Prolog
TELUH BELATUNG 13
──────────
"Siapa yang mau dikehendaki rasa sakit? Kuat bukan hanya sebagai jawaban. Atau ikhlas bukan sebuah ujung dari pengharapan. Mari bicarakan tentang hati."
──────────SENJAAYA
"Mah ... udah, lah, ngaku aja. Aku yakinnya semua penyakit ini dikasih dari dia!" kataku penuh dengan penekanan.
Aku mendengar helaan napas Ibu, tetapi sorot matanya kini menatapku dengan sangat tajam. "Kamu, tuh, ngegampangin semuanya, Zee! Dikira kalo ngaku sekarang semuanya bakalan berakhir dan balik baik-baik aja?"
"Gak kuat, Mah. Sari tiap malem garukin semua badan, belum lagi ngerasain sakit gara-gara nanah dan darahnya--" Dadaku terasa sesak bahkan kini air mataku sudah tidak tertahan lagi. "Mau sampe kapan, Mah, gini terus? Capek ...."
"Mamah harus gimana, Zee? Segala macam cara juga udah dicoba dan bukan kamu aja yang ngerasain itu."
Selalu saja seperti itu. Ibu selalu melontarkan perkataan yang sama ketika kami berdebat. Aku benar-benar sangat muak dan memilih melangkahkan kaki menuju kamar.
Dalam setiap langkah, otakku mencoba untuk mencerna semuanya. Beberapa kali aku merasa hidup tetapi hanya pahit yang dirasa. Mengapa ajal tidak menjemputku? Mengapa semua benar-benar terasa buntu?
Mati, mati, mati!
Hanya bisikan itu yang kudengar.
◦•●◉✿ 𝑀𝐴𝑁𝐺𝐺𝐴 𝐿𝐴𝐽𝐸𝑈𝑁𝐺𝐾𝐸𝑈𝑁 ✿◉●•◦
KAMU SEDANG MEMBACA
Teluh belatung 13 [On Going]
KorkuBASED ON A TRUE STORY [Follow sebelum Membaca] Dendam, amarah, dan putus asa kini terus menyelimutiku. Entah sampai kapan teror dan penyakit kulit yang tak kunjung ada penawarnya ini akan berakhir. Andai saja, kemampuanku ini benar-benar bisa kupaka...