Chapter 15

117 22 13
                                    

Lee Ahn sesekali mencuri pandang pada lelaki yang tengah fokus mengemudi di sampingnya itu. Gadis itu pun sempat sedikit memperhatikan lelaki tersebut dengan seksama. Terlihat, lelaki itu memiliki garis rahang yang begitu tegas. Sejenak membuatnya merasa bahwa yang berada di sampingnya ini adalah Jisung. Karena sungguh, tidak ada perbedaan yang berarti dari keduanya. Kecuali sorot matanya. Berbeda dengan Jisung yang memiliki sorot mata yang lembut, sorot mata lelaki yang duduk di sampingnya ini begitu tajam dan dingin. Membuatnya tidak berani jika harus beradu pandang dengan lelaki ini.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Merasa terganggu dengan tatapan Lee Ahn, lelaki itu bertanya tanpa menoleh sedikitpun pada satu-satunya orang yang berada di dalam mobil—selain dirinya.

Gadis itu pun sedikit tersentak dan mengalihkan pandangannya pada jalanan di depannya yang terlihat cukup ramai. "T-tidak, Timjangnim."

Lee Ahn yang kemudian memalingkan wajahnya ke sisi lain pun merutuki kecerobohannya. Jari tangannya pun tiba-tiba memencet tombol pada pintu mobil untuk menurunkan kacanya, lalu menghirup dalam-dalam udara dingin yang membentur indera penciumannya, seolah ia kekuarangan pasokan oksigen saat ini.

"Kau tidak waras? Untuk apa kau membukanya di musim dingin seperti ini?"

Mendengar pertanyaan dengan nada tinggi dari atasannya tersebut, Lee Ahn pun buru-buru menutup kembali kaca mobilnya. Ia berdeham sejenak sebelum menoleh pada atasannya dengan takut-takut. "M-maaf, Timjangnim."

Tidak ada tanggapan apapun dari Jimin, lelaki itu tetap fokus menatap jalanan di depannya dengan raut wajah yang semakin kesal.

Lee Ahn pun menunduk dalam melihat raut wajah atasannya itu. Padahal, ia berjanji pada dirinya sendiri tadi pagi, bahwa ia tidak akan berbuat sesuatu yang akan membuat atasannya terganggu. Tapi, lagi-lagi apa yang ia lakukan memang selalu membuat atasannya itu kesal.

Mengingat perjalanan mereka masih lebih dari dua puluh menit lagi untuk tiba di Sokcho, Lee Ahn memilih untuk diam di tempatnya daripada nanti membuat Jimin lebih kesal lagi. Ia pun mengeluarkan earphone dari dalam tasnya dan menempatkannya pada salah satu telinganya. Suasana di dalam mobil itu benar-benar hening. Lee Ahn menatap langit yang mulai berawan gelap di luar sana, seolah siap menumpahkan air hujan di tengah musim dingin ini. Hujan dan musim dingin bukanlah kombinasi yang Lee Ahn sukai.

Sedangkan Jimin, ia sempat melirik gadis yang tengah menatap keluar jendela itu sekilas. Sesekali menghela napas mengingat tugas yang diberikan oleh Hoseok pada mereka berdua. Selesai rapat kemarin, Jimin menemui Hoseok secara pribadi di ruanganya. Mencoba menolak tugas tersebut, namun gagal. Hoseok bersikeras harus ia yang mengerjakannya bersama Lee Ahn. Ia pun tidak dapat berdebat lagi dengan Hoseok. Karena bagaimanapun, meskipun mereka berdua berteman baik, tapi Hoseok tetaplah pemilik perusahaan tersebut. Mau tidak mau ia harus menyanggupi perintah atasannya, meskipun dengan berat hati.

Akhirnya, dua puluh menit lebih berlalu dengan keheningan yang sejujurnya sangat menyiksa Lee Ahn. Setelah melalui perjalanan yang membuat keduanya tidak nyaman, mobil yang mereka kendarai berhenti di depan sebuah gedung minimalis berlantai tiga. Jimin memarkirkan mobilnya dengan hati-hati karena area parkir di sana cukup sempit. Sedangkan Lee Ahn segera memasukan earphonenya kembali ke dalam tas dan segera meraih map yang yang berisi beberapa dokumen yang telah mereka persiapkan sebelum berangkat tadi.

Bersamaan dengan Jimin yang hendak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba saja rintik hujan perlahahan turun. Lee Ahn pun yang sudah membuka pintu beberapa senti segera menutupnya kembali. Terdengar helaan napas panjang dari lelaki di sampingnya. Meski jarak mereka memarkir mobil dengan gedung tersebut tidak terlalu jauh, namun tetap saja mereka akan basah kuyup jika nekat berlari ke sana.

TASTE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang