Sapaanmu

67 22 2
                                    

Kau siapa? Diam-diam menyapa ....

Kau yang diam-diam itu,

juga membuatku diam-diam menunggu.

Menunggu disapa olehmu.

Sapaanmu seperti heroin,

membuatku candu ....

☕ ☕ ☕ ☕ ☕

Januari, 2013

     Masih jelas ingatan Zaara atas perkataan Mama ketika awal dirinya bergelar mahasiswa, satu setengah tahun lalu. Mama selalu mengulang perkataan yang sama saat Zaara kedatangan teman lelaki yang bertamu. Bagi Zaara, laki-laki yang berkunjung itu hanya tamu, hanya seorang teman. Tak pernah Zaara anggap lebih. Mama saja yang terlalu takut anak gadisnya disakiti. Tetapi, Zaara mengerti, namanya juga orang tua, tentu akan menjaga anak gadisnya.

     Zaara menghela napas. Berdiam diri di depan laptop yang masih menyala. Taskbar yang melintang pada tepi bawah desktop, berderet beberapa aplikasi yang Zaara buka. Selain Word yang berisi tugas kuliahnya, ada beberapa format PDF berisi jurnal penelitian untuk rujukan tugas, ada aplikasi Facebook, Youtube, Google, Twoo, juga pemutar video untuk menonton drama Korea.

     Zaara, anak perempuan yang akan menginjak usia 20 tahun. Tak dapat dimungkiri, terkadang punya keinginan memiliki sosok lawan jenis yang memperhatikannya, sesekali memberikannya kejutan, atau menjemputnya pulang kuliah. Zaara ingin tahu rasanya berhubungan dengan lelaki, yang diistilahkan pacaran. Ada kalanya Zaara merasa iri dengan teman perempuannya yang memiliki kekasih, bahkan sudah bertunangan. Bagaimana mereka diperhatikan kekasihnya.

     Terlahir sebagai anak pertama di keluarga yang menjunjung tinggi nilai religius, Zaara bergeming. Ia sudah diberi pemahaman tentang aturan laki-laki dan perempuan. Tapi hatinya menolak. Membenarkan tingkah teman-temannya yang berpacaran. Zaara tahu benar konsekuensi dari pikirannya ini, tetapi keinginan dalam hatinya memiliki pengaruh lebih besar.

     Sebenarnya, Mama tak sepenuhnya melarang Zaara berpacaran. Perkataan Mama meski tak membawa dalil agama, tetapi Zaara lebih dari mengerti jika memang ada batas yang berlaku dalam hubungan lawan jenis.

     "Zaa enggak boleh pacaran dulu. Ngerti?"

     Zaara mengangguk lemah.

     "Belajar yang benar. Sekolah yang benar, sampai selesai. Harus lulus dengan baik. Abis lulus, cari kerja yang benar. Kalau Zaa udah dapat kerja, mau cari laki-laki yang model gimana aja, juga bisa," tegas Mama.

     "Ya tetap, enggak boleh pacaran. Jaga nama baik orang tua. Apa itu pacar-pacaran. Enggak ada tuntunannya juga. Nanti kalau udah masanya, Zaara langsung aja menikah," timpal Ayah dari sofa depan televisi.

     Jika sudah seperti itu, biasanya Zaara akan langsung masuk kamar, atau menenggelamkan diri dengan buku bacaannya. Mendengarkan kedua orang tuanya hanya akan membawa Zaara para prasangka buruk, yang dapat membuatnya mungkin menjadi tak menggubris nasihat orang tua. Ia tak ingin disebut anak durhaka kalau membantah mereka. Itu saja.

    Zaara kembali membuang napas, menatap layar laptop. Membuka akun Facebook, ada satu pesan dari temannya. Zaara ingat, teman perempuannya ini bertemu kekasih yang akan jadi calon suaminya di salah satu jejaring sosial.

     Terkadang, Zaara pernah berpikir, bagaimana jika jodohnya ia temukan melalui media sosial? Namun, kebanyakan teman Zaara selalu berkata, jika hubungan yang dimulai dari perkenalan maya, tidak akan bisa berujung serius. Jika memang ingin menjalin hubungan, berani pula berkenalan di dunia nyata.

SEDUHAN TERAKHIR (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang