"Kamu sayang banget ya sama bunda?"
"Tanpa gue jawab juga Om tau gimana berartinya Bunda dalam hidup gue."
"Maaf Vion."
"Semua bukan salah kita Om, harusnya dari awal memang tidak ada kata 'kita'"
cover by : adredexo
"Kalau pajak jadian harusnya di resto mahal gak sih? Bukan malah di beliin es teh cekek mana Segede ini. Yang ada gue beser," gerutu Ten sambil nyedot es teh di tangannya. Vion yang mendengar itu langsung memukul lengan Ten yang memang berada di dekatnya.
"Sakit Cok."
"Heh bahasanya," Tegur Johan yang mendengar umpatan rekannya terlebih di tujukan pada pacarnya.
"Marahin om marahin nyebelin banget udah untung dibeliin!"
"HAHAHAHAHA Lo kek pacaran sama SugarDaddy anjir, manggilnya Om lagi." Ten meledakkan tawanya membuat semua menutup telinganya, suara Ten tidak berat seperti Johan dan Yuswan, dia memiliki suara tipis dan melengking. Sesuatu yang sangat tidak umum untuk banyak laki-laki, selain punya suara yang unik Ten juga punya wajah yang dibilang cukup cantik untuk ukuran laki-laki. Mungkin banyak karyawati minder kalau Ten terlahir sebagai perempuan.
"Aaa Om Jo Mas Tendra nakal!" Vion merengek sambil menggoyangkan lengan Johan yang sedari tadi dia rangkul.
"Iyaa nanti saya cubit dia."
Mendengar jawaban Johan Vion menatap penuh kemenangan pada Ten yang menatap jijik padanya. Yuswan sedari tadi Diam hanya menatap mereka dengan pandangan bosan.
"Kita pulang aja gak sih udah mulai malem."
Mereka bertiga menatap Yuswan aneh. Malam? Bahkan adzan Isya belum berkumandang. Biasanya jika mereka nongkrong bisa sampai hampir tengah malam.
"Lo sakit Yus?"
Yuswan menepis tangan Ten yang berada di keningnya. Sebenarnya dia tak tau mengapa dia tiba-tiba sangat ingin pulang, tiba-tiba merindukan kasurnya, bingung dengan hatinya tiba-tiba saja merasa sangat lelah.
"Gue gapapa, cuma rasanya capek aja."
"Hilih padahal kerjaannya cuma marah-marah apanya yang capek," nyinyir Vion dengan wajah menyebalkannya. Yuswan yang mendengar itu hanya menghembuskan nafas beratnya enggan meladeni. Johan menyikut Vion pelan saat melihat respon dari Yuswan. Sepertinya Yuswan benar-benar lelah sampai membalas perkataan Vion saja tidak sanggup.
"Mas Yus pulang aja kalau capek, kayanya mas Yus juga kurang sehat ya. Mas Yus istirahat aja."
Yuswan mengangguk menyetujui perkataan Johan, seperti nya memang dia butuh istirahat.
"Gue duluan ya, makasih pajak jadiannya. Gue cuma bisa berdoa soon kalau ngasih pajak jadian yang lebih berkelas, es teh cekek doang gue juga bisa belinya."
"Sama-sama Mas Yus, pajak jadian kan sesuai budget yang kita miliki bang Yus. Ini akhir bulan Mas pacar belum gajian, gue juga belom di kasih jatah Jajan sama Ayah jadi ya mampunya cuma es teh cekek doang."
Mereka menghabiskan waktu malam mereka tanpa Yuswan, tak ada yang spesial seperti malam-malam sebelumnya yang diwarnai dengan pertengkaran Vion dan Yuswan. Tapi mereka bertiga tetap menemukan titik nyaman saat berkumpul seperti ini.
🐙🐙🐙
Usfan memutuskan menaiki ojol, entah mengapa perasaan nya kacau, mood mendadak hilang, bahkan sulit berkonsentrasi. Dia lupa Apa penyebabnya atau bahkan dia tanpa sadar berada di fase ini.
"Mungkin gue cuma stress doang kali ya," bisikan pada diri sendiri, matanya melirik ke keluar jendela melihat ramainya jalanan kota, gedung-gedung yang tinggi, kerlap-kerlip lampu jalanan di malam hari sedikit menghiburnya.
Dia tak menyangka di umurnya yang sekarang dia bisa berjuang sejauh ini dengan perasaan yang sangat ikhlas tanpa adanya penyesalan. Dia merasa hidupnya baik-baik saja mengalir begitu saja seperti air. Tapi Yuswan tidak sadar hidup yang terlalu pasrah dan mengikuti alur membuatnya lupa akan cara menghadapi masalah yang datang tiba-tiba. Dia terlalu fokus pada hidupnya Sampai akhirnya dia mengabaikan hal-hal kecil disekitarnya. Dia lupa bagaimana cara membahagiakan dirinya sendiri, dia terlalu fokus bekerja untuk memenuhi ekspektasi kedua orang tuanya, memanjakan adik-adiknya, sampai dia lupa cara mencintai diri sendiri. Yang dia tahu dan dia kerjakan selama ini adalah dia harus bekerja keras agar keluarganya hidup dengan layak. Menjadi anak pertama dari empat bersaudara membuatnya harus menjadi dewasa dan contoh yang baik untuk adik-adiknya. Terlebih dia tulang punggung keluarga dari dia umur 17 tahun. Ayahnya meninggal karena rokok, jadi Yuswan sangat membenci rokok, senakal apapun dia bersama teman-temannya dia paling anti dengan rokok.
Menikmati keramaian kota Semarang pada malam hari membuatnya sangat rindu keluarga, adiknya harus sekolah dengan tinggi agar bisa mencapai cita-cita, tidak apa-apa dia berdarah-darah asal adiknya bisa sekolah dengan tinggi dan keluarganya bisa hidup layak. Sesimpel itu cara pikir Yuswan. Dia selalu berkorban untuk orang lain sampai dia lupa cara untuk egois pada diri sendiri.
Sebanyak apapun dia bekerja, sekeras apapun dia mencari pundi rupiah. Tanpa sadar yang diberikan kepada keluarganya adalah kebahagiaan yang kosong.
Yuswan tak pernah memikirkan pendamping, baginya keluarganya harus bahagia dulu baru dia bisa bahagia. Yuswan pernah kok mencintai salah satu karyawati di tempat ia bekerja, tapi ternyata itu hanya rasa kagum, ternyata Yuswan belum bisa membedakan mana kagum, suka, dan cinta. Baginya perasaan itu hanya akan singgah belaka. Yuswan terkadang ingin merasakan apa yang sering Tendra alami selama ini. Tendra sering bercerita tentang orang yang dia kejar dari awal masuk ke perusahaan sampai sekarang. Bagaimana excited nya saat gadis pujaannya menghubungi pada jam 3 pagi, bercerita panjang lebar tanpa tahu waktu, tapi terkadang pertengkaran sepele yang justru itu membuat momen manis di perjalanan pendekatan mereka yang tidak sebentar.
Tendra dan Lisa memiliki jalan mereka sendiri untuk menjadi bahagia. Dan siang tadi Johan dan Vion menggumumkan jika mereka juga mendapat kebahagiaan itu. Yuswan tidak iri, dia hanya takut.
Selama ini Yuswan selalu bersama Tendra, dia tidak punya banyak teman, Dia juga tidak pandai untuk bersosialisasi. Kalau nggak Tendra duluan juga dia bakal lebih memilih duduk di pojokan dengan buku tentang pemrograman di tangannya. Dan kini tambah lagi satu, Johan yang bisa mengerti dia. Bukan! Bukan dia tak suka karena teman-temannya mendapatkan kebahagiaannya, bukan dia iri karena teman-temannya bisa mendapatkan pasangan yang mereka mau dan inginkan. Tapi entah mengapa perasaan nya kacau saat dia sadar kalau di sebuah pertemanan akan ada fasenya datang dan pergi. Dulu dia sangat takut jika itu terjadi, maka yang dilakukan sedari dulu hanya menghindari kata-kata itu. Tapi sepertinya mau tak mau dia akan dihadapkan oleh rentetan kata-kata yang sangat dibenci sama ini.
Yuswan menatap datar langit malam yang tertutup mendung, dia tak bisa melihat bintang yang yang biasanya menemaninya di setiap perjalanan pulang. Yang ada kini hanya gumpalan-gumpalan awan yang menutup cerahnya malam.
Yuswan bukan iri, dia benci mengakuinya tapi dia sadar... dia hanya kesepian....
Tbc
Hai balik lagi aku tuhhhh
Penampakan pajak jadian Johan Vion ni
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lagi viral anjer, makin ke sini makin Ngadi-ngadi..