Baru awal, belum akhir.
🌵🌵
Kalan mengetuk-ngetukkan pensil ke meja belajar. Buku di depannya sudah terbuka, tapi sama sekali belum ada coretan di dalamnya. Kertas itu masih bersih.
Jam pun sudah berputar menemani Kalan yang bingung akan melakukan apa. Cowok itu ingin belajar, tapi malas. Kalan ingin tidur, tapi tidak mengantuk. Kalan juga ingin mengobrol, tapi sama siapa?
Lama-lama bosan juga seperti ini. Cowok berbaju abu oblong itu pun bangkit dan membuka pintu kamar. Hendak melangkah, tapi urung sebab terdengar pembicaraan dari bawah. Bayu tengah mengobrol, entah dengan siapa. Kalan pun tak berniat untuk melihat dan memilih untuk masuk kembali ke kamarnya.
Tring!
Cepat-cepat dia mengambil ponselnya yang berbunyi. Satu chat masuk dari Jauzan.
Jauzan:
LanKalan:
Hah?Tidak ada lagi balasan. Bahkan, hanya centang satu. Jauzan itu kadang aneh. Sering cowok itu mengirim chat pada Kalan, tapi saat dibalas justru balasan dari Kalan hanya dibaca atau tidak dilihat sama sekali.
Pukul sebelas malam. Sudah lama dia diam di kamar dengan rasa bosan. Bayu juga terdengar masih mengobrol. Terdengar serius. Namun, sering pula kakeknya itu tertawa keras.
Tenggelam dalam rasa bosan, akhirnya kantuk pun menyerang. Kalan meloncat ke kasur setelah tadinya rebahan di sofa kamar. Cowok itu menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam selimut tebal bergambar spiderman.
Sementara di bawah, pukul setengah dua belas Bayu menutup pintu setelah tamunya pamit pergi. Laki-laki yang sudah sedikit beruban itu, lalu naik ke tangga dan berdiri di depan kamar Kalan.
Pintunya dia buka. Bayu pun melangkah masuk dan duduk di tepian kasur Kalan. Terdengar deru napas yang tak beraturan. Keringat membanjiri wajah Kalan yang tidur sembari meremas seprai yang bermotif sama seperti selimutnya.
Bayu menatap Kalan. Menatap cucunya yang tampak kesulitan bernapas. Kedua alis Kalan berkerut dalam. Kepalanya bergerak ke sana-sini tak nyaman.
"Alan," panggil Bayu sembari mengusap kepalanya pelan. "Bangun."
Perlahan kelopak mata Kalan terbuka. Seprai yang dia cengkram pun akhirnya terlepaskan. Kalan segera menyingkirkan selimut dan mendudukkan tubuhnya.
"Makanya berdoa dulu." Bayu mengingatkan.
Di tempatnya Kalan menghela napas panjang. Lagi-lagi dia mimpi buruk. Mimpi yang menyiksa dirinya sendiri.
"Tamu Kakek udah pulang?"
Bayu mengangguk. "Udah, barusan. Dia teman lama Kakek, baru saja kemarin pindah ke kemplek kita. Biasa, kalau ketemu suka lupa waktu."
"Kakek keluar lagi. Silahkan lanjut tidurnya."
Kalan menekuk lutut setelah Bayu keluar. Cowok itu menatap tumpukan buku di meja belajarnya. Kalau dia bermain dengan pensil yang menari di atas kertas dan tidak tidur, pasti tidak mimpi itu lagi, 'kan?
Kalan mematung. Merasakan panas di dadanya. Mata cowok itu terpejam rapat. Seharusnya Kalan tidak memikirkan mimpi itu. Seharusnya tidak. Namun buktinya, setiap hari dia memikirkannya. Memikirkan kalau hal itu benar-benar terjadi. Bagaimana kalau orang yang dia percayai, menyiksanya secara nyata?

KAMU SEDANG MEMBACA
In Fabula
Fiksi RemajaAku yang merindukanmu secara nyata. ~•~ Kalan penasaran pada Makaila yang mengiranya bakal loncat dari jembatan layang. Pertemuan yang singkat, tapi berakhir panjang setelah Kalan jatuh hati pada Makaila. Namun, seorang Makaila terlalu enggan untuk...