"Lo kenapa lemes banget sih, Na?" Tanya Aksa dengan mata yang masih fokus pada layar televisi di depannya.
"Masih gak rela pulang kan lo," ujar Farel yang datang dari dapur membawa empat gelas minuman dingin.
"Harusnya lo disana aja terus suami lo suruh balik kesana begitu kerjaannya selesai," ujar Jehan. "Atau lo beliin gue tiket kesana biar bisa nemenin lo."
Sebuah bantal sofa melayang tepat mengenai wajah Jehan, "Aww..."
"Itu sih maunya lo," ujar Farel sebagai pelaku pelemparan bantal.
"Lo kenapa sensi banget sih sama gue? Lo iri ya karena gue udah mau sempro," ujar Jehan dengan kesal.
"Lo mau sempro, Je?" Tanya Ayna dan dibalas anggukan antusias oleh Jehan.
"Lihat aja walaupun lo sempro duluan tapi entar yang sidang gue duluan," ujar Farel tidak mau kalah.
"Kalau lo jadi dapet jadwal sidang kapan, Na?" Aksa yang tadi fokus pada gamenya, saat ini sudah bergabung bersama ketiga temannya.
"Tanggal 11 bulan depan."
"Dua minggu lagi dong?" Ayna mengangguk.
"Yah, gak bareng sama gue," ujar Aksa.
"Ha? Lo mau sidang juga?" Tanya Farel yang terlihat kaget.
"Kenapa emangnya? Gini-gini gue rajin bimbingan," ujar Aksa sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.
"Keren, gue kira lo bucin doang kerjaannya." Kali ini Jehan menimpali.
"Lah lo nggak tau? Dia kan udah jadi jomblo. Gue denger-denger sih diselingkuhin," ujar Farel seakan orang yang ia bicarakan tidak ada disini.
"Serius?" Tanya Jehan tidak percaya.
Farel mengangguk, "Dia kayaknya jadi rajin ngerjain skripsi juga gara-gara putus soalnya udah gak ada dimanfaatin ngerjain tugas cewenya."
"Apa sih? Gue cuma bantu."
"Mana ada ngebantu sampe lo begadang sedangkan dia ngemall sama temen-temennya," ujar Farel yang mulai mengeluarkan unek-uneknya.
Mereka pun melanjutkan mengobrol sementara Ayna masih melamun memikirkan suaminya Ega serta apa yang dilihatnya tadi.
Flashback
"Aduh, pasti farel ngomel kita telat gini."
Ayna terkekeh, "Gue udah tepat waktu ya, lo aja yang jemputnya telat."
"Salahin mobil gue, gak pernah dipake tapi sekalinya dipake bikin kesel," balas Jehan. "Eh, bentar. Hp gue mana?" Jehan sibuk menggeledah slingbag miliknya.
"Lo taro mana?"
"Gak tau lupa," balas Jehan lalu seketika ia memukul dahinya pelan. "Lupa, hp gue masih di mobil. Bentar ya gue ambil dulu, lo duluan aja gak papa. Unitnya nomer 215." Jehan berlari kecil menuju basemen.
Ayna mengangguk lalu kembali berjalan memasuki gedung apartemen.
"Ha? Enggak!" Pekikan seorang wanita yang menggema membuat Ayna menoleh. Sebenarnya pekikan wanita itu tidak terlalu keras, hanya saja lobby yang sepi membuat suara itu terdengar hingga telinga Ayna.
Saat dilihat, suara itu berasal dari wanita bergaun biru yang sedang berbincang dengan seorang pria yang tubuhnya terhalang tembok. Tidak mau terlihat menguping, Ayna memutuskan untuk melanjutkan langkag kakinga.
"Please, dengerin gue dulu." Kaki Ayna berhenti melangkah saat mendengar suara seseorang yang sangat familiar ditelinganya. Ia memberanikan diri untuk mundur hingga tubuh seorang pria terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterlove [End]
Romance[Proses Revisi] Tidak pernah terbesit di pikiran Ayna untuk menikah dalam waktu dekat. Di otaknya hanya terisi skripsi, skripsi, skripsi, dan skripsi. Namun di tengah perannya sebagai mahasiswi semester tujuh, tiba-tiba ia dilamar oleh seorang laki...