Malu

99 14 0
                                    

Ada sebuah pepatah mengatakan; jangan pernah berhenti percaya pada harapan karena keajaiban terjadi di setiap hari. Aku merasakan itu hari ini, saat harapanku mulai besar dengan dua jobdesk yang kukerjakan kini akan segera berakhir. Hari ini direktur mengenalkan asisten baru yang mulai ia pekerjakan pagi ini juga.

Jung Hoseok, pria yang memiliki wajah lambang dari dewa matahari itu adalah asisten direktur yang baru. Ia mudah diajak bicara, orangnya asik dan mudah akrab. Ya, aku mengetahuinya karena aku orang yang ditunjuk langsung oleh direktur untuk memperkenalkan semua jobdesk yang akan dia kerjakan selama menjadi asisten direktur.

Sepertinya aku harus menarik kata pepatah yang sudah kuyakini tadi. Nyatanya hari-hariku masih saja akan melelahkan.

Apalagi Hoseok adalah seseorang yang tidak mudah paham jika dijelaskan hanya satu kali, butuh waktu untuk dua atau tiga kali untuk membuatnya mengerti akan satu hal. Kurasa di usia dia sekarang jika ada seseorang yang menghubunginya mengaku sebagai saudara dan meminta sejumlah uang ia akan dengan mudah percaya.

Aku tidak menganggapnya bodoh, hanya saja dia kelewat naif. Butuh sabar ekstra untuk membuatnya mengerti. Hal ini membuatku sedikit jengkel, karena beberapa hari ini aku tidak bisa mampir ke kafe si malaikat manis.

Bagaimana jika aku kesana pada saat pulang kerja? Apakah dia masih berada disana? Ah, kuipikir itu tidak mungkin. Arlojiku menunjukan sudah pukul tujuh malam. Dia adalah pemilik kafe itu, mana mungkin ia bekerja keras hingga larut?

Memikirkan saja membuat aku linglung, lift yang kunaiki sudah naik dan turun sebanyak empat kali. Bahkan aku tidak turun pada lobby saat pintu itu terbuka dan sekali lagi menutup untuk kembali ke lantai tujuh. Hingga kulihat Hoseok berlari mencoba menghentikan pintu lift yang akan tertutup.

"Pak Kim Namjoon? Bukankah Anda sudah pulang setengah jam lalu?" sapa si anak baru dengan dahi yang berkerut seperti sangat ingin tahu apa yang kukerjakan.

"Ah iya, saya ngobrol dengan kolega tadi" berbohong, jelas itu kalimat bodoh yang aku gunakan untuk menutupi kebodohanku yang lain. Aku seakan terperangkap di dalam lift ini hanya karena memikirkan si manusia setengah dewa.

Pintu lift terbuka pada lantai lobby, Hoseok berpamitan padaku membungkuk sembilan puluh derajat seakan dirinya adalah sudut siku-siku sebuah meja. Sedangkan aku berulang kali melihat arlojiku untuk mengetahui waktu yang hanya berubah enam menit sejak aku melihatnya terakhir. Langkahku menuju halte bus depan kantor, tapi pikiranku menyebrang jalan sejauh tiga ratus meter ke dalam kafe itu.

Sudah kuputuskan! Seperti akan mengambil hadiah menang lotre, aku berlari kencang untuk sampai ke kafe yang diberi nama Felicity oleh pemiliknya. Sesuai dengan namanya, kafe itu membawa kebahagiaan besar bagiku hanya dengan melihat wajah si pemilik.

Ya, namanya juga hidup. Kebahagiaan itu tidak datang setiap waktu, si pria kasir sudah tidak ada disana. Kulihat Taehyung menyambut kedatanganku dengan senyum kotaknya.

"Tuan Kim Namjoon, beberapa pagi tidak mampir. Pekerjaanmu sedang sibuk ya?" tanyanya ramah pada aku yang tersenyum kecut. Mungkin karena seseorang yang ingin kutemui tidak ada.

"Tuan mau pesan apa?" alisnya naik, dia tampak seperti anak-anak "Kalau malam gini enaknya minum es americano atau greentea latte" Taehyung juga menyarankan beberapa kue untuk mendampingi es americano yang kupilih.

"Karyawan.. Bukan... Pemilik kafe sudah pulang?" wajah Taehyung jelas menggambarkan raut terkejut. Sebelum dia bisa menjawab aku sudah menjejalinya "Jangan berpikir yang tidak-tidak, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih sudah meminjamiku jas" namun nampaknya kalimatku semakin memperburuk keadaan, wajah Taehyung sudah menekuk pada dahi.

"Kan saya yang kasih pinjam ke Tuan?"

"Eumm.. Itu.. Maksud saya itukan jas punya bos mu, pas kamu minjemin ke saya kan saya sudah berterimakasih padamu" rasanya Taehyung tidak mudah percaya dengan cara bicaraku yang sedikit gagap dan terlihat grogi.

"Baiklah.. kalau begitu dimana jas nya?"

"Belum saya bawa hehe" aku menggaruk tengkuk yang tak gatal, tersenyum malu memandang ekspresi Taehyung yang semakin bingung "Jadi saya pesan es americano dan donat cream cheese" aku sedikit lega karena Taehyung segera mencatat pesanan pada mesin kasir dan tidak melanjutkan percakapan tidak jelas ini.

"Tuan, jika kau menyukai seseorang pakailah cara yang lebih keren. Cara mu ini sangat terlihat, apa kau tidak pernah pacaran sebelumnya?"

Udara cukup panas, tidak mungkin akan hujan pada malam itu. Tapi mengapa seakan ada petir yang menyambar melalui kalimat dan tatapan Taehyung yang ia berikan padaku bersamaan dengan nota dan uang kembalian yang ia genggam?

Rasa es americano semakin pahit, pun kue yang seharusnya manis juga hambar. Si anak sialan Taehyung merusak mood makanku. Aahh.. sungguh bodoh memang pertanyaanku tadi, ini membuatku malu dan tidak tahu berbuat apa.

Bagaimana caraku keluar menuju pintu itu tanpa rasa malu? Bagaimana aku bisa menghindari tatapan Taehyung nanti?

Aku menunggu Taehyung menerima pesanan pelanggan dan aku mengendap keluar dari kafe itu segera.

ENERVATE - Bagian 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang