Latar tempat masih sama, di ruang tamu rumah Renjana. Bedanya kalau tadi Langit ngobrol sama Renjana bahas soal status, sekarang cowok itu ngobrol sama bapaknya Renjana. Yaaah anggaplah pendekatan ke camer.
"ini mana Rena, pacarnya dianggurin." ucap si bapak.
"tadi katanya ke kamar bentar om, gapapa kan ada om yang bisa diajak ngobrol." alibi Langit.
"ma, ada mas Langit tolong panggilin Rena. Masa udah diajak main pacarnya nggak ditemuin." ucap si bapak lagi. Langit juga heran kenapa status mereka belum berubah dikeluarga Renjana, ya walaupun status itu juga berlaku di keluarga Langit sih.
"emang Rena belum ada pacar lagi?" kepo Langit dan dia justru dihadiahi kerutan heran.
"lah udah ada kamu kenapa harus cari pacar lagi? Rena punya temen cowok lain yang lagi deketin dia, makanya kamu jarang kesini lagi?"
"oh enggak, saya jarang kesini karena banyak tugas kok om. Rena juga tau itu." ujar Langit canggung karena tebakannya benar, Rena belum mengatakan bahwa mereka hanya pacar seminggu.
"nih anaknya, kamu itu kalau pacar kesini ditemuin. Bukan malah di kamar nggak jelas." mama Renjana menarik anak perempuannya supaya duduk diruang tamu bersama Langit.
"tadi kan udah, lagian kita nggak pacaran mama..." elak Renjana.
"pake malu segala, kalau sering jalan berdua terus sering dateng kerumah sama saling berkabar lewat chat nggak disebut pacar disebutnya apa? Kalian lagi ribut, makanya Langit jarang kesini lagi?" gelengan keduanya menjadi jawaban sang ibu.
"Langitnya sibuk kuliah, Rena pengennya diperhatiin makanya uring-uringan dari kemarin." adu sang ayah yang membuat Renjana malu sementara Langit mengangguk paham.
"kalau gitu saya pamit om, tante." Langit beranjak dari tempatnya duduk, toh Renjana juga belum menjelaskan apa status hubungan mereka sekarang.
"eh udah mau pulang, yaudah kamu anterin sampe depan. Hati-hati ya, sering main kesini biar Rena nggak ngambek."
"iya tante, kalau gitu saya permisi." Langit keluar diikuti Renjana yang terlihat malas.
"nggak usah nganter kalau males, udah buruan masuk aja. Kenapa nggak bilang kalau kita cuma temenan? Takut ditanyain sama mereka?" Langit berhenti di gerbang kemudian berbalik kearah Renjana.
"gue nggak pernah bilang kita pacaran, mereka aja yang nyimpulin kita masih pacaran." ucapan Renjana hanya diangguki Langit paham.
"cuma mau mastiin aja kalau apa yang gue denger tadi bukan halusinasi karena terlalu pengen kita balikan, lo beneran baper ke gue? Setelah selama ini lo tsundere." dan decakan serta anggukan malas Renjana membuat perut Langit berasa ada banyak kupu-kupu.
"udah pulang sana, masalah status terserah lo mau anggep kita apa." Renjana mendorong Langit keluar gerbang sembari menunduk untuk menutupi wajahnya yang bersemu.
"boleh go public nggak, berarti kita balikan iya kan?" Langit masih enggan pergi, entahlah wajah bersemu Renjana terasa langka dan sayang untuk terlewat.
"bodo amat, buruan pulang. Besok pagi kalau lo nggak jemput kita batal balikan udah sana." usir Renjana masih menghindari tatapan Langit.
"liat orangnya dong kalau ngomong, iyadeh besok dijemput. See you then my girlfriend." Langit mengalah kemudian menstater motornya.
"hati-hati, titip salam buat orang rumah. Bilang anaknya udah nggak kerdus lagi sekarang." Renjana berujar asal.
"iyalah, kan udah ada pawang. Mana galak lagi." gurau Langit. "makasih ya buat bantuan nya." lanjut Langit karena cowok itu tau, tanpa Renjana mungkin dia bakal di cap playboy selama masa perkuliahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepekan
Teen Fiction"gue galau nih, cariin pacar dong. Ada rekomen?" "setan dikira anak orang tempat wisata pake segala rekomen." . . . "mau ya pacaran sama Langit, seminggu doang nggak bakal rugi elo." "apaan sih? Tolong biar langit aja yang php gue soal panas sama hu...