaligus menambah pengetahuannya soal model pakaian.

Usai meninggalkan mall mereka hanya berjalan-jalan acak saja. Mencoba jajanan street food lalu berhenti sejenak saat menemukan seniman jalanan.

Dan tidak terasa haripun sudah sore. Dante bertanya apakah ada tempat yang ingin Lara kunjungi lagi sebelum mereka kembali. Karena tidak membawa kendaraan, mereka berencana kembali sebelum terlalu malam.

"Aku ingin ke Katedral Milan."

"Kalau begitu kita harus bergegas. Ini akhir pekan jadi pasti ramai pengunjung."

"Tidak masalah. Aku hanya ingin melihat pemandangan dari Rooftop. Kita bisa mencari sudut yang tidak begitu ramai."

"Baiklah. Ayo." Dante mengulurkan tangannya, berniat membantu Lara yang sedang duduk untuk berdiri. Kursi taman yang ada di tepi jalan tersebut sejujurnya cukup tinggi jadi tak perlu bantuan untuk bangkit dari sana. Tapi sepertinya itu sudah jadi kebiasaan para pria. Kebanyakan dari mereka begitu. Dante memang sengaja mencari kesempatan. Ia tidak langsung melepaskan genggaman mereka meski sudah berjalan.

Seperti ucapan Dante sebelumnya, Katedral Milan cukup ramai wisatawan. Tapi untung tak begitu ramai di atap. Mereka berdua masih dapat menemukan tempat yang cukup tenang. Jadi bisa lebih nyaman menikmati pemandangan kota dari atas sana.

"Hadiahmu." Lara menoleh ke sisi kiri dimana Dante berada. Pria tersebut memberikan sesuatu yang sudah ia bawa sejak dari mall sebelumnya. Lara kira Dante membeli sesuatu untuk dirinya sendiri bukan untuknya.

"Terima kasih. Aku menyukainya." Lara tersenyum usai melihat apa isi dari goodiebag tersebut. Beberapa novel dan buku pengetahuan yang sangat berguna untuk disigner.

"Bagaimana perasaanmu?"

"Baik. Sangat baik. Aku menikmati hari ini. Terima kasih banyak."

"Berapa lama waktu yang kau butuhkan?" Lara kembali mengalihkan atensi pada Dante yang hanya fokus memandangi gedung-gedung dan jalanan.

"Untuk apa?"

"Membiarkan seseorang mengisi hatimu."

"Aku tidak tahu jika kau bisa begitu berterus terang."

"Hanya ingin mengamankan tempat. Sebelum seseorang mencurinya."

Lara terkekeh. Perumpamaan yang aneh. Menangnya dia kursi penonton yang diperebutkan apa?

"Aku tidak tahu, Dan. Aku tidak bisa memberimu jawaban pasti tapi mungkin satu bulan atau lebih?"

Dante tersenyum, memutar tubuh, kembali menatap Lara.

"Memberi tahu waktu yang kau butuhkan artinya kau tidak menolakku."

"Wait. Kim Dante. Kau menjebakku," rungut Lara kesal. Bisa-bisanya dia terjebak oleh permainan kata seperti itu.

"Aku akan jadi orang itu. Orang pertama dan ku harap terakhir kalinya mengisi hatimu yang sudah pulih."

Ia mungkin tidak butuh waktu lama. Karena sebelum Chou Lara mengudarakan jawaban, toh sosok Dante sudah mulai merasuki celah-celah dalam ruang hatinya. Hanya saja saat ini ruang itu terlalu berantakan dan belum cukup damai untuk ditinggali.

*****

AdoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang