Di kediaman yai maswan
"nduk."
"dalem bah." jawab nisa santun
"kemarin bagaimana dengan rasyid?."
"gus rasyid tak menginginkannya bah."
"kamu kecewa?."
Ning nisa menunduk tidak berani memandang wajah abahnya
"kamu suka dia nduk?."
"njeh bah, tidak ada yang menolak pesonanya bah, tapi mungkin ini bukan takdir nisa bah."
Yai maswan tersenyum mendengar jawaban putrinya.
"mungkin Allah sudah merencanakan yang lebih baik sa."
"inggih bah."
********
Setelah pertemuan kemarin yai Abdul belum sempat mengobrol dengan putra bungsunya. Tapi beliau sudah mengira jika putranya telah menolak gadis teman karibnya. Tak tahu bagaimana jalan pemikiran putra bungsunya itu. Seperti gadis yang menolak sana sini.
"yang kamu harapkan bunga bentuk seperti apa le?." pertanyaan pak yai ketika melihat putranya memasuki ndalem pagi ini.
Pria itu ikut duduk disebrang samping kiri abahnya.
"bukan bentuknya bah."
"lantas apa yang membuat hatimu menemukan rumahnya."
"pesona bunga itu sendiri bah, yang dapat menaklukan insan yang melihatnya." jawabnya sambil menunduk
"umurmu sudah matang le, apa kamu sudah menemukan pilihanmu sendiri, berkatalah abah ingin dengar. "
"apa abah mengijinkan jikan rasyid memilih rumah sendiri bah?."
"jika itu baik, abah meridhoimu."
"meskipun bukan seorang ning?. "
"Ya. "
"tidak fasih dalam keilmuan?. "
"yang terpenting baik le, tidak membawa madhorot dalam keluargamu, nanti abah bicarakan sama umimu." ujar yai abdul dengan meninggalkan putranya termenung di ruang tamu.
Yai abdul berhenti dan berucap kembali.
"temuilah orang tuanya jika hatimu sudah mantap untuknya, dan bawalah kesini kenalkan dengan abah dan umi. "
"inggih bah." jawabnya dengan tersenyum
*********
Toko perbelanjaan Jaya Abadi sangat ramai. Karena perhitungan hari raya tinggal sehari lagi. Banyak orang belanja persiapan menyambut datangannya hari kemenangan itu. Termasuk aku dan kakak iparku. Yang berburu kue nastar dan jajan pelengkap lainnya. Kakak iparku mba anna bertemu temannya semasa mondok dulu.
"loh anna, apa kabar?. "
"ning dijah?. " pekiknya
"iya na ini aku, kok kamu disini, rumahmu daerah sini tah?. "
"tidak mbak, kesini mudik rumah mertua. "
"lha,, udah berapa buntut, haha... "
"satu ning. "
"sama na, dunia sempit ya, rumah suamiku juga daerah sini juga. "
"siapa nama mertuamu ning?. "
"pak abdul na. "
"pak yai abdul tah?."
"iya. "
"masya Allah itu si deket dari rumah mertuaku ning. "
"iya tah, kapan-kapan mampir lah, kalo lagi disini, ini siapa?." tunjuknya padaku
"adiknya suami. "
"ealah, nggak kalah cantik nih sama mbak ipar, hehe... Siapa mbak namanya?. "
"aisyah ning. "
"salam kenal aisyah, saya khadijah, yaudah saya duluan ya takutnya dicariin anak, hehe.. Mari. "
"iya monggo." jawabku serentak dengan kakak iparku
Aku berfikir lagi, berarti dia kakak iparnya gus rasyid, ya lagi-lagi aku teringat tentangnya
"syah udah belum belanjanya kok malah melamun. " ujar kak anna membuyarkan lamunanku
"eh iya kak, belum ayo cari kesana." ajakku kederetan jajan yang lain
********
Kyai Abdul kini mengumpulkan keluarganya di ruang keluarga. Hendak membahas perihal yang akan diungkapkan gus rasyid pada mereka.
"rasyid sampaikanlah. " perintah abahnya"rasyid punya pilihan untuk dijadikan istri, bah umi. " ucapnya dengan jari-jari yang ditautkan
"Alhamdulillah. " ujar serempak anggota keluarga
"siapa wanita yang menarik hatimu le?, sampai kau menolak banyak gadis orang?. " tanya umi masyruah penasaran
"namanya aisyah putri pak mansur mi, abah, minta ridhonya. "
"apa kami yakin?. " jawab uminya
"insya Allah mi, rasyid menunggunya dari dulu, kini ia telah seleai hafalannya mi. "
"umi manut abah. " jawabnya pasar. Yang uminya pikir calon putra bungsunya baik. Dan gus rasyid lekas menikah mengingat umurnya yang memasuki angka 34 tahun itu.
"kapan kamu meminta pada orang tuanya le?. " abahnya kini yang angkat bicara
"secepatnya bah. "
"jangan kelamaan, nanti diambil orang." kini yang bicara kakaknya gus arsyad
"doanya mas. " pintanya pada sang kakak sulungnya
Readers jangan lupa voye nya?!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Qalbu
RomansaMereka duduk bersebrangan. Di kursi samping rumah yang menghadap ke pesantren putri. Bunga dalam pot yang terjejer rapi menambah kesan teduh untuk dinikmati. Hening melanda keduanya. Bergulat dengan pikiran masing-masing. Entah mendapat angin dari m...