Sudah menjadi kebiasaan pada dua hari sekali selama hampir dua bulan ini, Taehyung kujadikan kotak surat untukku dan Seokjin. Bahkan lebih dari itu, ia juga kujadikan penyair. Tanpa ku minta ia dengan rajin mengirim surat untuk Seokjin.
Hingga pada surat ke tiga belas yang aku kirimkan, kami sengaja akan bertemu untuk berkenalan secara langsung. Kencan? Boleh dibilang seperti itu, jika saat saling surat menyurat kami sudah begitu akrab dengan berbagi cerita keseharian kami masing-masing.
Sesungguhnya aku ingin menulis sendiri surat itu, namun tulisan tangan Taehyung dengan tulisanku sama sekali berbeda. Aku hanya melanjutkan kebohongan selama ini.
Pukul tujuh malam, di restoran ala Italy yang dipilih Seokjin aku sudah berada di depannya. Menggoyang tubuh maju mundur diatas tumit.
"Hai Namjoon" suara indah yang tak asing "Kamu sudah lama disini?" aku – kamu katanya "Ayo masuk" menjulurkan lengan mendorong pintu berbahan kaca. Aku hanya diam tak bisa berkata, seperti orang terhipnotis mengekori langkah Seokjin mencari bangku kosong pada restoran ramai pengunjung.
Punggung lebar berbalut kemeja biru muda yang dimasukan ke dalam celana hitam dengan ikat pinggang coklat tua yang memeluk erat pinggul ramping, dipadukan dengan sepatu kulit terpoles mengkilap. Nampak dari belakang sudah mempesona, bagaimana bisa pria ini belum memiliki kekasih?
"Ah itu disana ada yang kosong, kita kesana?" dia menoleh ke belakang, seperti ada angin segar yang menerpa wajahnya, lampu terang restoran kalah terang dari sinar wajahnya "Kita kesana Joon?" dia mengulangi kata-kata yang tak sama sekali terdengar olehku.
Kulihat samar telapak tangan yang menghalangi pandanganku "Eh i-iyaa ayo kesana" sial aku terpesona.
Aku menarik bangku, mempersilakan calon raja ku duduk. Hah calon raja ku bilang? Sinting! Bahkan aku mengeluarkan keringat dingin saat menatapnya bagaimana bisa aku menyatakan perasaanku secara langsung? Mustahil..
"Kamu pesen apa Joon?" dibolak balik buku menu "Samain aja Jin" sungguh aku tak terpikir apa yang harus aku pesan, aku hanya fokus pada bibir merah cherry yang gemuk dibagian bawah itu. "Minumnya?" bibir itu bergerak, indah sekali "Samain juga" kataku cepat. Ah sial aku bukan orang cabul tapi mengapa itu begitu menggoda?
Dia tersenyum kepadaku, matanya menyipit, bibirnya merekah sebelum ia memanggil waitres untuk menerima pesanan. Aku? Tentu saja seperti orang kesurupan relief candi, mematung. Jantung juga seperti melompat ke kerongkongan.
"Kamu kenapa diem aja?"
"Ngga diem kok"
"Nyatanya gitu tau" dagunya ditopang kedua tangan "Padahal di surat kamu kaya yang seru gitu orangnya" aku mencengkram paha ku sendiri, dia benar-benar imut.
"Ada cerita apa hari ini?" suaraku sedikit bergetar, Seokjin dengan cepat menceritakan tentang harinya. Dia adalah pria yang banyak bicara, hanya satu pertanyaan mampu ia jawab dengan seribu kalimat balasan. Hingga cerita tentang anjingnya yang minta kawin tersekat dengan datangnya waiters yang membawa menu pesanan kami.
Karenanya suasana menjadi cair, setelah banyak mendengar dan becerita aku sudah tak canggung lagi. Seokjin menyuap pizza dengan topping sosis dan keju. Cara makannya juga lucu, seperti alpaca. Dalam sela-selanya ia tertawa jika menurutnya ceritaku lucu. Suara ketawanya juga lucu, seperti orang sesak nafas tapi itu sangat menular.
Seokjin adalah orang yang sangat terbuka, dia mampu mencairkan suasana, dia mampu membuat aku yang kaku menjadi lemas dihadapnya, aku mampu menunjukan sisi yang tak pernah kutunjukan pada siapapun. Dia sungguh bisa membuka semua persona dalam diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENERVATE - Bagian 1
FanfictionKim Namjoon menyukai pria manis pemilik sebuah caffe dekat dengan kantornya. Mungkin ini adalah cinta pertama karena ia sungguh tidak berani menyatakan pada pria tampan bernama Kim Seokjin itu. Beruntungnya Namjoon ia dibantu oleh cupid bernama Taeh...