"Niki..."
"L-Lord Yoongi?"
Lord Yoongi tersenyum. "Tenang. Waktumu sekarang berjalan seribu kali lebih cepat daripada di luar sana."
Niki mengikuti arah telunjuk Lord Yoongi. Ia dapat melihat yang lainnya bergerak begitu lambat. Angin yang menyedot dari dalam portal juga sangat lambat. Ia juga merasa dirinya berada dalam sebuah selubung bening yang terbuat dari kaca. Apa ini?
"Niki kau bisa menyelesaikan ini," lanjut Lord Yoongi begitu menyadari Niki sudah lebih tenang. "Kau adalah anak yang terpilih oleh alam Amethyst."
Niki mengerutkan kening. "Apa maksudnya? Aku hanya keturunan terakhir Klan Penyihir yang tidak punya pengalaman!" katanya dengan panik.
Lord Yoongi terkekeh. Tangannya teulur untuk menyentuh rambut Niki. "Kau keras juga. Seperti ibumu."
Sentuhan tangan Lord Yoongi berhasil membuat Niki mematung. Sentuhan itu terasa sangat nyata, sekalipun tubuh Lord Yoongi melayang dan sedikit transparan. Tubuh Lord Yoongi seperti angin, tapi sentuhannya seperti manusia biasa.
"Sepertinya Hyunjin salah memberi informasi. Anak itu memang agak bodoh." Lord Yoongi terbang mendekati Niki. "Kau bukan keturunan terakhir Klan Penyihir, Niki, tapi keturunan terakhirku."
Deg!
"Ayah membuatmu hibernasi demi menjaga keturunan para Lord dan kau akan terbangun ketika Amethyst membutuhkanmu. Itulah kenapa kau terbangun beberapa tahun lalu."
Niki masih bergeming. Air mata merembes turun dari pelupuk matanya.
Lord Yoongi menoleh ke bawah, dimana yang lainnya bertahan mati-matian bertahan untuk tidak tersedot portal. "Ketujuh Lord masih mempunyai keturunan terakhir namun mereka masih disembunyikan oleh sihir. Selesaikan ini semua lalu cari para keturunan itu. Akan ada banyak hal yang menunggu kalian."
"Di mana mereka? Keturunan para Lord Amethyst, di mana mereka?"
"Itu tugasmu untuk mencari tahu, anakku." Tangan Lord Yoongi kembali menyentuh kepala Niki. "Sekarang bereskan ini. Tutup portal Agathe dan selesaikan Ritual Bulan Biru. Aku tidak yakin Dewi Winna masih selamat atau tidak, tapi kau harus menyelamatkan Amethyst, Niki."
Niki mengangguk. Ia berusaha menyentuh tubuh sang Lord tapi tidak berhasil. Lord Yoongi tidak memiliki raga.
"Sebuah keputusan bagus untuk membawa mereka ke sini. Mereka orang-orang yang bertanggung jawab, tapi kau lah yang bisa menyelesaikan ini. Seluruh kekuatanku ada di dalam dirimu. Ryujin hanya sebagai wadah untuk sebagian jiwaku. Jadi percaya pada dirimu, Niki." Lord Yoongi tersenyum. "Salam untuk Lord Jungkook, katakan padanya untuk berhenti memaki para tetuanya."
"T-tapi..."
Sepersekian detik kemudian, ia kembali merasakan dirinya tertarik oleh pusaran angin di bawah kakinya. Tubuh Lord Yoongi menghilang dan selubung kaca yang menyelubunginya pecah. Air matanya masih mengucur deras dan hatinya berantakan. Ia hanya anak berumur 16 tahun yang tidak tahu apa-apa, tapi semuanya terlalu sulit dimengerti untuk anak seusianya. Ia menarik nafas kemudian memejamkan mata. Tangannya bergerak tanpa perintah. Ia ingat dengan mantra-mantra yang ia pelajari di Gedung Tanduk Rusa.
Di detik berikutnya, keluar cahaya biru memancar dari matanya. Tubuhnya melayang di atas pusaran angin tanpa terusik sama sekali. Mereka yang melihat Niki tertegun, kecuali Beomgyu yang justru tersenyum bangga.
"Sudah kuduga dia bukan anak biasa."
Ia merapalkan mantra sambil menggerakkan tangannya sesuai pola. Semakin lama, cahaya biru memancar dari seluruh tubuhnya. Sampai akhirnya, tangan Niki terkatup. Bersamaan dengan itu, portal tertutup. Angin berhenti dan mereka bisa menjejakkan kaki di lantai tanpa perlu takut tersedot pusaran angin. Lubang hitam itu berangsur-angsur mengecil dan menghilang.
Niki masih melayang di atas sana. Ia menoleh ke arah Beomgyu yang tersenyum ke arahnya dengan senyuman penuh arti. Yang lainnya ikut memandangnya kagum.
"Maaf aku harus merahasiakan bahwa kau keturunan terakhir Lord Yoongi," kata Beomgyu, masih dengan senyum bangga. "Kau keren!"
Niki tersenyum malu-malu. Ia menengok ke arah bawah. "Eh... tapi aku tidak bisa turun."
Beomgyu terkekeh. Ia mengulurkan tangannya ke arah Niki yang langsung disambut oleh Niki. Beomgyu menariknya hingga berhasil mendarat di lantai dengan mulus.
"Woah, apa itu tadi? Keren sekali!" puji Soobin sambil menggelengkan kepalanya.
Niki hanya membalasnya dengan senyuman. Ia kembali menatap Beomgyu. "Kita harus selesaikan ritualnya."
Mereka semua akhirnya berkumpul di depan Alexandrite. Keadaan mereka berantakan, Ryujin dan Huening Kai masih kebingungan karena baru siuman. Yang lainnya memilih duduk di lantai -salju sudah tersedot ke dalam portal- sedangkan Beomgyu memutar-mutar meja batu. Menurut gulungan kertas, mereka hanya tinggal menyelesaikan bagian terakhir dari ritual. Beberapa menit mencoba, tidak ada perubahan.
"Aku menyerah."
"Jangan menyerah!" bentak Taehyun. Ia berdiri untuk memerhatikan meja batu yang sedari tadi Beomgyu putar-putar. "Soobin kau ada ide?"
"Huh? Kenapa aku?" Soobin juga terlihat masih mual karena kejadian pusaran angin. Ia menarik nafas sesaat sebelum melontarkan kalimat, "Kau harus meletakkan tujuh pedang Lord. Hal itulah yang dilewati Dewi Winna, ia tidak mengumpulkan pedang."
Semua mata langsung tertuju padanya. Sedangkan Soobin menggelengkan kepalanya. "Kenapa menatapku seperti?"
"Kau sadar kau bilang apa tadi?" tanya Chaeryoung.
"Tidak. Memangnya apa?"
Niki terkekeh. Ia melirik sekilas ke lukisan Lord Namjoon yang terasa begitu hidup, sampai-sampai ia bisa merasakan Lord Namjoon tersenyum ke arahnya. "Mungkin Lord Namjoon ikut putus asa melihat kita." canda Niki sambil meletakkan pedang yang ia bawa.
Yang lainnya ikut meletakkan pedang para Lord di atas meja batu. Sampai Yeonjun meletakkan pedang terakhir, keluar cahaya menyilaukan menembus atap yang berlubang. Mereka terpaksa mundur dan melindungi mata jika tidak ingin buta. Sampai terdengar dentuman di langit dan ketujuh pedang itu berputar di udara. Beberapa detik, kemudian terdengar dentuman kedua. Satu pedang kembali jatuh ke meja batu, sedangkan enam pedang lainnya terlempar ke berbagai arah dan menghilang dari pandangan.
"Pedangmu, Niki," kata Beomgyu sambil mendorong pedang itu ke arah Niki.
"K-kenapa aku?"
"Ini pedang Lord Yoongi. Aku yakin keenam pedang lainnya sedang dalam perjalanan untuk mencari tuan yang baru."
Belum sempat mencerna apa-apa, Yuna berteriak dari balkon, "Saljunya terangkat! Kita berhasil!"
"Sungguh?" Huening Kai tiba-tiba semangat. Ia menyusul Yuna demi melihat pemandangan salju terangkat ke udara, berputar-putar sebentar kemudian hilang tersedot cahaya putih di langit. "Kita berhasil!"
"Wah! Jadi hangat."
"Sudah lama aku tidak melihat matahari bersinar begitu terang."
"Kita benar-benar berhasil!"
"Kalian berhasil," kata seseorang dari belakang mereka. "Lagi."
Mereka sontak menoleh ke arah suara. Seorang wanita dengan gaun panjang berwarna biru muda, tersenyum dengan anggun. Sebagian tubuhnya masih terlihat seperti salju, namun berangsur-angsur berubah menjadi nyata.
"Dewi Winna," kata Yeonjun sambil menekuk satu lututnya untuk menghormati sang dewi. Yang lainnya langsung mengikuti gerakan Yeonjun.
Sang dewi tersenyum. "Berdirilah. Lima anak adam dan lima anak hawa terhebat sepanjang sejarah manusia."
Mereka semua kembali berdiri.
"Kau juga, Niki."
Semua mata tertuju pada Niki. Sementara Niki menoleh ke arah Dewi Winna, kemudian berdiri dengan ragu.
"Terima kasih sudah membereskan kekacauan yang aku lakukan. Aku merasa tidak enak."
—🗡—
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AMETHYST: Apricity
FanficBUKU KEDUA DARI SERIES THE AMETHYST. 𝐀𝐩𝐫𝐢𝐜𝐢𝐭𝐲: 𝐓𝐡𝐞 𝐰𝐚𝐫𝐦𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐮𝐧 𝐢𝐧 𝐰𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫. -- Lima ribu tahun setelah pecahan Alexandrite disatukan, terjadi kehancuran yang maha dahsyat. Seisi Amethyst membeku, seluruh makhluk...