"Kim Junkyu kamu udah janji ya mau pulang cepet hari ini"
"Maaf banget, sayang. Ini tiba-tiba ada kerjaan mendadak, aku harus selesain ini dulu baru bisa dapet libur"
"Tapi ini udah harusnya waktu kamu libur!"
"Ru, tolong ngertiin ak—"
"AKU KURANG NGERTI APA LAGI SIH JUNKYU?! Kemarin kamu kan yang batalin dinner? dihari anniversary kita loh, Jun. Kamu juga yang janji mau ganti hari itu sama malam ini, malam tahun baru, kamu sendiri yang bilang!"
"Haru—"
"Aku gapernah minta kamu buat janji ya, tapi kamu yang selalu bikin aku berharap! Kenapa kamu harus janji kalo akhirnya gabisa kamu tepatin?!"
"Selesai ini aku langsung pulang. Maaf kalo telat"
"DASAR EGOIS!" teriak Haruto, sebelum memutus telepon itu secara sepihak.
Menangis lagi. Kenapa disaat semuanya sudah Haruto persiapkan, disaat dia sudah susah payah menata semua makanan ini dimeja, meyiapkan hidangan terbaik yang bahkan dia harus minta Mashiho untuk membantunya, semua harus kembali kacau?
Haruto bahkan membeli banyak sekali cemilan karna Junkyu berjanji mau mengajaknya menghabiskan malam dengan menyenangkan hari ini.
Calon suaminya itu bilang kalau malam ini mereka akan menonton film, saling bercerita banyak, membagi pelukan dan kegiatan menyenangkan lainnya yang bahkan sudah tergambar dengan jelas dibenak Haruto.
Pemuda itu ngga meminta, memang. Ketika Junkyu ngga memenuhi janji mereka, gaada sama sekali ucapan Haruto menginginkan hari lain buat mengganti apa yang telah Junkyu lewatkan. Tapi lelaki koalanya itu yang selalu mengucap janji secara inisiatif.
Tapi kenapa malah dia sendiri yang ingkar? Haruto ngga mengerti, kenapa Junkyu harus selalu terus berjanji ketika dia tak bisa memenuhi satu pun dari omongan kosongnya itu?
Haruto benar-benar muak.
Hubungannya dengan Junkyu akhir-akhir ini rasanya begitu renggang. Junkyu memang tak berubah. Tak pernah berubah sedikit pun.
Tapi dengan kesibukannya yang kian menyita waktu, bahkan untuk memperhatikan dirinya sendiri itu, membuat Haruto seringkali merasa kesepian.
Haruto mengerti kalau Junkyu bekerja juga untuknya, untuk membahagiakannya dan memberikannya yang terbaik, sama seperti Ayah dan Ibunya dulu. Haruto jelas sangat amat mengerti.
Tapi memangnya hanya materi yang Haruto butuhkan? memangnya hanya sebatas barang mahal dan segala macam makanan enak yang Haruto inginkan?
Haruto bahkan tak pernah meminta Junkyu membelikannya penthouse ini untuk mereka berbagi atap. Haruto tak pernah meminta banyak barang mahal yang Junkyu berikan setiap lelaki itu meminta maaf. Haruto tak pernah sedikitpun meminta Junkyu untuk bekerja sekeras itu unruk mengejar harta, untuk dirinya.
Tapi kenapa selalu begitu? kenapa selalu pekerjaan yang utama daripada eksistensi Haruto sendiri bagi orang-orang yang dia sayangi?
Kenapa semua orang suka meninggalkannya menangis sendirian seperti ini ketika mereka tak menepati janjinya?
Haruto lelah.
Setiap bersedih atau kesal dengan keadaan, hanya Juno-lah yang senantiasa selalu menemani dan mengusapkan bulu dikakinya dikala Haruto menitikkan air mata.
"Juno, mau ngga jadi pacarnya Haru aja?" ujar Haruto sambil bawa kucing berbulu putih hitam yang dengan senang hati diam dan tak memberontak itu,
Dia elus dengan sayang kucing milik Calon Suaminya—yang notabene juga sudah jadi miliknya—itu, "Juno gausah kerja, gausah kemana-mana, Juno ngeong ngeong aja Haru udah sayang kok,"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's okay That's Friendship, maybe(?)
Fanfic[COMPLETED] "Temen doang katanya? hahahaaaanjing lah" harukyu-kyuharu areas ☞harsh word ☞nonbaku ☞gitudeh pokoknya