"Ya ampun, Ijaz! Nggak boleh main air nanti masuk angin," teriakan Ega terdengar tetapi tidak membuat bocah 3 tahun itu berhenti menyemprotkan selang ke sembarang arah. Bajunya yang basah dan bibirnya yang mulai memucat tidak semata-mata membuat bocah itu berhenti bersenang-senang.
"Ijaz, denger ayah nggak?" Ega kembali berteriak tetapi kali ini ia harus menghentikan acara memasaknya dan menghampiri putranya tersebut.
"Kok berenti, ayah," rengek Eijaz ketika Ega mematikan keran air.
"Ijaz tadi janji mau siram tanaman ayah tapi kenapa malah dimainin airnya?"
"Ijaz mau mandi." Eijaz menjawab dengan suaranya yang masih terdengar cadel.
"Kalau mandi, ya, di kamar mandi bukan di sini. Ayo masuk!" Ega menggandeng tangan Eijaz yang masih terus merengek. Beruntungnya bocah tersebut tidak sampai menangis.
"Mama!" Gandengan tersebut terlepas saat Eijaz melihat dua orang berbeda generasi berjalan menghampiri mereka.
"Kok basah semua?" Aca menatap ke arah Eijaz yang menghampirinya.
"Gendong." Eijaz mengulurkan tangannya ke arah Aca.
"No, Ijaz basah semua. Mama nggak mau gendong."
Wajah Eijaz merengut kesal mendapat penolakan dari Aca.
"Bener-bener anaknya Bapak Ega." Aca mengelus rambut Eijaz yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Ijaz mau main sama Gio aja." Eijaz menghampiri Gio tetapi Gio menghindar.
"Ijaz basah, aku nggak mau." Celetukan Gio kembali membuat Eijaz terlihat kesal.
"Mandi dulu, Ijaz, nanti mainnya habis mandi. Bibir udah biru gitu," ujar Ega. "Gue mandiin Ijaz dulu bentar."
Aca mengangguk, "Oke, gue tunggu di ruang tamu."
Setelah kurang lebih 10 menit, Eijaz menyelesaikan acara mandinya. Kali ini Ega yang setengah basah akibat ulah putranya itu.
"Pinter banget ngerjain ayah kamu," ujar Aca sambil terkekeh ketika melihat Ega dengan baju yang setengah basah.
"Kenapa, Ca? Tumben ke sini."
"Heh, kayak gue nggak pernah ke sini aja," cibir Aca. "Gue mau fitting, nitip Gio, ya."
"Kenapa waktunya nggak tepat, sih? Kenapa waktu Ayna lagi pergi? Gue mana bisa jagain dua bocah." Bukannya tidak mau membantu Aca tetapi ia sendiri saja sudah hampir menyerah mengurus Eijaz tanpa bantuan Ayna.
"Latihan punya anak kedua."
"Nggak ada anak kedua." Ega menggeleng. Tidak lagi, sudah cukup memiliki Eijaz, ia tidak ingin melihat Ayna yang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan.
"Masih aja begitu, nggak kasihan Ayna? Dia pengen loh, punya anak lagi."
"Eijaz udah cukup buat gue." Ega benar-benar tidak ingin memiliki anak lagi. Ayna memiliki presentase besar untuk berada di kondisi seperti saat hamil Eijaz dan Ega tidak ingin mengulangi kondisi itu untuk kedua kalinya.
"Ya udah, deh, terserah Bapak Ega. Intinya gue mau nitip Gio."
"Ya udah. Mana barang-barangnya?" Aca menyerahkan satu tas bayi yang berisi perlengkapan Gio.
"Bye, gantengnya mama. Anteng-anteng, ya, sama Ayah Ega."
~~~
Ayna menatap terkejut ke arah ruang tamu yang sudah seperti kapal pecah. Mainan dimana-mana, bantal sofa yang sudah terlempar ke sembarang arah, hingga beberapa potong baju yang menyebar ke seluruh ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterlove [End]
Romance[Proses Revisi] Tidak pernah terbesit di pikiran Ayna untuk menikah dalam waktu dekat. Di otaknya hanya terisi skripsi, skripsi, skripsi, dan skripsi. Namun di tengah perannya sebagai mahasiswi semester tujuh, tiba-tiba ia dilamar oleh seorang laki...