City of love ; Sequel Part.1

337 31 6
                                    

𝘙𝘰𝘮𝘦, 𝘐𝘵𝘢𝘭𝘪𝘢.

Caramu tersenyum, tawa halusmu yang menyapa telingaku, rengekan serta segala caramu mengekspresikan sesuatu terus mendiami ruang dalam benakku. Kau seperti sekuntum kelopak mawar yang membuatku ingin menyentuhnya meski sadar ia akan hancur dalam genggamanku.

"The Paris Affair. Apa itu judul utama kisah cerita kali ini."

"Bisakah kau tidak membuatku terlihat semakin buruk?"

Jeremi Edeorda. Sahabatku sejak duduk di bangku kuliah. Manusia yang paling mengenalku dan juga yang paling ku percayai.

"Kau menemukannya?" tanyaku penuh harap namun ia hanya menghela nafas jengah kemudian menyandarkan tubuh ke sofa panjang di tengah ruang kerjaku.

"Kau yakin Lara Chou itu nama aslinya? Tidak bayak marga Chou di negara ini tapi aku sama sekali tidak menemukan orang yang kau cari."

"Ya. Aku yakin dia tidak akan berbohong soal itu."

"Ok. Anggap saja aku berhasil menemukan keberadaannya. Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya? Kau berkata dia perempuan baik-baik. Perempuan seperti itu tidak akan pernah bisa kau jadikan simpanan."

"Aku tidak berniat menjadikannya seperti itu!"

"Lalu apa? Kau akan menceraikan istrimu? Aku yakin kau tidak akan sanggup. Sekalipun dia tidak memperlakukanmu dengan baik jiwa pengecutmu tidak akan membuatmu melakukan itu."

"Ini tidak semudah yang kau fikirkan, Jeremy. Tidak ada alasan bagiku untuk meninggalkannya. Apa aku harus berkata, 'aku jatuh cinta pada orang lain. Ayo kita bercerai.' fikirmu dia akan menerima begitu saja?"

"Setidaknya itu lebih Jantan ketimbang mengkhianatinya diam-diam dan menyeret seorang wanita tak bersalah kedalam keserakahanmu."

Benar. Aku sumber masalah di sini. Aku memang tidak bisa memilih pada siapa aku jatuh cinta tapi seharusnya aku tau bagaimana mengendalikan diri dan sadar akan posisiku.

Jeremy bangkit menghampiri meja kerjaku. Menepuk pelan pundakku memberi sedikit rasa simpati.

"Aku tau ini tidak mudah. Tapi ku rasa melupakannya adalah yang terbaik."

Usai mengatakan itu Jeremy meninggalkan ruanganku. Aku masih tidak tau apa yang ku inginkan. Aku seperti tidak bisa melepaskannya. Aku ingin menjaga ia tetap di sisiku tapi tidak bisa.

******
Lara Chou Pov

          Mataku masih menatap ragu pada beberapa keping uang koin di telapak tanganku. Aku tidak tau kenapa aku berdiri di sini. Di depan kolam Trevi dan mencoba membuat permohonan. Sejujurnya ini hanya sebuah mitos yang tidak pernah kehilangan daya tarik meski zaman sudah modern. Mitos melempar koin ke kolam air mancur Trevi masih juga tetap dipercayai beberapa orang. Termasuk aku? Yah, sepertinya aku salah satu dari mereka.

Ku putar tubuhku membelakangi kolam sembari berfikir kira-kira berapa koin yang harus aku lemparkan.

"Apa sebaiknya aku berdoa untuk kebahagiaan dan melempar satu saja? Mingkin suatu hari aku akan kembali ke mari dengan rasa bahagia."

        Bosan berfikir akhirnya ku lemparkan saja dua koin dengan tangan kanan melewati bahu kiriku. Katanya jika melempar dua koin kau akan jatuh cinta. Ah, percuma jatuh cinta jika pada akhirnya kau akan terluka. Akhirnya ku putuskan untuk menambahkan satu koin lagi. Tiga koin berarti kau akan menemukan belahan jiwamu dan menikah. Sedikit terdengar mustahil. Belahan jiwamu belum tentu akan jadi pasangan hidupmu, pasangan hidupmu belum tentu belahan jiwamu. Tapi jika memang ia orang yang sama kau benar-benar beruntung. Tuhan di surga pasti sangat mencintaimu bila iya.

"Ini konyol tapi aku tetap saja melakukannya. Sudahlah, aku harus kembali."

           Tepat saat akan melangkah selembar pamflet jatuh di bawah kakiku. Ku raih kertas tersebut sedikit penasaran apa yang tertulis di sana. Siapa tau saja ada cafe atau restauran yang sedang discount. Aku bukan pelit tapi di hidup ini kita harus pandai-pandai berhemat. Jika ada yang murah dengan kualitas tidak buruk kenapa harus membuang uang untuk yang lebih mahal? Kau tidak tahu kapan kekayaanmu akan habis jadi lebih baik mengontrol sejak dini.

          Ok, lupakan ocehanku. Mari kembali fokus. Ku kira aku harus mengurangi rasa ingin tahuku. Bukan iklan restauran tapi agen perjalanan wisata ke Prancis. Harusnya tidak ku ambil selebaran ini tadi. Mataku terpaku pada menara Eiffel yang jadi ikon kota destinasi favorit tersebut.

        Ku rasa aku tidak akan mengunjungi Paris hingga beberapa tahun ke kedepan. Di sana terlalu banyak hal manis yang membuatku merasakan bahagia dan luka disaat bersamaan.

        Apa seharusnya saat itu aku bersikap jahat dan memintanya bertanggung jawab karena sudah menipuku? Apa seharusnya aku memaksa dia untuk bersamaku saja?

"Bodoh. Apa yang kau fikirkan Lara Chou. Jangan merusak harga dirimu untuk pria seperti itu." ku remukkan pamflet tersebut. Lalu membuang ke tempat sampah terdekat yang ku temukan.

       Kau mungkin tidak dapat memilih takdir seperti apa yang harus dijalani tapi kau selalu punya kesempatan untuk menentukan langkah mana yang harus kau ambil ketika sadar berada dalam sebuah kesalahan. Sebab Tuhan tidak pernah mengatur keburukan bagi umatnya. Tuhan memberimu cerita tuk dijalani tapi dia juga memberi kemampuan berfikir dan nurani tuk memahami.

*****
Dante Kim Pov

"Aku pulang."

"Selamat datang." Cecilia tersenyum menyambut kedatanganku. Ia segera meraih tas dan membantuku melepas mantel. Aku benar-benar brengsek. Bagaimana bisa aku mencurangi wanita sebaik ini. Aku dan Cecilia dikenalkan oleh keluargaku sekitar satu tahun lalu. Dia wanita yang ramah, sopan, ceria dan juga pintar. Ia mengelola sebuah boutique dengan merk miliknya sendiri. Wanita yang sempurna jika kau ingin melabelinya. Ku fikir hidupku akan bahagia bila bersama seseorang seperti dia. Karena itu aku pada akhirnya menikah dan mendamba sebuah keluarga bahagia.

Ku kecup kening Cecilia kemudian memeluknya erat. Entah aku tengah meluapkan rasa bersalah atau hanya ingin menyadarkan diri jika aku menyukai kehidupan ku saat ini.

"Hei, kau kenapa? Tumben sekali."

"Tidak apa. Hanya merindukanmu."

           Lara seperti sebuah hujan yang hadir tiba-tiba. Menyejukkan dan membuatku enggan berakhir dengan mudah. Tapi sudah terlambat bagiku untuk menginginkan dirinya. Kenapa kita tak bertemu lebih awal. Kenapa aku tidak menemukanmu sedikit lebih cepat. Kenapa aku hadir terlambat?

*****
tbc

AdoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang