Napas Ega tersenggal saat ia berhasil tiba di salah satu rumah sakit. Ia berhasil menembus kemacetan setelah mendengar kabar bahwa Ayna dilarikan ke rumah sakit.
"Na, kamu nggak papa?" tanya Ega saat baru saja tiba di ruang rawat Ayna.
"Ega, kok di sini? Bima kan udah bilang kalau aku nggak papa." Ayna duduk di atas ranjang dengan sepiring buah-buahan di tangannya.
"Siapa yang nggak panik, sih, kalau tau istrinya masuk rumah sakit walaupun udah dibilangin kalau baik-baik aja." Ega mendudukan tubuhnya di kursi samping Ayna. "Kok bisa harus ke rumah sakit?"
"Tadi aku pusing banget sampe mataku kabur terus aku chat dr. Arwinda katanya suruh langsung ke rumah sakit jadi aku minta tolong Bima buat nganterin," balas Ayna. "Aku minta Bima ngabarin kamu tuh biar nanti kamu nggak bingung kalau pulang aku nggak di rumah."
"Terus udah diperiksa?"
Ayna mengangguk, "Udah, tadi tes urin juga. Hasilnya besok baru keluar tapi aku harus di sini soalnya tadi tekanan darahku masih tinggi."
Ega menghela napas, "Bima udah pulang?"
"Belum, dia lagi beli makan."
Ega mengangguk lalu ia mengelus perut Ayna yang sudah mulai semakin membesar mengingat kehamilannya sudah memasuki minggu ke-37.
"Ada kemungkinan aku lahiran minggu ini nggak, ya?"
"Mungkin aja iya. Kak Maura lahiran minggu ke-36, kan?"
Ayna mengangguk, "Tapi Kak Maura udah mules-mules seminggu sebelumnya walaupun masih kontraksi palsu. Nah, aku yang HPL-nya seminggu lagi nggak ada kontraksi sama sekali."
Ega tersenyum sambil mengelus perut Ayna, "Dinikmati aja, jangan terlalu dipikirin. Pasti adeknya bakal keluar kok."
"Aku takut nggak bisa lahiran normal."
"Apapun nanti prosedurnya yang penting kamu sama adek sehat."
~~~
Ruangan Ayna terlihat lebih ramai siang ini. Jehan dan Farel turut hadir setelah mendapat kabar bahwa Ayna masuk ke rumah sakit. Sedangkan Bima memutuskan untuk pulang karena ia sudah harus menyiapkan untuk kembali bersekolah setelah libur.
"Gue kira lo udah lahiran." Jehan berkata sambil meletakkan satu kotak donat yang memang request dari Ayna.
"Belum waktunya," balas Ayna. "Gue mau satu dong yang almond," lanjutnya.
"Kok belum waktunya? Kan udah sembilan bulan?" Kali ini Farel yang bertanya.
"Hamil tuh umumnya sekitar 38 minggu atau setara dengan 9 bulan 2 minggu." Bukan Ayna yang menjawab melainkan Jehan.
"Betul." Ayna hanya menanggapi sambil memakan donat yang telah diambilkan oleh Jehan.
Farel hanya mengangguk paham, "Ega dimana?"
"Pulang, ambil baju gue," balas Ayna. "Kok Aksa nggak ikut, sih?"
Farel melirik Jehan yang duduk di sampingnya.
"Kenapa, sih? Ada yang gue nggak tau?" Ayna menegakkan tubuhnya, menunggu jawaban dari kedua sahabatnya.
"I confess my feelings to him." Jehan berkata dengan suara memelan.
Ayna yang mendengar ucapan Jehan sangat terkejut, "Seriously?"
"Gue nggak sengaja, Na. Gue kesel karena habis lihat Erlyn selingkuh sama Zake dan Aksa ngebiarin gitu aja padahal gue yakin banget dia tau kelakuan Erlyn itu kayak gimana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterlove [End]
Storie d'amore[Proses Revisi] Tidak pernah terbesit di pikiran Ayna untuk menikah dalam waktu dekat. Di otaknya hanya terisi skripsi, skripsi, skripsi, dan skripsi. Namun di tengah perannya sebagai mahasiswi semester tujuh, tiba-tiba ia dilamar oleh seorang laki...