Tujuh - Resmi [Revisi]

2K 115 1
                                    

Menurut Ayna pagi hari di hari Minggu merupakan waktu yang paling nyaman untuk tidur karena malam sebelumnya sudah dihabiskan dengan begadang menonton drama korea, tetapi untuk pagi ini Ayna tidak merasakan kenyamanan itu. Ia memang begadang tadi malam seperti biasanya, tetapi tidak untuk menonton drama melainkan untuk merenungi statusnya yang akan menjadi seorang istri dalam beberapa jam kedepan. Karena begadang itu lah membuat pagi ini Ayna merasa sedikit pusing apalagi dia baru tidur pukul setengah tiga dan harus bangun jam setengah lima untuk bersiap-siap.

Yap, tepat pukul 08.00 pagi acara akad nikah Ayna dan Ega akan segera dimulai. Semua keluarga Ayna sudah berkumpul sejak tiga hari yang lalu dan saat ini mereka semua sedang bersiap untuk menyaksikan akad nikah cucu perempuan pertama keluarga mereka, baik dari pihak Bunda Ayna maupun Ayah Ayna.

"Hey, kok ngelamun." Ayna sedikit terkejut saat mendengar suara seorang perempuan setengah baya yang merupakan adik dari almarhumah bundanya.

"Eh, Tiya. Aku kira siapa," ujar Ayna dengan senyum yang tampak di wajahnya.

Tiya, panggilan dari Dafin, Ayna, dan Bima untuk adik kedua bundanya. Panggilan tersebut sebenarnya kepanjangan dari 'Aunty Liya' namun untuk memudahkan akhirnya semua memanggil Liya dengan sebutan 'Tiya.'

"Tadi Tiya udah ketuk pintu tapi kamu nggak denger, maaf ya tiba-tiba masuk," ujar Liya yang sudah duduk di samping Ayna.

"Nggak papa kok, Ti."

Liya tersenyum, "Tiya nggak nyangka loh kamu udah gede, udah mau nikah juga," ujar Liya. "Rasanya kayak baru kemarin Tiya jengukin bunda kamu di rumah sakit karena ngelahirin kamu."

Ayna yang mendengarkan hanya tersenyum, ia pun merasa demikian. Ia merasa baru saja kemarin dirinya masuk ke SMP, tetapi ternyata hidupnya sudah berjalan sejauh ini.

"Bunda pasti bahagia melihat Ayna sekarang," ucapan Liya berhasil membuat air mata Ayna terdorong ke luar.

"Bunda beneran bahagia kan, Ti?"

Liya mengangguk, "Pasti dong," balas Liya. "Kamu sudah ke makam bunda kan sama calon suami kamu?"

Ayna mengangguk, "Sudah, Ti."

Seminggu sebelumnya Ayna dan Ega memang mengunjungi makam Yulia, tetapi mereka tidak datang bersama. Semua berawal ketika Ayna melakukan kunjungan rutin ke makam Yulia namun ia mendapati Ega yang duduk di samping makam Yulia seorang diri.

Flashback On

Ayna tersenyum saat melihat papan besar yang bertuliskan 'TPU Permai Indah.' yang tertempel di gapura. Ya, ini rumah baru Yulia sejak 17 tahun terakhir. Tempat yang rutin ia kunjungi setiap seminggu sekali.

Ayna mengunjungi Yulia karena hari ini merupakan jadwal dirinya berkunjung. Sebenarnya hari ini dirinya masih harus berada di rumah karena ia sedang dipingit, tetapi setelah berdebat panjang dengan ayahnya ia berhasil memenangkan perdebatan dan berhasil mendapat izin. Sedikit membantah tapi sekali-kali nggak papa lah, hehe.

Dengan tidak sabar Ayna masuk ke dalam tempat tersebut, ia benar-benar merindukan pelukan Yulia. Namun ketika ia akan menghampiri makam Yulia ia melihat ada seorang laki-laki yang ia kenali duduk di samping makam dengan buket bunga yang berada di tangannya. Laki-laki itu merupakan Ega.

"Ngapain Ega kesini?" tanya Ayna pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa menit berdiri dan memperhatikan dari jauh akhirnya Ayna memberanikan diri untuk menghampiri Ega.

"Ega." Seorang laki-laki yang merasa namanya disebut langsung menoleh dan mendapati seorang perempuan yang akan menjadi istrinya beberapa hari lagi.

"Na?"

"Kamu kesini, Ga?" Tanya Ayna dan dibalas anggukan oleh Ega. "Ngapain?" Lanjutnya.

"Berkunjung aja," balas Ega lalu ia meletakkan buket bunga di atas makam Yulia. "Saya pulang dulu."

"Eh? Aku ganggu ya?"

Ega menggeleng, "Saya memang sudah selesai." Ega segera berpamitan dengan Ayna dan meninggalkan Ayna yang masih berdiri menatapnya menjauh.

Setelah punggung Ega tidak terlihat lagi, Ayna mulai duduk di samping makam lalu ia tersenyum tipis.

"Bahkan Ega tau bunga kesukaan bunda," ujarnya lirih.

"Bunda apa kabar?" Ayna mengelus nisan yang tertancap di sana. "Baik kan? Soalnya aku, ayah, Bima, A' Dafin baik jadi bunda juga harus baik."

"Bunda, beberapa hari lagi aku menikah. Anak perempuan bunda yang cengeng ini mau nikah," ujarnya lirih lalu terkekeh, tetapi dengan air mata yang sudah keluar dari pelupuk matanya.

Ayna menarik napas dalam berusaha menahan air matanya agar tidak lagi keluar, "Mau nggak bunda dateng ke mimpi aku sebelum hari pernikahan?" Ayna tersenyum sambil mengelus nisan ibunya. Ia kemudian merapalkan doa-doa agar ibunya diberikan tempat yang indah di sisi-Nya.

"Aku pulang dulu ya, bunda."

Flashback end

Ayna menghela napas pelan mengingat ucapan yang ia lontarkan di hadapan makam bundanya. Nyatanya Yulia sama sekali tidak mengunjungi mimpi Ayna. Padahal setiap sebelum tidur ia selalu berdoa agar Yulia mampir ke mimpi indah miliknya.

"MUA-nya udah dateng, Na. Kamu make up dulu ya." Ayna mengangguk mendengar ucapan Liya.

~~~

Ega berdiri di depan cermin sambil menatap dirinya yang sudah rapi dengan balutan tuxedo putih yang membalut tubuh bidangnya.

"Bentar lagi tanggungjawab lo nambah, Ga," ujarnya pada diri sendiri. "Jangan jadi suami brengsek," lanjutnya.

Sudah menjadi kebiasaan Ega berbicara di depan cermin seperti ini. Tujuannya untuk mengingatkan atau sekedar menyemangati dirinya ketika ia akan melakukan suatu kegiatan yang penting. Seperti saat Ega akan melakukan sidang skripsi, ia bahkan menghabiskan waktu setengah jam untuk berbicara dengan dirinya di depan cermin.

Ega memejamkan matanya mengingat mimpi yang hadir tadi malam. Mimpi dihadiri seorang wanita yang wajahnya mirip dengan calon istrinya, Ayna hanya saja sudah banyak terdapat kerutan di wajahnya. Ia masih ingat betul semua nasihat wanita itu termasuk permohonan untuk tidak menyakiti Ayna. Ega yakin bahwa wanita itu adalah Yulia, sosok wanita yang melahirkan Ayna.

"Ega, ayo berangkat!" Ia berdiri dari duduk saat mendengar teriakan Eva.

"Iya, ma."

~~~

"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Dyantari binti Irwan Ardiansyah dengan maskawin tersebut tunai." Ega mengucapkan janji sehidup semati itu dengan lantang.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah." Ucapan seluruh tamu yang hadir memenuhi seluruh masjid.

Ayna memejamkan menunduk dan memejamkan mata. Mulai detik ini ia resmi menjadi seorang mahasiswa tingkat akhir yang merangkap menjadi seorang istri.

"Alhamdulillah," ucap penghulu lalu memberikan doa untuk rumah tangga kedua mempelai pengantin dan tidak lupa diaminkan oleh keduanya.

"Silahkan dicium tangan suaminya."

Ayna segera mengambil tangan Ega menciumnya, jujur saja ia ingin semuanya cepat selesai. Bukan karena ia masih tidak menerima bahwa statusnya sudah berubah, namun ia memang tidak suka menjadi pusat perhatian seperti ini ditambah ketiga temannya, Farel, Aksa, dan Jehan beserta tamu lainnya mengucapkan kalimat godaan yang terdengar sampai ke telinga mereka berdua.

Tangan Ega bergerak mengelus kepala Ayna dan merapalkan beberapa doa untuk kebaikan keduanya. Tidak lupa pula ia cium kening Ayna dan ditutup dengan bisikan yang membuat jantung Ayna berdetak lebih cepat.

"Saya berjanji untuk selalu membuat kamu bahagia."

bersambung

sebelum scroll part selanjutnya, vote dulu ya! thank u <3

Bitterlove [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang