"Mereka sudah siap di bawah." Chaeryoung masuk dari arah balkon.
Mereka -Soobin, Chaeryoung, Lia, Beomgyu, Yuna dan Niki- bertugas di lantai atas, tempat di mana Dewi Winna melakukan ritual Bulan Biru. Keadaan di sini sangat berantakan. Salju menumpuk sebatas pinggang Soobin. Lia yang bertubuh sangat kecil berselimut salju. Atap di sini rusak sehingga hujan salju dari awan putih tebal di langit bisa terlihat jelas.
Kau mungkin tidak percaya apa yang ada di dalam ruangan ini, karena mereka pun tidak percaya. Ruangan ini berlapis permata yang terlihat sangat mahal. Dindingnya dikelilingi oleh lukisan para Lord Amethyst terdahulu, Raja Amethyst terdahulu, serta lukisan lima anak adam dan lima anak hawa. Walaupun sedikit tidak mirip dengan mereka, tapi mereka yakin seratus persen itu lukisan mereka. Beberapa bagian dinding dipenuhi dengan rak buku tempat menyimpan gulungan-gulungan kertas. Dan satu meja batu berbentuk lingkaran yang dipenuhi oleh sepuluh permata berwarna-warni. Beberapa bagian meja batu ini memiliki ukiran yunani kuno.
Tempat ini adalah Puncak Amethyst, tempat mereka memperjuangkan kehidupan alam Amethyst dahulu. Dan meja batu yang dipenuhi permata berwarna-warni itu adalah Alexandrite. Posisi permatanya masih sama persis dengan lima ribu tahun yang lalu.
Niki mengeluarkan seluruh gulungan kertas hingga berserakan di atas tumpukan salju. Dengan gerakan tergesa-gesa, ia dan Lia membuka seluruh gulungan. Sedangkan Chaeryoung dan Yuna bertugas membongkar rak gulungan yang lain. Soobin bertugas untuk berjaga di depan pintu, dan Beomgyu masih sibuk mempelajari ukiran di meja batu.
"Ini ada polanya, 'kan?" Beomgyu bergumam. Ia menyentuh setiap ukiran yang berada di meja batu.
"Sepertinya begitu. Ini catatan tentang Ritual Bulan Biru." Niki menyerahkan gulungan kertas ke arah Beomgyu.
Beomgyu membuka gulungan di atas meja. Ia menyipitkan mata karena mengenali tulisan tangan ini. Kemudian ia menoleh ke arah lukisan Lord Namjoon dan melirik Soobin sekilas. "Ini ditulis oleh Lord Namjoon. Klan Pemikir."
"Jadi, Lord Namjoon yang memikirkan soal Ritual Bulan Biru?" tanya Yuna.
Beomgyu mengangguk. "Klan Pemikir yang menyusun ritual itu dan Klan Penyihir yang seharusnya mengeksekusi." Beomgyu kembali menatap lukisan Lord Namjoon kemudian Lord Yoongi bergantian. "Dewi Winna melakukan ritual ini tanpa kedua klan itu."
"Jadi..." gumam Niki. Masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan Beomgyu.
Mata Beomgyu masih menelisik lukisan para Lord. Ia menarik nafas. "Para Lord tidak mungkin gagal dengan tugas mereka. Itu sudah hukum alam."
"Tapi Dewi Winna melakukan ini jauh setelah para Lord mati," Lia menimpali.
Beomgyu menjentikkan jari. "Itu dia. Mungkin Dewi Winna melakukan ritual sendirian karena para Lord sudah tidak ada, artinya tidak ada keturunan para Lord yang hidup."
Niki menghela nafas. Ia mengusap tengkuknya dengan pelan, bingung dengan keadaan di sini. Belum lagi kakinya mulai mati rasa karena terendam salju. Ia memilih untuk mengikuti arah pandang Beomgyu untuk memerhatikan lukisan para Lord. "Tidakkah mereka terasa sangat hidup?"
Mata Beomgyu masih terpaku pada lukisan Lord Namjoon. "Menurutmu begitu?" Kemudian matanya berpindah pada lukisan Lord Jungkook. "Bagaimana dengan lukisanku?"
Niki beralih ke lukisan Lord Jungkook yang terpasang paling ujung. "Maaf harus mengatakan begini, tapi lukisan Lord Jungkook terlihat seperti lukisan biasa."
"Niki,"
"Hm?"
"Kau ini lugu sekali." Beomgyu berhenti sejenak untuk menarik nafas. "Kau masih tidak menyadarinya? Kau-"
"SOOBIN! MEREKA ADA DI DALAM KASTIL!"
Teriakan Ryujin dari lantai bawah berhasil membuat mereka menegang. Chaeryoung langsung menyetap senapan panjangnya lalu berjalan ke arah balkon. Lia dan Yuna, melanjutkan pencariannya pada tumpukan gulungan kertas. Soobin di depan sana mulai terlibat dengan perlawanan terhadap Kaum Bronzite. Dengan tenaga panik, Yuna berhasil menemukan gulungan kertas yang mereka butuhkan.
"Portal Agathe!" sorak Yuna sambil mengangkat segulung kertas. Ia melemparkan gulungan kertas itu pada Niki. "Kasi Ryujin."
"Bagus!" Beomgyu berteriak. Ia juga ikut membongkar seisi rak gulungan. Persetan jika mereka harus ganti rugi karena sudah merusak catatan penting Amethyst. "Harusnya ada gulungan tentang membatalkan ritual!"
Mulai terdengar tembakan dari arah balkon, membuat ketegangan semakin menjadi-jadi. Soobin, di ambang pintu, menyerang kaum Bronzite dengan cross-bownya. Ketegangan merambat pada tubuh masing-masing. Rasanya mereka ingin menangis sambil terus membuka gulungan-gulungan itu.
Karena terlalu frustasi, Beomgyu melempar sebuah gulungan ke arah lukisan Lord Namjoon dengan marah. "Kenapa kau tidak pernah mengatakan apapun soal ritual-ritual anehmu ini. Sekarang justru aku yang harus membereskan semuanya!"
Lia menoleh ke arah Beomgyu yang terlihat sangat marah ke arah lukisan Lord Namjoon. Boleh katakan Lia menghayal, tapi ia melihat mata Lord Namjoon bergerak. Masih sibuk menelisik lukisan Lord Namjoon, Soobin tiba-tiba berteriak dari ambang pintu, "Gulungan yang kalian cari tertimbun salju di dekat meja batu."
"Dan dari mana kau mendapat informasi itu?" Yuna kebingungan.
Soobin menghela nafas kemudian mengidikkan bahu. "Entahlah, aku mendengar suara seseorang tadi. Aku merinding sekarang."
"Setengah jiwa Lord Namjoon," gumam Lia. Ia langsung bergerak untuk menggali tumpukan salju itu. "Sepertinya karena kau marah dengan Lord Namjoon, ia jadi tidak enak hati."
Beomgyu tersenyum simpul. "Masuk akal," katanya sambil membantu Lia dan Yuna menggali salju.
Di bawah sana, komplotan mereka mulai terluka dan kewalahan. Niki tidak bisa kembali karena dihadang oleh Kaum Bronzite, Soobin di ambang pintu juga mati-matian bertahan sekalipun anak panah Kaum Bronzite menghujaninya. Chaeryoung masih sibuk menyerang Kaum Bronzite dari balkon. Sungguh melelahkan.
Di saat yang bersamaan, sesuatu menyedot paksa seisi kastil. Kastil seolah berguncang layaknya kapal yang terombang-ambing di lautan. Portal yang dibuka oleh Ryujin seolah menjadi pusaran angin yang sangat kuat. Tumpukan salju, benda-benda di dalam kastil, Kaum Bronzite, bahkan bingkai jendela tersedot masuk ke dalam portal.
"Pegangan!"
"Ryujin tutup portalnya!" Niki berteriak dari lantai atas sambil berpegangan pada pintu bersama Soobin. Pusaran anginnya sangat kuat.
"Aku sedang berusaha, bodoh! Sabar!" Ryujin juga panik setengah mati.
Di bawah sini keadaan lebih berantakan. Yeji sekuat tenaga menahan tubuh Huening Kai -yang hilang kesadaran- agar tidak tersedot masuk. Yeonjun dan Taehyun mati-matian bertahan dengan memegang pintu.
Saat itu, sebuah kursi kayu melayang ke arah Ryujin. Karena sedang sibuk membaca gulungan, ia tidak sadar akan hal itu dan kursi kayu sukses menabrak kepalanya. Membuatnya dengan cepat hilang kesadaran. Jika saja Yeonjun tidak segera memeluk tubuh gadis itu, mungkin Ryujin sudah tertarik ke Agathe.
"Ryujin! Tutup portalnya!"
"Ryujin bangun!" Yeonjun panik setengah mati.
Niki semakin panik pasalnya pegangan tangga yang ia jadikan penyangga mulai menunjukan tanda-tanda akan lepas. Di bawah kakinya terdapat lubang hitam yang menyedot segalanya. Tepat di bawah kakinya. Lengah sedikit ia pasti akan terkurung di Agathe.
"Niki..."
Samar-samar, ia mendengar suara laki-laki memanggil namanya. Ia menoleh ke arah suara dan pemandangan yang ia tangkap selanjutnya, membuatnya hampir gila. "L-Lord Yoongi?"
—🗡—
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AMETHYST: Apricity
Fiksi PenggemarBUKU KEDUA DARI SERIES THE AMETHYST. 𝐀𝐩𝐫𝐢𝐜𝐢𝐭𝐲: 𝐓𝐡𝐞 𝐰𝐚𝐫𝐦𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐮𝐧 𝐢𝐧 𝐰𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫. -- Lima ribu tahun setelah pecahan Alexandrite disatukan, terjadi kehancuran yang maha dahsyat. Seisi Amethyst membeku, seluruh makhluk...