after 4

58 18 0
                                    

Ini bulan ketiga Langit menjomblo, rekor tertinggi yang cowok itu pegang selain pacaran seminggu. Entah mungkin dia beneran mau fokus kuliah dulu setelah 2 tahun lalu sibuk main-main. Udah semester 5 harus fokus biar nggak keteteran pas mau skripsi.

"lo sakit apa gimana? 3 bulan nggak pernah bolos berasa aneh gue." aku Satya diakhir kelas mereka.

"bukannya bagus? Gue tobat Sat, mau lulus dulu baru pacaran." sahut Langit santai setelah selesai menyimpan beberapa buku di lokernya.

"nggak ada rencana mau ngajak mantan jalan? Katanya akur, kok jarang banget ngumpul?"

"yang mana? Emang kalian sering ngumpul?" tanya Langit balik.

"yang terakhir lah, Renjana sering kita ajakin ngumpul tau. Lama-lama kasihan kalau sendirian." sahut Satya lagi.

"oh, ya gue sedang proses menebus dosa pada para dosen biar nilai gue memadai. Lain kali deh ikut ngumpulnya." tolak Langit.

"nggak, kali ini lo harus ikut kita ngumpul. Malem minggu waktunya santai." Satya udah nyeret Langit ke parkiran karena dia tau kalau nggak gitu cowok mata rubah itu pasti kabur.

"gue nggak libur besok, lo aja deh sama mereka yang ngumpul." Langit berusaha keluar dari tangan Satya tapi zonk.

"nggak bisa, lo kira gampang kabur dari gue. Jangan banyak alasan sesekali bolos lagi pak dosen juga paham." paksa Satya.

"iyadeh, lepasin dulu ini. Lo nyekek gue lama-lama." keluh Langit.

"gitu dong dari tadi kan enak. Lo depan, biar nggak melipir kabur." Satya nunggu Langit men stater motornya baru lah dia menyusul.

"mau kemana?" seru Langit pas mereka udah dijalan.

"ikut gue aja, kita double date lagi." ajak Satya mendahului Langit.
.
.
.

"lama banget say, jamuran nih kita nunggunya." sapa Naya pas ngeliat 2 bujang itu muncul.

"maaf, si mantan kerdus harus dibujuk kinderjoy dulu baru mau ikut." Satya mengambil duduk disebelah Naya kemudian.

"dikira bocah, jadi mau ngapain kita disini?" Langit ikut duduk disamping Renjana.

"ya makan dong mas, heran gue jadi random banget lo sekarang." sungut Naya.

"ya siapa tau cuma nongkrong, maaf deh jadi jarang ikut ngumpul." Langit paham sibuknya dia bikin mereka jarang ketemu.

"baru sadar anda? Balik lagi deh jadi kerdus aja, lo nggak asik kalau rajin begini." protes Naya.

"kan Langit mau tobat, iyakan?" Renjana menyahut setelah menjadi pendengar sedari tadi.

"Rena aja paham, temennya mau tobat tuh di dukung bukan di hasut biar balik kerdus lagi." Langit setuju dengan ucapan Renjana.

"tapi mereka ada benernya juga, katanya temenan kok jarang ngumpul? Lo nggak lagi menghindar dari gue kan?" sial Renjana tepat sasaran.

"enggak, ngapain menghindar. Kita nggak ada masalah kan? Perasaan lo aja kali." elak Langit.

"kayaknya kita perlu ngobrol, gue tau ada yang salah sama lo." Renjana kembali menebak dengan tepat.

"o-ow... Kita kayaknya pergi aja deh, selesaiin masalahnya pake kepala dingin ya." Satya paham keduanya sedang canggung.

"mau kemana, udah disini aja lo pada. Bukan masalah besar kok, gue juga nggak ngehindar. Lo tau sendiri sesibuk apa gue beberapa bulan ini." Langit berusaha kalem.

"nggak usah bohong, gue tau elo. Kita pernah pacaran." Renjana berujar.

"karena taruhan seminggu, sama kayak lo yang bilang seminggu nggak bakal baper ke gue. Lo juga nggak bakal kenal gue gimana karena kita cuma pacaran seminggu." dengus Langit. "gue paham lo nggak baper ke gue dan lo minta kita tetep temenan. Fine gue setuju dan kesibukan gue emang lagi padat aja jadi jarang ngumpul sama kalian. Jangan overthinking nggak baik buat kesehatan." lanjut Langit kemudian mengusak kepala Renjana.

SepekanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang