Chapter 17

118 19 10
                                    

Dengan raut wajah serius, Jimin membalik lembar demi lembar berkas proposal yang telah selesai disusun oleh Lee Ahn. Sesekali tangan kirinya yang memegang sebuah pulpen ia ketukan di meja kerjanya. Tak lupa, dengan kerutan dalam di keningnya. Hal itu membuat Lee Ahn yang berdiri di samping Jimin terlihat sedikit gelisah, takut jika ia melakukan kesalahan yang akan membuat dirinya mendapat terguran dari atasannya itu. Gadis itu hanya mampu meremas kedua tangannya seraya menggigit bibir bawahnya. Menunggu respon dari Jimin yang sedari tadi tidak berkata apapun.

Yoongi pun melirik ke arah keduanya yang terlihat seperti seorang guru yang tengah menghukum muridnya. Dalam hati, ia sedikit merasa kasihan pada Lee Ahn karena harus mengerjakan sebuah proyek hanya berdua dengan atasannya itu. Karena ia tahu betul bagaimana tidak enaknya bekerja di bawah pimpinan yang kaku dan sedikit bertemperamen buruk seperti Jimin. Namun, sejujurnya, selama ia bekerja di sini, Jimin tidak sejahat itu. Entah mengapa saat Lee Ahn bergabung dengan mereka, Jimin menjadi lebih keras dari biasanya. Hal itu yang membuat ia dan rekannya yang lain bertanya-tanya apa yang terjadi sebenarnya dengan atasannya itu.

"Sebenarnya kau mengerti atau tidak apa yang aku perintahkan, huh?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Jimin membuat jantung Lee Ahn berdebar, karena sudah pasti pertanyaan semacam itu hanya tertuju padanya.

"Ya? Timjangnim?" Lee Ahn sedikit maju dari posisinya berdiri.

Yoongi yang tidak jauh dari posisi mereka, memijat pelipisnya pelan. Meski sudah biasa mendengar ucapan Jimin dengan nada tinggi setiap kali berhadapan dengan Lee Ahn, tapi tetap saja itu membuat orang lain yang mendengarnya tidak nyaman. Dari posisinya saja, ia mampu mendengar Jimin yang mendengus kasar.

Jimin kemudian melempar proposal itu dari tangannya. "Bukankah sudah ku katakan untuk menyusunnya sesuai urutan? Kenapa berantakan sekali?"

Lee Ahn tertunduk menatap lantai yang berwarna putih bersih. Keringat dingin di tangannya semakin membuatnya tidak nyaman. Ia menarik napas dalam, dan saat hendak menghembuskannya, rasanya seperti tercekat di tenggorokan. Untuk bernapas saja, rasanya sesulit itu jika ia tengah berhadapan dengan Jimin yang sedang marah.

Jimin mengurut dahinya pelan. "Kau akan terus berdiri diam tanpa berniat memperbaikinya?"

"Ya? O-oh, m-maaf Timjangnim. Aku akan segera memperbaikinya," jawab Lee Ahn seraya mengambil proposal dari meja Jimin tanpa melirik ke arah atasannya tersebut.

Buru-buru ia kembali ketempat duduknya, dan di saat itulah ia melihat tatapan Yoongi seperti memberi semangat padanya, dengan sebuah anggukan kecil tanpa suara. Lee Ahn pun hanya bisa menjawabnya dengan menyunggingkan senyum yang coba ia paksakan.



Jam makan siang akan berakhir setengah jam lagi, namun Lee Ahn masih berkutat dengan komputernya. Ia tidak berselera makan saat ini. Suasana di kantornya sepi karena rekannya yang lain sedang keluar mencari makan siang. Begitu juga dengan Jung Sajang yang baru saja pergi meninggalkan kantor bersama Jimin untuk makan siang sekaligus bertemu dengan seorang klien.

Jujur saja, Lee Ahn sedikit bisa bernapas lega. Karena itu artinya, kemungkinan Jimin tidak akan ada di kantor sampai sore nanti. Gadis itu pun meletakkan kepalanya yang terasa berat di atas meja, memejamkan matanya dan menghirup dalam-dalam udara yang ada, kemudian menghembuskannya secara perlahan, membuat aliran oksigen di dalam dadanya kembali normal.

Sepersekian detik ia memejamkan mata, indera penciumannya pun menangkap aroma harum dari kopi yang sudah terletak di atas mejanya saat ia membuka mata. Tidak hanya itu, penglihatannya pun menangkap sesosok gadis berkaca mata yang saat ia tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

"Minji Sunbae," ucap Lee Ahn seraya menegakkan tubuhnya.

Minji pun menarik kursi lain dan duduk di samping Lee Ahn. Ia kemudian meletakan satu kotak dosirak di hadapan gadis itu.

TASTE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang