Addiction (Chapter 2)

145 12 1
                                    

Wine, malam dan balcony, sudah seperti rangkaian penghibur diri atau obat untuk fikiran yang serupa benang kusut.  Kehidupan memang sukar lepas dari yang namanya masalah. Entah itu pekerjaan, keluarga atau bahkan konflik dengan diri sendiri. Sering kali kita merasa ingin mengisolasi diri dari dunia hanya demi sebuah ketenangan. Itu juga yang tengah dilakui Dante saat ini.

Sesuatu terjadi di tempat kerjanya. Cukup menyita waktu dan fikiran tapi untung bisa tuntas. Seharian ini dia juga tidak melihat Lara. Ia juga tidak dapat menghubungi ponselnya. Entah dia ada di rumah atau tidak, Dante tidak sempat memastikan pula.

Tiba-tiba dunia seolah tengah menyambut fikiran Dante. Lara kemudian muncul di balkon kamarnya. Tapi kondisi gadis itu terlihat tidak begitu baik, bahkan tidak menoleh sampai tidak sadar keberadaan Dante di seberang sana.

Kim Dante fikir Lara tengah tidur. Ia berbaring di meja dengan lengan yang dibiarkan terkulai di atas meja. Tapi samar-samar Dante mulai mendengar suara isakan. Dante meraih ponsel yang tergeletak di meja kecilnya. Cemas, ingin tahu apa yang terjadi. Tapi Lara sama sekali tidak menjawab panggilan Dante.

Bergegas Dante meninggalkan kediamannya untuk menuju ke tempat Lara. Menekan bel berkali-berkali sambil terus berusaha membuat Lara keluar.

"Lara. Kau dengar aku? Ayo bicara. Chou Lara!" Dante berbicara melalui intercom beberapa kali sampai akhirnya pintu apartemen Lara terbuka. Menampakkan sosok Lara yang memang seperti seseorang yang selesai menangis.

"Are you okay?"

Bukan jawaban yang ia terima. Lara malah langsung memeluk Dante begitu melihat sosok pria tersebut saat membuka pintu. Sesuatu pasti telah terjadi. Lara benar-benar menangis dengan keras.

"It's ok. Ada aku disini. Semuanya akan baik-baik saja." Dante memeluk erat Lara, membiarkan ia melepaskan kesedihannya. Mereka bilang perempuan adalah sosok terapuh ketika mereka terluka karena itu segala yang mereka tahan akan lepas saat kau memeluknya.

Dante dan Lara berada di ruang tamu setelah keadaan Lara sudah lebih tenang.

"Now, could you tell me?"

"Alex mengkhianatiku. He's cheating on me. Aku melihatnya bercumbu dengan mantan kekasihnya di tempat tinggal Alex."

"What?"

Demi Tuhan, Dante tahu tidak pantas jika dia merasa senang dengan situasi ini. Tapi di sisi lain tragedi ini seperti sebuah kesempatan untuknya.

"Dia tidak layak untuk kau tangisi. Jangan biarkan pria seperti itu menghancurkanmu."

"Aku yang menyelamatkannya, Dan. Saat wanita itu mencampakkannya. Ketika dia merasa tersakiti dan kehilangan segalanya aku ada di sana. Aku yang mengobati seluruh luka hatinya tapi apa yang dia lakukan padaku! Dia, ...." Lagi-lagi air mata kekecewaan tidak bisa Lara tahan. Ia muak, frustrasi mengapa pria yang ia cintai bisa begitu kejam padanya. Tidak kah apa yang sudah mereka lewati selama ini berharga baginya? Kenapa manusia bisa menjadi begitu serakah dan lupa perihal kebajikan.

"It's my birthday. Haruskah dia melakukan itu di hari ulang tahunku? Dia menghancurkan segalanya, ...."

"I'm sorry. Maaf karena kau harus melalui ini semua. Tapi percayalah, pria seperti itu sama sekali tidak pantas menerima air matamu." Dante mengusap pipi Lara. Menghapus jejak air mata yang tersisa di sana.

"11.00 PM. Masih tersisa satu jam sebelum hari ini berganti. Katamu, ini ulang tahunmu. Kau ingin keluar dan merayakannya?"

"Tidak, terima kasih. Aku tidak punya semangat lagi. Lagipula hariku sudah terlanjur hancur. Tapi, terima kasih untuk tawaranmu. And, im sorry. Pakaianmu basah karna air mataku."

AdoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang