Duduk dengan menyilangkan kedua tangannya di dada, Jimin memandang Lee Ahn yang tengah terbaring dengan selang infus terpasang di tangan kirinya. Gadis itu sama sekali belum bangun sejak Jimin melarikannya ke rumah sakit yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah abu. Tempat di mana mereka berada sebelumnya.
Seraya mengembuskan napas berat, Jimin menggaruk pelan ujung alisnya yang tidak gatal. Ia mengingat bagaimana mereka bisa berakhir di sini. Beberapa saat lalu, saat mereka masih berada di rumah abu, Lee Ahn yang tiba-tiba terkulai lemas di depan gedung sontak membuatnya mengambil langkah cepat untuk menghampiri gadis tersebut. Lalu, tanpa berpikir panjang ia segera membawa Lee Ahn ke unit gawat darurat di rumah sakit terdekat.
Di tengah lamunannya mengingat kejadian itu, pandangan Jimin pun teralihkan saat melihat kerutan dalam pada dahi Lee Ahn. Ia pun mendekat, memeriksa kondisi gadis tersebut. Namun, tidak terlihat tanda-tanda gadis itu membuka matanya. Kemudian, dengan gerakan yang hati-hati, ia memasukan tangan kanan Lee Ahn ke dalam selimut polos berwarna biru muda, lalu menarik selimut tersebut hingga sebatas dada. Ia juga menempelkan telapak tangannya pada dahi Lee Ahn secara perlahan. Sejenak tangannya berhenti di sana. Pandangannya pun tertuju pada wajah pucat Lee Ahn yang masih terlelap. Dan kembali ia merasakan gelenyar aneh di dalam dadanya.
Tangan Jimin yang terasa dingin di kulit Lee Ahn pun membuat gadis itu membuka matanya perlahan. Cahaya terang dari lampu ruangan, membuatnya mengerjapkan mata beberapa kali guna menyesuaikan pandangannya.
Melihat mata Lee Ahn yang mulai bergerak pelan-tanda gadis itu mulai sadar, membuat Jimin menarik tangannya menjauh.
"Timjangnim?"
Suara parau itu keluar dari mulut Lee Ahn, netranya perlahan menangkap sosok yang duduk di sampingnya.
Jimin masih bergeming di samping gadis tersebut. Tidak tahu apa yang harus ia katakan, pun tidak tahu apa yang harus ia lakukan di situasi seperti sekarang ini. Bukan apa-apa, tapi Jimin sedikit merasa bersalah kali ini. Hanya saja ia malu untuk mengakuinya.
Hal itu membuatnya belum berniat mengeluarkan sepatah katapun pada gadis yang sedari tadi memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya itu.
Dalam pikiran Lee Ahn, banyak sekali tanya yang tersirat. Seperti, bagaimana bisa dia ada di sini. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa ketua timnya itu juga berada di tempat ini? Karena hal terakhir yang ia ingat adalah ia sedang berada di depan rumah abu. Menangis sendirian dan.... apakah mungkin Jimin juga tengah berada di sana? Tapi, bagaimana....
"Timjangnim, bagaimana kau...." Gerakan Lee Ahn yang tiba-tiba bangun dari tempat tidur untuk menyandarkan tubuhnya membuat kepalanya berputar, membuat ia tidak sanggup melanjutkan kalimat tanya yang ingin ia lontarkan.
Jimin pun dengan spontan menghampiri untuk membantu. Ia dengan sigap memegang salah satu lengan Lee Ahn dan menaruh bantal pada punggung gadis tersebut.
"Terima kasih," ucap Lee Ahn lirih di saat tubuh Jimin masih berada di dekatnya.
Dengan jarak yang sangat dekat itu, Lee Ahn dapat mencium aroma manis bercampur dengan aroma citrus yang segar dari tubuh lelaki tersebut.
Jimin yang tiba-tiba merasakan gugup saat berada sangat dengan Lee Ahn pun langsung menarik diri menjauh. Lalu mendudukan dirinya kembali pada kursi yang terletak di samping ranjang pasien.
"Kau tidak perlu tahu bagaimana aku bisa ada di sini. Kata dokter kau harus istirahat lagi. Demammu sangat tinggi dan kau hampir mati membeku."
Meski ucapan yang terlontar dari mulut lelaki yang duduk di sampingnya itu memang terdengar sedikit kejam, namun Lee Ahn sama sekali tidak marah mendengarnya. Ia menangkap jelas kegugupan yang mengalir dari diri Jimin, karena ia pun merasakan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASTE OF LOVE
Fanfiction-Moonchild Club Project- Selama ini yang Lee Ahn tahu hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pengalamannya hanya sebatas menjadi asisten koki di dapur restoran, hingga kecelakaan yang memakan korban membuatnya trauma untuk berkecimpung...