Sepuluh

3.7K 392 2
                                    

Vote jangan lupa gesss, dah bela-belain update nih, atau Tante gigit lohh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote jangan lupa gesss, dah bela-belain update nih, atau Tante gigit lohh

(. ❛ ᴗ ❛.)

⏱️⏱️⏱️

Aleth kembali menunggangi kuda diselimuti rasa ingin menghabisi nyawa laki-laki gila itu. Jangan salahkan Aleth kalau ia menyebut pangeran Brilliance gila, kenyataannya memang seperti itu kok.

Belum setengah jam harus menjelajahi hutan kembali. Meskipun dirinya yakin Spincer pasti akan melindunginya, tetapi ini sangat malam, hanya suara jangkrik dan hewan-hewan kecil yang menemaninya sepanjang jalan seperti alunan melodi musik.

Aleth memperhatikan sekitar, meskipun gelap dia yakin kalau ini bukan hutan yang dilewatinya tadi.

Aleth melirik tangan kekar terbalut kain hitam yang sangat erat menggenggam tangannya, senyumannya tipis hanya segaris meskipun sebentar pikirannya menariknya kembali ke kesadarannya.

Mata gadis itu menyipit melihat pandangan di depan sana, bola matanya bergerak menatap seluruh prajurit langsung membungkukkan tubuhnya ketika ia dan Spincer memasuki gerbang istana.

Lagi-lagi Aleth merasa geram ketika ditinggalkan sendirian diatas kuda apalagi di tengah-tengah lapangan. Ya ... Aleth menyebutnya sebagai lapangan.

"WOY SIALAN!"

Aleth berdecak kesal. Prajurit yang berdiri sebagai penjaga istana langsung berlari menghampirinya.

"CEPETAN!!!" Aleth menutup mulutnya, ia benar-benar tidak berniat membentak orang yang lebih tua darinya. Ini semua dikarenakan rasa takut jika kuda yang ia tunggangi tiba-tiba kabur membawanya entah kemana.

Aleth menumpukan tangannya ke pundak prajurit tua itu perlahan menuruni kuda dengan hati-hati membuat Aleth jauh lebih bisa bernafas lega daripada dibantu Spincer.

Aleth membungkuk. "Makasih, dan maaf udah nggak sengaja ngebentak paman."

Aleth terkekeh melihat prajurit kebingungan dengan bahasa yang ia gunakan.

Memasuki istana dengan tergopoh-gopoh, Aleth selalu menabrak orang-orang yang lewat.

"Aleth!"

Aleth menoleh mendapati Leonard bersama dengan Dya. Menatap mereka jengah, sambil menguap lebar tanpa menutup mulut, Aleth tidak perduli dengan tatapan terkejut dua sepasang kekasih itu.

Kalian bayangkan saja, tengah malam menyusuri hutan dengan menunggangi kuda ditambah udara dingin dengan gaun yang tipis. Ya jelas Aleth kelelahan. Ingatlah, dirinya dan makhluk yang berasal disekitarnya tidaklah sama.

Menatap ke luar dimana udara sejuk semakin terasa, biasanya jam segini Aleth sedang bermimpi bersama selimut, bantal dan guling nya.

"Aleth, apakah dirimu tak mau meminta maaf kepada raja? Agra ada di aula pertemuan," kata Leonard.

Dunia Berbeda (END✅) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang