Dua belas

3.3K 399 11
                                    

Mohon tekan bintang di pojok kiri bawah sebagai bentuk apresiasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mohon tekan bintang di pojok kiri bawah sebagai bentuk apresiasi

⏱️⏱️⏱️

Kamar penuh kemewahan ini tidak membuat Aleth bahagia. Setiap hari mimpi-mimpi sedih bermunculan, mulai dari kedatangan orang tuanya mengajaknya pergi, dan dirinya yang meninggal dunia.

Di pojok ruangan dekat pintu masuk, berdiri seorang laki-laki gagah bermata biru tua. Dia dari tadi mengamati seorang gadis yang meringkuk sambil terisak. Gadis itu memang tengah menangis tapi Spincer tidak ada niat untuk menenangkannya.

"Tujuanku kesini untuk menandai mu, Aleth," ucapnya sambil menatap satu cangkir kecil berisi cairan yang tercampur lima tetes darahnya dan melati liar.

Aleth menatap orang dihadapannya, tatapannya semakin menurun berhenti di cangkir yang dipegang pangeran sialan itu.

"Mau racun gue?"

"Tidak, otak kecilmu itu kenapa isinya yang tidak-tidak, segeralah buang semua."

"Dih, otak-otak gue ngapa lo yang sewot."

"Ucapanmu itu tidak mencerminkan umurmu yang sudah 18 tahun, aku sarankan lebih lembutlah kepada suamimu ini."

Aleth tertawa paksa mendengar celotehan Spincer. "Cari istri lain sana."

Spincer meletakkan cangkir itu diatas tangan Aleth. "Minumlah agar stamina mu kembali."

"Vitamin apa racun ini?"

"Tidak keduanya, cepatlah minum." Spincer memaksa Aleth meneguk semuanya. Meskipun terpaksa gadis itu menurut saja.

"Santai dong, gue bukan species kek lo."

"Batimu sudah terhubung dengan batinku, jadi kalau ada apa-apa panggil saja namaku."

"Gue mandiri, Gra! Gue nggak butuh bantuan orang lain."

Spincer menggeleng. "Kau itu gadis merepotkan seterusnya seperti itu."

"Bicit." Aleth mengacungkan kedua jari tengahnya. "Fuck you dragon, fuck you!"

⏱️⏱️⏱️

Di taman belakang istana sepasang kekasih sedang menghabiskan waktu berdua. Leonard, laki-laki itu terlihat mengelus rambut putih adik dari pangeran sialan.

Terpaksa Aleth menghentikan langkahnya. Mengangkat gaun yang menurutnya lumayan berat ini, perlahan namun pasti, ia menghampiri mereka berdua

"Kalau kata Pak Ustadz di tengahnya itu setan."

Kedua makhluk jadi-jadian itu menoleh lalu tertawa bersama. Aleth bingung humor mereka kenapa sangat rendah padahal menurutnya itu bukan sebuah lelucon.

Beralih ke depan mereka, meskipun keduanya terpaksa, Aleth tetap bisa duduk diantara mereka berdua.

Dya menyadari pancaran aura wajah Aleth berbeda, gadis berambut putih itu mengamatinya dengan seksama sampai akhirnya ia melihat cincin di jari manis Aleth.

Dunia Berbeda (END✅) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang