"Oh, sialan."
"Apa itu?"
Beomgyu mulai panik. "Kaum yang selalu bertengangan dengan para Lord Amethyst dulu. Sebaiknya kita lari."
Yeji menarik tubuh Chaeryoung sekalipun gadis itu melemas karena pandangannya menggelap. Salju yang menumpuk dan pengelihatan Chaeryoung yang memburuk membuat komplotan itu menjadi sangat lambat.
Taehyun mulai frustasi. Belum lagi para prajurit mulai melepaskan tembakan anak panah ke arah mereka, walaupun selalu meleset tapi Taehyun yakin mereka akan cepat kalah kalau begini. Ingat, mereka tidak bersenjata.
"Chaeryoung jalan yang benar!" Yeji berteriak dari belakang.
"Aku tidak bisa melihat!" Chaeryoung balas berteriak. Nafasnya terengah dan ia mulai menangis karena panik. "Aku tiba-tiba buta."
Taehyun yang mendengar itu langsung berlari ke arah Chaeryoung. Ia menangkup kedua pipi Chaeryoung. "Chaery, dengar! Kau tidak buta. Kau hanya takut."
Air mata sudah memenuhi wajah Chaeryoung. Gadis berambut merah itu panik setengah mati. "Apa kau akan meninggalkanku?"
"Tidak akan. Naik ke punggungku."
Chaeryoung menuruti. Ia naik ke punggung Taehyun dan mereka mulai bergerak lagi. Kesampingkan ego karena keadaan mendesak. Mungkin kalau Chaeryoung masih bisa melihat, ia ogah menumpangi punggung mantannya seperti ini.
Kaum itu semakin mendekat. Belum lagi kabut hitam itu semakin membuat keadaan mencekam. Hutan yang sunyi dengan salju menumpuk membuat mereka merasa semakin tegang. Belum lagi mereka harus berurusan dengan suhu rendah yang membuat kaki mereka terasa mati rasa.
Yeji berlari paling depan. Ia menangkap beberapa komplotan manusia berjalan santai tidak jauh dari tempatnya. Salah satu dari mereka membawa pedang panjang berlumuan darah biru. Ia kenal laki-laki bertubuh jakung itu.
"CHOI SOOBIN!"
Soobin menoleh. "Oh, hai! Kita lengkap sekarang!" Soobin berteriak dengan semangat, namun langsung muram begitu melihat apa yang sedang mengejar mereka.
"Kaum Bronzite?" Niki bergumam. Ia mulai agak pusing dengan hal-hal yang terjadi di sini. "Kenapa mereka masih ada?"
"Apa lagi itu?" Yuna ikut pusing.
Niki menghela nafas. "Sekelompok orang yang bertentangan dengan Raja William dan Para Lord dulu. Kaum itu ada jauh sebelum Alexandrite terpecah, saat aku masih kecil. Tapi para Lord sudah membereskan hal itu sebelum Alexandrite terpecah."
"Oke. Informasi yang jelas sekali, Niki. Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Ryujin bertanya sambil mengambil posisi siaga karena jarak mereka semakin dekat.
Niki mengusap wajahnya kasar. "Aku hanya anak 16 tahun yang tidak punya pengalaman."
"Kita lawan sebisanya. Sambil mencari tempat aman." Soobin mengambil alih. Ia menarik tubuh Niki demi menatap wajah laki-laki itu dengan jelas. "Kita butuh tempat berlindung. Apa kau tahu rumah warga atau apapun yang paling dekat?"
Niki mengangguk yakin. "Kita akan sampai di tempat Klan Pemikir setelah persimpangan itu."
"Bagus." Soobin menepuk kepala Niki beberapa kali, bermaksud memberikannya suntikan semangat karena wajahnya semakin kusut sekarang. "Kau jadi penunjuk jalan. Yuna dan Lia suruh mereka ikuti Niki. Ryujin, Yeonjun, Kai, aku pikir kalian masih cukup pintar untuk memakai pedang."
Ryujin tersenyum penuh arti. Ia mengangkat pedangnya kemudian berjalan dengan percaya diri. "Aku suka ini!"
"Gadis gila." Yeonjun bergumam sambil merinding. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa ia tahan menghadapi Ryujin selama empat tahun terakhir.
Komplotan terakhir semakin dekat. Kaum Bronzite masih berusaha menyerang dengan melepaskan tembakan-tembakan anak panah tapi selalu meleset. Soobin dan Ryujin bersiap di barisan depan, sedangkan Yeonjun dan Kai berjaga di sisi kanan dan kiri.
"Ikut aku!" Lia berteriak sambil melambaikan tangannya.
Orang-orang yang tidak bersenjata tetap berlari dengan Niki sebagai pemimpin barisan. Sementara di barisan belakang, orang-orang yang bersenjata melawan Kaum Bronzite sebisanya. Walau sudah berjarak enam tahun, tapi mereka masih jago menganyunkan pedang dan membunuh Kaum Bronzite tepat sasaran. Beberapa dari mereka berhasil dikalahkan dan berubah menjadi kabut gelap.
"Ke kanan!" teriak Niki.
Mereka langsung mengikuti langkah Niki untuk memasuki sebuah rumah berukuran kecil. Begitu pintu terbuka, mereka disambut oleh tubuh manusia yang tertidur di lantai rumah dan seekor kucing yang membeku di sisi jendela. Setelah mengucapkan permisi -tetap sopan walaupun mereka sedang tidur-, Niki menyuruh yang lainnya untuk masuk.
"Argh!"
Satu anak panah berhasil menembus baju Soobin. Membuat lengannya mulai mengeluarkan darah merah.
"Masuklah!" Niki berteriak dari ambang pintu.
Huening Kai berlari masuk karena ia mulai lelah dengan Kaum Bronzite yang tidak ada habisnya. Yeonjun tadinya akan berlari ke dalam rumah, tapi ia kembali untuk menarik Ryujin yang terlalu bersemangat untuk membunuh. Sedangkan Soobin berlari paling terakhir untuk masuk rumah.
"Kau yakin mereka tidak akan mendobrak pintu?" tanya Lia dari dalam rumah. Melihat Kaum Bronzite mulai bergerak memasuki pekarangan rumah, ia jadi panik.
Niki mengusak rambutnya frustasi. "Aku dari Klan Penyihir harusnya aku bisa membuat pelindung."
"Kalau begitu lakukan!" Yeji semakin panik melihat Kaum Bronzite yang semakin dekat.
"Aku belum pernah melakukannya!" Niki tidak kalah panik. Keringat mengucur deras dari dahinya.
"Niki!" Yuna memutar tubuh Niki untuk menatapnya. "Tidak ada salahnya mencoba. Aku percaya kau bisa."
Mendengar suntikan semangat dari Yuna, Niki mengangguk dan ia segera memejamkan matanya. Tangannya gemetar hebat tapi ia tetap melakukan gerakan yang sudah ia hafal. Setelah ia merapalkan sebuah mantra, ia membuka matanya. Kaum Bronzite masih bergerak ke arah rumah, tapi saat mereka mencapai pintu, tubuh mereka tersetrum sesuatu tak kasat mata dan berubah menjadi kabut gelap.
Terdegar helaan nafas lega dari mereka yang ada di dalam rumah. Beomgyu menutup pintu dan mengganjal pintu dengan sofa kecil.
"Bagus sekali. Siapa namamu? Niki?" tanya Beomgyu sambil menjatuhkan bokongnya ke sofa kecil.
Niki mengangguk sambil mengosok telapak tangannya. Ia memutar badan untuk melihat lima anak adam dan lima anak hawa yang masih mengatur nafas mereka masing-masing. Tiba-tiba gugup menyerang tubuhnya, ia belum pernah bertemu dengan orang lain selama enam ribu tahun. Ia menarik nafas sesaat sebelum berkata, "Aku Niki, satu-satunya Ametharian yang tidak hibernasi. Aku yang memanggil kalian untuk kembali ke sini."
—🗡—
Hai, gimana sejauh ini? Seru gak? Aku takut buku ini tidak sesuai ekspetasi kalian. Tapi, semoga bisa kerasa ya feelsnya!🥺
Ada yg bisa nebak kenapa Niki satu-satunya Ametharian yang tidak hibernasi? Kalau ada yang mendekati baru aku publish part selanjutnya hahaha!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AMETHYST: Apricity
FanfictionBUKU KEDUA DARI SERIES THE AMETHYST. 𝐀𝐩𝐫𝐢𝐜𝐢𝐭𝐲: 𝐓𝐡𝐞 𝐰𝐚𝐫𝐦𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐮𝐧 𝐢𝐧 𝐰𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫. -- Lima ribu tahun setelah pecahan Alexandrite disatukan, terjadi kehancuran yang maha dahsyat. Seisi Amethyst membeku, seluruh makhluk...