"Aku tidak kuat, aku hanya tidak memiliki tempat untuk menjadi lemah."
[ Ain't Gonna Fine ]
***
"Selepas dari situ, mereka selalu mukulin aku tiap ada kesempatan. Mereka sering nyuruh aku melakukan hal yang di luar nalar. Dan terakhir ... mereka membuat aku melakukan hal paling menjijikkan."
***
"Lepas! Lepasin! Bukan aku yang bikin Zoe dihukum!"
Paula gelap mata. "Kamu! Gak usah sok polos bilang itu bukan kamu!"
"Itu beneran bukan aku! Aku bahkan gak tahu kemarin Zoe ke mana!"
"Halahhh!"
"Kamu bilang, Zoe main dengan pria? Aku pastikan tuduhan itu kembali ke kamu!"
Paula menyeret Lia ke dalam mobil, mengunci pintu mobil sehingga gadis itu tidak bisa kabur. Paula membawa Lia ke tempat yang tak pernah Lia bayangkan sebelumnya, tempat berkumpulnya para kupu-kupu malam. Lia terkejut, gadis itu terus berontak hingga Paula memanggil seorang berbadan besar untuk menyeret Lia ke salah satu kamar yang kosong.
"Pake dia sesuka hati kamu. Kalau kamu berhasil buat dia, ya ... 'membesar', saya kasih kamu bonus nanti."
"Hah? Betul, nih? Semangat dong gue!"
Lia mual mendengarnya, Lia berteriak, berontak, dan terus berusaha melepaskan diri sekuat tenaga. Sebisa mungkin Lia tidak sampai ke dalam karena ia tahu akan sehancur apa dia jika masuk ke dalam sana. Ia menangis tersedu-sedu. "Anda mau nyiksa saya sampai saya mati saya rela, tapi tolong, tolong jangan lakuin ini. Please, jangan!" Lia memohon kepada Paula.
Paula hanya berdecih. "Cih, kamu udah buat anak saya menderita, aku buat kamu menderita juga."
Lia yang terlampau ketakutan akhirnya jatuh pingsan. Ia tidak tahu apa yang terjadi malam itu, tetapi pada pagi harinya, ia merasakan sakit di bagian sensitifnya.
Lia menangis, benar-benar menangis seperti orang kehilangan akal. Gadis itu merasa dirinya sudah rusak, hancur, tak berdaya. Pikirannya saat ini penuh dengan kejadian traumatis. Tetapi belum selesai ia kebingungan dengan apa yang terjadi, kini Paula kembali menghampirinya.
"Pake tuh seragam, pergi sekolah hari ini." Lia menggeleng.
Paula yang melihat gelengan kepala itu kembali murka, ia mengeluarkan pisau kecil yang tajam untuk ia goreskan ke atas lengan Lia. "Lakuin, atau saya celakai orang itu." Lia kembali menggeleng, kali ini untuk memohon tidak mencelakai orang yang ia sayangi.
Tatapan Lia kosong, ia akhirnya hanya bisa mengambil seragam itu dan melaksanakan perintah Paula tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Gadis itu sudah putus asa. Jiwanya seolah hilang, perasaannya sudah lenyap tenggelam.
Ia pergi ke sekolah dengan tampilan yang luar biasa berantakan.
"Saya punya rekaman tadi malam, jadi gimana? Mau disebar lewat mana dulu?" Paula bertingkah seolah bercerita pada seorang teman.
Sedangkan Lia?
"Aku harus mati," batinnya.
***
Dengan mengikuti apa yang diperintahkan Paula kepadanya, Lia menjalani sekolah dengan biasa. Untuk menghindari pertanyaan, ia memakai masker. Meski teman-temannya tetap dapat melihat, tapi ia tidak memedulikan teman-temannya yang bertanya mengapa matanya bengkak dan sembab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ain't Gonna Fine | ON GOING
Teen Fiction[ Teen Fiction - Life Story ] Ini tentang ia yang pandai menyembunyikan, sehingga tidak ada orang lain yang dapat melihat semua derita yang ia rasakan. Sejujurnya ia ingin mengungkapkan, tapi sosok yang tepat belum juga ia temukan. Entah ia tak meny...