City of love ; Sequel Part.2

246 37 14
                                    

       Waktu terus melaju, hari-hari berganti, bulan mencapai tahun. Kehidupanku berjalan serupa awal, damai dan harmonis. Namun bayang Lara masih terus memenuhi kepalaku. Aku tidak tahu apakah perasaan ini masih sama atau aku hanya sekedar tak dapat melupa wajahnya.

"Sayang, kau melamun?"

"Oh maaf. Aku tiba-tiba teringat sesuatu." Cecilia menatapku heran sebab belakangan ini aku cukup sering kehilangan fokus. Tapi tak mungkin jika ku katakan apa yang sebenarnya ku fikirkan.

     Aku memilih menganggukan kepala sembari tersenyum, lalu kembali menyelesaikan sarapan. Mataku melirik arloji di tangan kiri. Sudah hampir menunjukkan pukul 8 pagi.

"Cepat habiskan sarapanmu sayang. Kau harus tiba dibandara 2 jam lagi." Hari ini aku harus keluar kota untuk keperluan bisnis sekitar satu minggu. Ada klien yang harus ku temui secara langsung tanpa perantara. Pesawatku berangkat 2 jam lagi jika tak ada kendala.

"Jaga dirimu, sayang. Aku akan segera pulang."

"Tentu, Dan. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Maaf, tidak bisa mengantarmu. Aku harus segera ke boutique." Cecilia menatapku sedih merasa bersalah karena tidak bisa menemani aku ke bandara.

"Hei, jangan sedih. Aku tau kau juga sibuk. Tak apa." Ku kecup bibirnya singkat sebelum pamit meninggalkan rumah. Pekerjaanku membuatku banyak berurusan dengan klien di tempat yang jauh. Tak jarang aku harus membuat Cecilia kesepian. Akan lebih baik jika saja kami punya anak. Tentu ia tidak akan kesepian jika aku pergi bukan? Tapi Cecilia berkata dia belum siap dan masih ingin fokus pada karirnya. Pun aku tidak ingin memaksa jadi ku biarkan dia melakui apa yang diinginkannya.

      Pekerjaanku seharusnya selesai sekitar satu minggu tapi ternyata hanya butuh 4 hari. Aku senang karena dapat pulang lebih awal. Setelah memesan pesawat tercepat yang bisa aku temukan, aku check out dari hotel, kemudian mengunjungi toko perhiasan sebelum ke bandara untuk membeli oleh-oleh.

"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Salah seorang karyawan toko menghampiriku saat memperhatikan perhiasan yang dipajang dalam etalase.

"Aku ingin memberi hadiah untuk istriku. Semua terlihat cantik, aku bingung harus memilih yang mana." Pria berseragam hitam putih dengan tubuh tinggi sekitar 180cm tersebut mengambil satu set perhiasan untuk kemudian ditunjukkan padaku.

"Ini keluaran terbaru tuan. Design khusus yang hanya ada 3 di dunia. Istri anda pasti akan menyukainya."

"Aku ambil ini."

"Baik tuan. Akan saya siapkan. Apa anda ingin saya menambahkan pita di bagian luar sebagai pemanis?"

"Boleh. Tolong buat secantik mungkin."

Aku pulang dengan harapan Cecilia akan merasa senang dengan kejutanku. Tapi, nyatanya akulah nan mendapati kejutan yang tidak pernah ku sangka.

      Sabtu sore aku sampai di Rome. Aku memasuki rumah tanpa mengetuk atau bersuara agar bisa mengejutkan istriku saat ia melihat. Tapi aku tidak menemukan Cecilia meski sudah mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Padahal biasanya sore-sore ia akan duduk di taman menikmati secangkir teh atau menonton tv. Barangkali dia ada di kamar, fikirku.

Ku langkahkan kaki menuju kamar kami. Siapa tau ia tengah mandi atau mungkin beristirahat. Saat mendekati kamar, perlahan-lahan mulai terdengar suara-suara aneh dari balik pintu yang tertutup. Suara samar yang kemudian mulai terdengar jelas, teramat jelas hingga membuat telinga memanas.

"Aghh,... nghh. Lagi, lebih dalam lagi sayang."

"Umhh...god. Honey you're so sexy. Teruslah mendesah!"

Darahku mendidih menyadari apa yang terjadi. Suara-suara menjijikkan itu milik istriku. Cecilia tengah mendesah bersahutan dengan suara asing lainnya.

BAMM!!!!
Pintu kamar yang ternyata tidak dikunci terbuka lebar begitu aku menghantam kuat. Pemandangan Istriku yang tengah bergumul tanpa busana bersama seorang pria tersuguh bak cuplikan video porno. Murka, muak, terkejut sekaligus merasa terhina. Tanpa banyak bicara ku seret pria yang entah siapa namanya menjauh dari atas Cecilia. Menghajarnya hingga tersungkur ke lantai. Sudut bibir pria berkulit kecoklatan dengan mata abu-abu tersebut robek hingga mengeluarkan darah. Cecilia berteriak, menarik selimut menutupi tubuh polosnya sebelum mendekat melerai perkelahian kami. Tendanganku seharusnya sudah menghantam tengkorak bajingan itu jika saja Cecilia tidak menghalangi.

"Cukup Dan! Hentikan!"

"Kau melindunginya? CECELIA KAU ISTRIKU! Bagaimana bisa kau melakukan ini selagi aku pergi berkerja? Kau bahkan bercinta di rumah kita."

"AKU SUDAH MUAK, DAN. Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Aku butuh seseorang yang lebih memperhatikan diriku. Dan satu hal terpenting. Aku tidak mencintaimu. Sejak awal aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Aku melakukannya demi orang tuaku. Aku mencoba menjadi istri yang baik tapi aku tidak bisa membohongi hatiku. Aku mencintai Albert."

"Albert? Jadi nama bajingan ini Albert."

       Pria bernama Albert tersebut menyeringai. Entah apa yang lucu di sini sampai ia berani menampakkan raut serupa itu. Masih dalam posisi telanjang dan wajah babak belur ia mencoba duduk dibantu Cecilia.

"Kau yang bajingan di sini. Kau merebut Cecilia dariku. Seharus ia menikah denganku bukan dirimu. Kau tidak pantas untuknya."

"Keparat! Aku akan membunuhmu."

"Dante Stop! Jangan menyentuhnya." Nafasku terengah-engah menahan emosi. Aku tidak sanggup lagi mengatakan apapun. Ku tarik lengan Cecilia, mencengkram erat sembari menatap tajam sepasang mata biru miliknya.

"Keluar dari rumah ini! Besok pengacaraku akan mengirim surat perceraian untukmu."

Tidak peduli seberapa jauh waktu berlalu. Karma akan selalu menemukan jalannya untuk mengetuk pintu kehidupanmu. Menagih pembayaran atas dosa dan kekejian yang kau lakui. Sebab itulah kita para manusia diajari perihal kekejian dan kebajikan. Apa yang boleh dan tak boleh kau lakukan sesuka hati. Tuhan mungkin tak bertindak cepat tapi ia tidak pernah lupa pada apa yang ia saksikan di dunia yang selalu ia perhatikan.

Pada akhirnya aku membayar dosa masa lalu tepat ketika aku mencoba menembusnya. Ketika rumah tangga yang ku impikan ku benahi kembali. Ketika kembali ku tempatkan istriku di ruang hati. Malapetaka hadir mencambukku. Lara Chou, ku kira ini juga bayaran atas kebohonganku kala itu.

*****

8 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯

"Tolong satu cheesecake dan satu Tiramisu."

"Untuk di take away atau...."

"Lara?"

Ku fikir lembar cerita perihal kau dan aku sudah tidak akan pernah terbuka lagi. Tapi tampaknya alur itu masih terus berjalan meski tidak ku harapi.

"Dante Kim."

*****
tbc

AdoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang