🌼8. Twist of the Heart 2🌼

1.9K 414 39
                                    


      Afshan menutup beberapa modul yang ingin ia pelajari malam ini. Besok hari terakhir sekaligus ujian bagi peserta pelatihan. Meski sudah berstatus sebagai pegawai, namun ilmu dan keahlian harus terus di upgrade. Kalau tidak maka akan terjadi kinerja yang stagnan. Tidak ada kemajuan. Tentu pegawai yang seperti itu tak dibutuhkan oleh masyarakat. Tak bisa kerja, tapi tetap menunggu gaji.

       Afshan pun memilih pindah duduk di atas tempat tidur. Hotel yang disiapkan untuk pelatiihan tentu bukanlah hotel bintang lima. Kamar yang disediakan pihak panitia juga bukan kamar besar layaknya hotel besar. Tapi kamar yang standar, namun bagi Afshan sudah cukup membuatnya nyaman.

          "Saya kira mas Afis jadinya nikah sama akhwat sastra Inggris yang namanya Kayla itu" Afshan mengingat obrolan tak terduganya dengan Firman.

        "Mm...Kenapa kamu bisa punya kesimpulan kalau saya menikah dengan Kayla, Man?" Afshan malah bertanya. Ingin tahu kenapa kisahnya dengan Kayla sepertinya sudah menjadi pembahasan umum.

       Firman malah tersenyum. Afshan kira dirinya bukanlah mahasiswa istimewa yang layak mendapat sorotan. Tapi Firman malah memandang sebaliknya.

        "Yaa...karena kami. Mm, maksudnya saya sama beberapa yang aktif di unit kerohanian melihat kedekatan mas Afis dan Kayla. Mas Afis waktu itu kan termasuk senior yang lumayan famous. Dan kebetulan istri saya itu satu fakultas dengan Kayla. Tapi adik tingkatnya. Katanya sih Kayla juga lumayan famous di sastra Inggris kala itu" penjelasan Firman membuat Afshan anggut-anggut saja. Tak merasa dirinya  famous.

       "Ah seperti itu rupanya"

      "Hehe. Maaf lho mas Afis. Pembahasannya kok malah nyenggol masa lalu nih" ujar Firman sedikit tak enak.

        Afshan menggeleng pelan. Sama sekali tak merasa ada yang salah dengan pembahasan mengenai dirinya dengan Kayla.

       "It's okay. Kenyataannya kami dulu memang dekat kok. Hanya saja...Ah rumit untuk dijelaskan" Afshan merasa tak harus menceritakan kehidupan pribadinya pada Firman. Dan Firman pun memahami hal itu.

        "Ya nggak usah dijelaskan mas. Oh ya ngomong-ngomong pelatihan disini tentang apa mas?" Firman sengaja mengalihkan tema pembicaraan.

         Ting...

      Suara ponsel milik Afshan berdenting. Membuyarkan ingatan Afshan tentang obrolannya bersama Firman. Afshan sekilas melihat nama Erina di pop up ponsel.

Erina

       Ayah besok kan pulangnya? Jam berapa?

        Afshan tersenyum sekilas membaca pesan dari putrinya. Bukan putri kandung, tetapi Afshan tak pernah menganggapnya begitu. Bagaimanapun kehadiran Erina mampu memberikan warna cerah buat hidupnya yang masih sendiri. Baginya Erina sudah menjadi bagian dari hidupnya sebagaimana ibu yang masih ia miliki. Karena sang ayah telah berpulang beberapa tahun yang lalu.

       Afshan segera membalas pesan Erina. Mengetikkan balasan dan sedikit pertanyaan.

Me

      Insya Allah besok ayah pulang sore. Doakan lancar. Oh ya tadi kenapa kok sambungan telponnya terputus.

      Afshan menanyakan perihal sambungan video call yang terputus tiba-tiba tadi sore. Sebetulnya Afshan bisa menebak kalau putrinya itu lupa mengisi daya baterai ponsel miliknya. Sebetulnya Erina memang tak pernah minta dibelikan ponsel. Afshan malah senang sebetulnya karena Erina lebih senang membaca buku cerita berbahasa Inggris daripada berlama-lama memegang ponsel. Namun Afshan tetap memberikan Erina ponsel pribadi agar komunikasi tetap lancar. Ia tetap bisa mengetahui jadwal sekolah atau les yang terkadang tak tentu. Afshan sebisa mungkin tak merepotkan ibunya yang sudah sepuh.

REPEAT TO LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang