Chapter 22

5.7K 411 32
                                    

Bacotan Author!!

Wkwk kangen bngt ama nih dunia oren,

Hi, para readers, pakabs?!
Gimana, kalian masih inget ama alur nih cerita, Jujur gw lupa ama alur cerita gw sendiri, saking udh lamanya gk up, hampir satu abad±, mengesankan sekali bukan?! wkwkw

*Masih banyak typo, harap maklum y sodara!!

Dah jangan bnyk cingcong, baca, vote, komen, thankyouu<3

Dah jangan bnyk cingcong, baca, vote, komen, thankyouu<3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah berpisah dengan Lidya aku segera pergi menuju bank untuk mengurus sesuatu. Sepulang dari sana aku baru ingat mau pergi ke pets shop untuk membeli makanan kucing.

Ibuku sempat mau membuang kucing yang sudah susah payah aku rawat dengan sepenuh hati itu. Ibu bilang gara-gara ingin membelikan makanan kucing aku jadi terkena musibah.

Dan ibu bilang gara-gara itu juga aku harus berperang dengan obat-obatan di rumah sakit seminggu lamanya.

Hey siapa yang sudah mencuci otak ibuku yang cantik jelita itu? Sejak kapan kucing itu jadi sumber masalah. Gara-gara aku minggat dari rumah sepertinya ibu sudah salah pergaulan, siapapun tolong ibu saya!!

Dan jangan berharap pada ayah, dia adalah tipikal suami takut istri.

Sempat terjadi perdebatan panjang antara aku dan ibu tentang memperjuangkan hak hidup si kucing oren. Sekeras kepala apapun orang tua pasti mereka akan luluh jika sudah di hadapkan dengan tekad sungguh-sungguh dari sang anak. Ya tekad untuk mengurus kucing oren, meskipun hewan dengan bulu lembut itu kadang kali tidak tahu diri, kencing sembarangan di atas sepatu orang.

Namun pada akhirnya ibu memilih mengalah, dan mengijinkan aku untuk memelihara kucing itu.

"Ah, entah kenapa aku jadi rindu mamah,"

Maklum aku orang sentimental.

***
Setelah sampai ke apartemen, aku segera membuka sepatu  dan menyimpannya asal. Tak kuasa ingin cepat bersantai. Luka di akibat tersiram air panas sepertinya mulai menunjukan gejala sakitnya. Ini lumayan agak perih. Membuat ku sedikit berjinjit ketika berjalan.

Melihat wadah makanan si oren yang kosong melompong habis tak tersisa, membuat ku sedikit menggelengkan kepala. Dasar kucing gembul.

Aku segera membuka makanan kucing itu. Tanpa diberi aba-aba, si oren yg semula sedang tidur di atas sofa dengan santainya berlari cepat ke arah ku.

Dasar si tukang makan, kerja cuma tidur dan buang kotoran sembarangan.

Aku menuang kan makanan itu ke wadah khusus makanan kucing. Aku tersenyum sendiri ketika melihat si oren makan dengan lahap.

The Last VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang