Jalan Baru

2K 194 30
                                    

Bip…! Bip…! Bip…!

Suara itu mengganggu telinga Brasta. Dia berusaha membuka matanya dengan berat. Cahaya terang menusuk matanya seketika membuka mata. Tempat yang asing, membuatnya bertanya di mana dia sekarang.

Brasta berada di sebuah ruangan serba putih. Sebuah cermin panjang terpatri di dinding depannya. Memantulkan bayangan Brasta yang sedang berbaring pada sebuah ranjang besi. Cairan infus mengalir melalui selang dan masuk ke dalam tubuh Brasta secara perlahan. Sebuah mesin kotak di sebelah kirinya terus mengeluarkan bunyi Bip!  Yang mengganggunya. Brasta mencoba bangun. “Akh!” setiap senti tubuhnya terasa sakit, terutama bagian kepalanya. Dia mencoba memegang kepalanya, ada perban terlilit di kepalanya, begitu juga di lengan dan hampir setengah tubuhnya.

Di sudut ruangan, ada bagian dinding tampak keluar dari tempatnya lalu bergeser. Membuat sebuah celah cukup besar untuk beberapa orang masuk ke dalamnya.

Tap! Tap! Tap!

Seorang wanita masuk, mengenakan jubah putih –seperti pakaian dokter– kulit putih, dan rambut panjang seleher. Mendekati Brasta yang masih bertanya dimana dia sekarang.

“Ah, akhirnya kau sadar,” ucap wanita itu, tersenyum pada Brasta.

“Dimana aku?” tanya Brasta bingung.

“Ruang perawatan,” ujarnya singkat.

“Ruang perawatan di mana? Aku tahu ini bukan rumah sakit.”

Wanita itu tersenyum menahan tawanya, “Maaf, tapi aku tidak punya wewenang itu untuk memberitahumu hal itu.”

Wanita itu mengambil sebuah papan di atas mesin kotak itu. Melihat sesuatu yang tertulis disana. Mengambil pena di saku jubahnya dan mencoret sesuatu di sana. “Kondisimu sudah baik. Dalam seminggu kau sudah bisa beraktifitas seperti biasa lagi.” Dia lalu menaruh kembali penanya dan membawa papan itu keluar.

“Hei tunggu! Beritahu di mana aku sekarang.” Brasta masih berusaha mencari jawaban, tapi wanita itu seperti tidak mendengarnya.

Wanita itu keluar dari ruangan melalui tempat dia masuk. Lalu dinding itu bergeser lagi menutup celah yang dibuatnya, dan menyatu kembali seperti dinding lainnya.

BAKAT

“Jadi dia orangnya?” seorang bertubuh tegap mengenakan seragam militer dengan banyak lencana di dada dan lima bintang bertengger di pundaknya melihat Brasta dari ruangan lain melalui sebuah cermin satu arah.

“Benar Jenderal,” Pria di sebelahnya tersenyum.

“Apa kemampuannya?” tanya jenderal pada pria di sebelahnya. Pria yang pakaiannya selalu terlihat aneh dimatanya. Selalu mengenakan setelan jas dengan warna mencolok, tidak ketinggalan topi koboi di atasnya. Dan, sekarang Pria itu mengenakan jas kuning dengan dalaman kemeja merah muda, berdasi biru, dan topi koboi krem.

“Tidak tahu. Kami belum sempat melihat kemampuannya. Bahkan, saat kami menemukannya, dia dalam keadaan babak belur habis di pukuli.”

Jenderal melihat pria di sebelahnya dengan heran, “Apa kau yakin dia orangnya?”

“Sejauh ini informasi yang diberikan Mata tidak pernah salah,” jelas Pria itu meyakinkan.

“Terserah kau saja. Sesuai kodemu sebagai ‘Tangan’, aku serahkan semua di sini padamu. Aku minta laporannya dalam seminggu.” Jenderal itu langsung pergi setelah menyampaikan perintahnya.

Pria itu tersenyum. “Seperti biasa, kau hanya perlu duduk manis di kursimu Pak Tua,” ujarnya setelah Jenderal itu pergi.

BAKAT

BakatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang