Selalu ada cerita di setiap episode kehidupan. Selalu ada kesempatan di setiap peluang yang tercipta. Selalu ada pilihan di setiap jalan yang ingin dijalani. Selalu ada setiap konsekuensi di setiap pilihan. Karena Allah tak membiarkan manusia berjalan tanpa aturan. Karena dalam setiap pilihan ada kesadaran manusia bahwa kelak pilihannya itu akan dihisab. Apalagi setelah turun ilmu dan pengetahuan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dipilih.
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahalanya). Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan" (QS. Al Anbiya: 47)
Kayla meletakkan tumpukan kertas nota yang tadi sempat ia pegang. Dihelanya napas panjang. Lalu diusapnya wajah yang masih lembab oleh air wudhu dengan kedua tangannya. Seharusnya guyuran air wudhu dan sholat zuhur yang telah ia tunaikan mampu membuat hatinya tenang. Mampu mengusir galaunya. Mengembalikan fokus yang sedari tadi menguap entah kemana. Bukankah sholat adalah doa. Tempat manusia melaporkan segala resah dan gelisahnya. Meminta segala ingin dan maunya.
Namun manusia tetaplah manusia. Dengan segala sisi manusiawi yang dimiliki. Segala sisi kelemahan yang dipunya. Keimanan yang tak permanen berada di titik tertinggi. Tapi bergerak ke atas dan ke bawah. Tetap saja merasakan sedih, kecewa, resah, galau dan sederet sifat manusia. Karena manusia bukanlah malaikat, bukanlah robot dan bukan benda mati yang tak memiliki rasa dan karsa.
Iya. Kali ini Kayla seperti seorang yang sedang mengalami kekalahan. Tapi Kayla sendiri tak bisa menjawab, ia kalah dari apa. Kayla merasa kecewa. Tapi tak tahu kecewa pada siapa dan karena apa. Sungguh Kayla tak memahami dirinya sendiri. Semangatnya menguap entah kemana. Setidaknya hal seperti itu sudah hampir seminggu ini terjadi.
Kayla menyandarkan punggung ke kursi. Memejamkan mata sejenak. Tangan kanannya memijat ringan pelipisnya dan tangan kirinya bersedekap di depan perut.
"Ibu sakit?" Sebuah suara membuat Kayla spontan membuka mata. Linda sudah berdiri di ujung pintu.
"Eh Lin...." sahut Kayla pendek. Ia membetulkan letak duduknya. Tak ingin mengesankan kalau sebetulnya ia sedang tidak baik-baik saja.
"Bu Kay sudah makan?" Linda malah lanjut bertanya. Kayla dan Melsa memang menerapkan sistem kekeluargaan yang kuat diantara mereka selaku pemilik butik dengan semua karyawan. Meski tetap ada batasan pimpinan dan bawahan, tapi mereka tak secara kaku menerapkannya. Saling menegur, makan bersama, menanyakan masalah jika terlihat ada yang sedang sedih sudah biasa diantara mereka. Jadi jika Linda menanyakan hal seperti itu, Kayla menganggapnya biasa saja. Bukan menganggapnya menyelidik atau sok ingin tahu.
"Sudah tadi, Lin" ujar Kayla sambil menunjuk sekilas bungkusan nasi yang masih tersisa. Terus terang Kayla tak terlalu nafsu makan.
"Ada apa Lin?"Tanya Kayla agar Linda tak terus bertanya. Ia bisa melihat Linda menatapnya agak intens.
"Ini laporan beberapa penawaran dari produsen abaya yang tadi dikirim, Bu" Jawab Linda sambil menunjukkan sebuah map warna merah yang ada di tangannya.
"Oh ya. Letakkan saja disitu, Lin..." jawab Kayla datar. Tak terlalu bersemangat. Padahal biasanya Kayla sangat antusias jika ada produsen baru menawarkan produknya. Ia bisa melihat aneka gamis cantik terupdate. Ya semacam windows shopping. Kemudian memilih gamis yang sekiranya banyak diminati oleh para pelanggannya.
"Sepertinya bu Kay butuh istirahat. Wajah bu Kay terlihat capek sekali" Ucap Linda sembari meletakkan map warna merah tadi di hadapan Kayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPEAT TO LOVE
Spiritual#Spin off LSIH 5 Bila manusia meyakini jika jodoh telah tertulis di lauhul mahfudz sejak 50 ribu tahun yang lalu. Lantas buat apa kita harus bingung ketika jodoh itu belum datang? Jodoh bukan untuk dikejar, bukan untuk ditargetkan da...