enam belas ; masa lalu

1.6K 119 2
                                    

Ketujuh anak ini sedang berbagi canda tawa di halaman belakang rumah mereka. Sesekali Jeno dan Chenle mengisengi Jisung dan alhasil anak itu menangis.

"Ih, Jeno, Chenle, adiknya jangan digodain dong," tegur Joanna. Jeno dan Chenle hanya menyengir lebar. Sementara Jisung berlari ke pelukan Joanna.

Mark, Jaemin, dan Haechan sibuk bermain ponsel mereka. Sementara Renjun sibuk melukis di canvasnya. Melukis pemandangan senja sore ini.

"Jaemin, ambil mobilnya Jaemin!" Teriak Mark.

"Ih bego! Disuruh ambil mobil malah bengong!" Haechan mendorong kepala Jaemin. Jaemin hanya meringis kesal lalu melanjutkan permainannya.

Harland yang baru pulang dari kantor tersenyum melihat anak-anaknya sedang bermain bersama. Dia melihat Joanna yang duduk di kursi sembari memperhatikan anak-anaknya.

"Jo," panggil Harland.

Joanna menoleh lalu tersenyum. "Eh, papa udah pulang." Dia menurunkan Jisung dari pangkuannya, meskipun sudah besar, Jisung masih suka bermanja-manja ke Joanna.

"Ada yang mau aku omongin," ucap Harland ketika Joanna sudah berada di dekatnya.

Joanna memiringkan kepalanya. "Hm? Apa tuh? Ngobrolnya di sini aja sama anak-anak sekalian."

"Gak bisa, masalah orang tua." Harland kemudian berjalan meninggalkan Joanna yang bertanya-tanya. Pada akhirnya, Joanna mengikuti langkah sang suami.

Mereka kemudian sampai di kamar. Terlihat Harland yang sudah terduduk di tepi kasur. Joanna menghampiri Harland lalu mengusap pelan pipinya. "Ada apa sih? Hm?"

Harland menggenggam erat jemari Joanna. "Jo.."

"Iya, ada apa?"

"Aku selingkuh."

Joanna seketika membeku. Tangannya yang awalnya berada di pipi Harland turun. Matanya yang kering kini dibasahi oleh air-air yang sudah menggenang.

"Sama siapa?"

"Jo.."

"SAMA SIAPA HARLAND?"

Harland mendesah frustasi, memang semua ini dari awal salahnya. "Sama Malika, sahabat kamu."

Joanna terjatuh. Lututnya melemas dan seketika dia membenci suaminya itu. "Sejak kapan?"

"Lima bulan yang lalu."

Joanna tak bisa lagi menahan air matanya. Semuanya tumpah seketika Harland menyebutkan satu nama yang merenggut kebahagiaannya.

Tanpa mengatakan apa-apa, Joanna pergi meninggalkan Harland dengan rasa kecewanya yang mendalam. Dia membenci suaminya, sangat benci. Hingga rasanya dia ingin meledak karena terlalu kecewa. Joanna kemudian menelepon temannya, Peter. Persetan dengan Harland, Joanna ingin pergi melupakan kesedihannya.

———————————————————–

Semenjak kejadian dua hari yang lalu, Harland jarang pulang ke rumah dan Joanna sering sekali meninggalkan rumah dan pulang larut malam. Tentu itu menimbulkan pertanyaan bagi anak-anak mereka. Namun, anak-anak ini percaya bahwa orang tua mereka sibuk bekerja. Mencari uang untuk mereka.

Hingga setahun kemudian semua ini terjadi. Harland akan menikah dengan Malika dan Joanna bertunangan dengan Peter. Yang mengecewakan ketujuh anak
ini karena dikhianati oleh orang tuanya.

"Hidup kita kok gini banget ya, kak?" Chenle mengusap dahinya.

"Namanya juga takdir Tuhan, Le. Yang penting kita terus bareng-bareng." Mark menoleh melihat Chenle dan kantung matanya yang mulai menghitam. Chenle memang sempat tidak tidur dua hari akibat kejadian Haechan yang benar-benar membuatnya terpukul. Selain Renjun tentunya.

"Kak, aku ke bawah ya mau beli makanan dulu," pamit Renjun yang ditahan oleh Mark.

"Gak boleh sendiri, sana minta temenin Jisung atau Jaemin." Renjun memang tidak diperkenankan pergi sendiri. Mark takut hal-hal seperti yang Haechan lakukan nantinya terjadi. Bagaimana jika Renjun berlari menuju jalan raya dan tertabrak mobil? Atau melompat dari atas gedung? Sebut saja Mark posesif namun dia memang sangat takut itu akan terjadi.

"Yaudah, ayo Jisung atau Jaemin yang mau ikut?" Tawar Renjun. Jisung melambaikan tangannya dengan sukarela lalu mengikuti langkah Renjun dari belakang.

"Menurut lo kak, kenapa kak Haechan bisa bunuh diri ya?"

Mark menggeleng tanda tidak tau. "Sejauh ini belum ada penjelasan detail dari dokternya. Haechan masih mau tidur, dia belum mau bangun jadi gak bisa ditanya. Jahat ya Haechan sama kita? Masa kita ditinggal gini."

"Kak Renjun juga jahat, masa ngebiarin dirinya terluka di saat kita udah mulai membaik. Sementara dia sendiri makin terpuruk."

Kedua anak itu kemudian berhenti berbicara. Mereka menatap langit-langit dengan pikirannya yang kosong.

"Awas, kesambet setan Rumah Sakit baru tau rasa lo."

Keduanya terlonjak lalu melihat Jeno di pintu.

"Kaget anjir kak! Kurang ajar banget."

Jeno mendecih lalu bergerak menuju Chenle. Mendorong kepalanya dengan keras. "Lo yang kurang ajar, bocil."

"Udahan kelasnya, Jen? Tumben cepet."

Jeno menaruh tasnya di sofa lalu duduk. "Beberapa kelas dibatalin tadi, jadi langsung kesini deh."

Mark mengangguk mengerti lalu kembali menatapi langit-langit. Hingga tidak sadar bahwa jemari Haechan mulai bergerak.

———————————————————–

Maaf yaa buat slow updatenya, aku usahain buat update cepet dan maaf banget kalau ceritanya ga sesuai ekspetasi kalian, aku nulis ini takut banget ga ngefeel di kalian.

Byeee, see y'all and luv y'all!

Are we a family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang