Lima belas - Retak

2.1K 110 3
                                    

Ramainya kondisi Bandara Ngurah Rai saat ini tidak mengganggu lamunan Ega sedikit pun. Lelaki itu bahkan sudah tidak tau ia melamun berapa lama. Mungkin beberapa orang yang melihat akan mengira ia memiliki masalah yang sangat berat seperti terlilit hutang puluhan miliar contohnya. Masalah Ega kali ini memang tidak berhubungan dengan materi namun hampir sama beratnya dengan terlilit hutang puluhan miliar.

Ega menghela napas lalu mengacak rambutnya kasar. Otaknya penuh dengan suara bentakan yang ia layangkan kepada Ayna. Merasa bersalah? Jelas, namun ia pun tidak bisa kembali ke hotel untuk sekedar mengucapkan kata maaf karena ada seseorang di Jakarta yang menunggu kedatangannya. Ia hanya berharap istrinya akan menyusul dan kembali ke Jakarta bersama dengannya.

Suara petugas bandara menginterupsi seluruh penumpang pesawat yang akan terbang menuju Bandara Soekarno-Hatta untuk segera boarding. Namun, panggilan itu tidak membuat Ega berdiri dari duduknya padahal pesawat yang disebutkan tadi merupakan pesawat yang akan membawanya ke Jakarta.

Ega melihat ke arah jam yang berada di pergelangan tangan kirinya, "25 menit lagi," gumamnya.

5 menit

10 menit

15 menit

Ega menghela napas lelah. Sepertinya sudah tidak ada lagi harapan Ayna akan datang. Ia memilih untuk segera memasuki pesawat.

~~~

"Shit!" umpat Ayna sesaat setelah selesai melihat jadwal penerbangan di layar yang telah disediakan. Boleh kah ia kesal kepada mertuanya karena memesankan penginapan yang jauh dari bandara dan menyebabkan Ayna tidak berhasil menyusul Ega? Kalau boleh ia sungguh ingin marah namun dirinya juga sadar bahwa ini merupakan kesalahannya sendiri.

"Penerbangan selanjutnya." Ayna bergumam sambil membuka aplikasi pemesanan tiket pesawat.

"Jam delapan malem?" Ayna masih sibuk menggulir layar ponselnya. "Tinggal bussiness class doang?" Ia mendengus kesal saat tidak menemukan penerbangan yang ia inginkan.

"Yaudah deh." Tanpa berpikir lama Ayna langsung memesan meskipun harus menguras saldo rekeningnya lebih banyak.

Selesai memesan tiket pesawat Ayna segera duduk untuk menenangkan diri, "Masih jam satu, gue harus nunggu dimana?" Ayna melirik jam di pergelangan tangannya.

"Hotel?" Ayna kemudian menggeleng. "Enggak enggak, rugi gak sih bayar hotel semalem tapi dipake cuma bentar. Mana sekarang weekend pasti lebih mahal."

"Tunggu di sini aja deh," ujar Ayna. "Tujuh jam gak lama kan," lanjutnya.

Waktu terus berjalan hingga waktu keberangkatan pun tiba. Ayna tersenyum lega saat suara petugas bandara terdengar. Hampir tujuh jam ia duduk dengan kecemasan yang luar biasa.

Bayangkan saja jika kalian harus menunggu selama tujuh jam demi memperbaiki rumah tangga yang sepertinya berada di ujung tanduk. Jelas tidak akan tenang. Ayna pun seperti itu, banyak hal yang bisa ia lakukan sambil menunggu namun tetap tidak ada yang bisa ia lakukan saat itu selain memikirkan nasib rumag tangganya.

~~~

Ega berdiri di depan pintu apartemen bernomor 217. Ia mengetuk pintu secara perlahan beberapa kali hingga seorang perempuan membuka pintu.

"Ega? Kok lo disini?"

"Lo disini juga, Bi?" Bianca, seorang perempuan yang membuka pintu apartemen milik Aca. Ia merupakan sahabat Aca dan Ega sejak SMA.

Bitterlove [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang