Part 9

1.5K 176 19
                                    

Renjun merasakan napasnya sesak ketika air laut mulai menenggelamkannya, asin yang panas memasuki tubuhnya, membuatnya megap-megap mencoba meminta pertolongan untuk terakhir kalinya, lalu semuanya hampir terasa gelap.

Lalu lengan kuat itu mengangkatnya, menempelkan tubuh lemasnya ke dada telanjangnya yang keras. Aroma itu.. Aroma parfum yang sangat dikenalnya...  Donghyuck? Renjun tersenyum dalam hati, menyadari Donghyuck telah menyelamatkannya. Lalu kesadarannya hilang.

(✿❛◡❛)

Ketika terbangun, Renjun ada di rumah sakit. Yang dirasakan pertama kali adalah pusing dan kehilangan orientasi, lalu dia mengenali wajah itu, ibunya dan Chenle di belakangnya. Yang duduk di tepi ranjangnya dan menatapnya dengan cemas.

Dia terbangun dan langsung terbatuk-batuk, membersihkan tenggorokannya yang terasa panas, ibu Renjun  berusaha menepuk-nepuk pundak Renjun untuk membantunya, sementara Chenle berlari keluar untuk memanggil dokter.

Renjun menatap sekeliling ketika kesadarannya sudah kembali, dimana Donghyuck? Itu yang terpikir olehnya pertama kali. Bukankah waktu itu Donghyuck yang menyelamatkannya? Kenapa sekarang dia tidak ada? Tiba-tiba sebersit rasa kecewa memenuhi dirinya.

Chenle masuk kembali dengan dokter dan Winter yang mengikuti dengan cemas di belakangnya. Dokter memeriksa Renjun sejenak lalu pergi dan tampak becakap-cakap dengan ibu Renjun dan Chenle, sementara Winter duduk di tepi ranjang, “Syukurlah kak Renjun, kakak sudah sadar, kami cemas sekali menanti di sini.” Winter duduk di pinggiran ranjang dan menggenggam tangan Renjun.

Renjun tetap memandang ke sekeliling, masih susah berbicara. Dimana Donghyuck? Pikirnya.

Winter sepertinya menyadari apa yang ada di benak Renjun, dia tersenyum.

“Kak Donghyuck sedang membeli kopi di bawah. Kami yang memaksanya supaya menyingkir karena seharian dia seperti orang gila, mondar mandir di koridor, keluar masuk kamar, menunggumu sadar.”

Donghyuck mencemaskannya sampai seperti itu? Benarkah? Sejenak dada Renjun membuncah oleh perasaan hangat. Lalu dia teringat akan kejadian sebelum dia tenggelam, kedatangan Giselle, sikap acuh tak acuh Donghyuck ketika Giselle terang-terangan menggodanya dan kemudian kemarahan Renjun yang kekanak-kanakan. Astaga, kenapa dia marah? Kalau dia tidak mempunyai perasaan terhadap Donghyuck, dia tidak perlu semarah itu. Omong kosong kalau Giselle memang tidak menghargai keberadaannya, seharusnya hal itu tidak akan mengganggunya kalau dia tidak mempunyai perasaan apa-apa kepada Donghyuck.

Pipi Renjun memerah malu menyadari betapa kekanak-kanakan sikapnya sebelum tenggelam, Donghyuck pasti menertawakannya karena dia seolah menunjukkan kalau dia cemburu berat kepada Giselle.

“Kak Donghyuck tampak sangat menyesal karena kak Renjun sampai tenggelam.” Winter menyambung, tidak menyadari perubahan ekspresi Renjun.

Lalu pintu terbuka dan Donghyuck masuk, lelaki itu langsung menghampiri Dokter dan bercakap-cakap dengannya, dan setelah dokter pergi, langsung melangkah mendekati ranjang.

Winter yang melihat ibu Renjun serta Chenle melangkah keluar langsung ikut berpamitan keluar dulu, memberi kesempatan kepada Donghyuck berduaan dengan Renjun.

Lelaki itu tampak letih. Renjun menyimpulkan. Apakah karena dirinya? 

“Bagaimana perasaanmu?” Donghyuck menarik kursi mendekat dan duduk di samping ranjang, mengamati Renjun dengan cermat.

“Aku baik.” Jawab Renjun pelan, suaranya masih serak dan tenggorokannya masih sakit. Tetapi secara keseluruhan dia baik-baik saja.

“Maafkan aku.” Suara Donghyuck berbisik,“Aku memaksamu berenang. Pada akhirnya aku tidak menjagamu.”

[Brown Afternoon] Perjanjian Hati || HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang