"Kamu sayang banget ya sama bunda?"
"Tanpa gue jawab juga Om tau gimana berartinya Bunda dalam hidup gue."
"Maaf Vion."
"Semua bukan salah kita Om, harusnya dari awal memang tidak ada kata 'kita'"
cover by : adredexo
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat orang selalu menggerutu tentang suasana padat kota, pemuda berjaket Jeans itu lebih memilih menikmati padatnya jalanan trotoar, punggung tegapnya menggambarkan banyak hal. Seolah banyak cerita yang tergambar di sana.
“Aku sampai Bu, di tanah kelahiranmu,” bisiknya pada udara kosong. Tangan kirinya sesekali bembenarkan tali tas selempang yang tersampir rapi di pundak kirinya. Johan Ramadhan namanya, pemilik punggung tegap yang kini sedang menikmati dunianya.
Udara yang sudah sangat lama tak pernah dia rasakan setelah merantau di Ibu Kota membuatnya sedikit canggung. Semenjak orang tua tunggalnya meninggal dia tak pernah kembali ke kota yang menyimpan banyak kenangan dan saksi dia tumbuh kembangnya. Udara kota yang mempunyai salah satunya julukan kota lumpia ini menariknya ke kenangan masa kecilnya dimana tangan kecilnya menjinjing keranjang berisi lumpia kaki kecilnya mengikuti langkah pelan ibunya berkeliling demi mendapatkan sejumlah nominal untuk bertahan hidup.
Tentu saja suasana sekarang sangat berbeda dengan dulu. Dulu dia hanya bocah kecil yang suka bermain sendiri sedangkan sekarang dia sudah bisa mencari teman jika hanya ingin meminum segelas kopi di kedai kekinian. Seperti kata orang jika hidup itu seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang juga di bawah. Kehidupan yang keras sudah pernah Johan alami hingga terbiasa hanya meringis jika tersandung kerikil tajam.
Seperti dunia yang sudah kulewati Tanpa peluk dan suara tangis Dunia mungkin sedang mencari Tapi tiada hujan tanpa mentari
Bibir tebal itu bersenandung pelan menyanyikan sebait lagu yang tak pernah orang dengar. Dulu dia ingin menyanyikan lagu ciptaannya untuk ibu tercinta, tapi takdir berkehendak lain. Ratu hatinya, cinta pertamanya harus berpulang setelah setahun berjuang melawan penyakitnya. Lagu yang hanya berisi empat baris itu terhenti tak pernah di teruskan sama sekali. Terlalu berat untuk mengingat kenangan lalu.
Tersadar Johan melihat jam analognya tak terasa sudah ada dua jam dia menikmati susana kota dia harus bergegas untuk ke kantor tempatnya bekerja, mengurus semua keperluan kepindahan sedikit rumit untuk orang yang baru saja mutasi tapi Johan tak pernah mengeluh, dia selalu berpegang teguh dnegan moto hidupnya “Nikmati hidupmu seperti air yang mengalir, tanpa beban dan tidak akan pernah merasa berat.”
“Kayaknya kudu cepet-cepet deh.”
Langkah lebar itu bergerak perlahan, pandangannya terfokus pada layar hape yang menunjukan denah arah yang dia tuju. Dia berharap google maps tidak menyengsarakannya kali ini.
“Mas, tas nya kebuka.”
Tepukan pada pundaknya membuat Johan sepontan menoleh ke belakang. Gadis bertopi navy tersenyum manis membuat nafasnya tertahan seperkian detik.
“Mas?”
Johan tersadar, lamunan yang baru beberapad etik itu buyar menyisakan wajah polos dengan mata yang berkedip beberpa kali. Menggemaskan!
“Ya?”
“Tasnya kebuka tuh.”
Johan sepontan menilik tasnya. Benar saja tas yang digendongnya terbuka lebar. Dengan segera dia memeriksa isi tasnya takut ada yang hilang. Dia menghela nafasnya lega, untung semua masih utuh.
“Lain kali hati-hati Mas, tapi copet tu gak kenal tempat,” ujar gadis itu tersenyum lalu berlalu pergi begitu saja.
Johan yang melihat gadis itu mulai menjauh sepontan berteriak, “Terima kasih!”
Gadis itu berbalik dan mengangguk tersenyum manis sembari melambaikan tangan ke arah Johan yang sedikit berdebar melihat wajah manis itu tersenyum. Seperti tak ingin kehilangan kesempatan, Johan kembali berteriak keras, “Nama Lo siapa?”
Gadis itu berhenti lalu terdiam sejenak memandang wajah Johan dengan lamat dan kembali tersenyum, “Kalo kita ketemu lagi, Gue kasih tau nama gue tanpa syarat apapun!” teriaknya lalu berbalik dan meneruskan langkahnya, meninggalkan Johan tersenyum manis dengan perasaan yang entah kenapa merasa nyaman. Dia menemukan alasan kota Semarang 0membuatnya nyaman selain senyuman ibunya.
“Gadis yang lucu.”
Johan tak bisa berbuat apa-apa selain menatap punggung mungil itu yang semakin hilang tertelan jarak hingga benar-benar hilang di antara lautan manusia.
Pertemuan klasik yang terlihat biasa dan pasaran tapi tidak bagi Johan. Tak pernah dia rasakan nafas yang terhenti seperkian detik hanya karena senyuman dari seorang gadis. Jiwa juang Johan yang lama terkubur seakan berkobar kembali. Jika gadis itu dia temui lagi Johan janji akan berjuang untuk gadis itu. Gadis mungil dnegan senyum menawan itu wajib di perjuangkan.