52 (Edited)

637 51 18
                                    

07.00 p.m.

           Agni yang sedang menutup gerbang garasi, langsung segera masuk saat melihat mobil Raja memasuki perkarangan rumahnya.

"Ag."

          Agni tetap berjalan, mengabaikan Raja yang menyusulnya dari belakang. Raja sendiri pun tetap diam sambil terus mengikuti Agni hingga gadis itu menaiki tangga, memasuki kamarnya.

          Saat pintu akan tertutup, dengan cepat Raja menahannya dan dengan malas Agni mengalah, membiarkan Raja masuk.

"Mau ngapain sih malem-malem gini?" Agni duduk di kursi belajarnya.

"Lo yang kenapa jadi jaga jarak gini?"

          Raja memilih bersandar di dinding sebelah pintu dengan kedua tangan yang berada di kantung celananya.

"Ya menurut lo?! Setelah pengakuan lo kemaren, apa iya gue bisa biasa aja? Gila kali!"

"Lo kenapa nge-judge perasaan gue banget sih? Kalem! Siapa juga yang bisa ngatur? Kalo bisa, gue juga bakal pilih buat enggak punya perasaan ini."

"Setidaknya lo nggak perlu bilang ke gue! Masa lo nggak mikir sih?? Gue ini Agni, anak dari perempuan yang lo panggil bunda juga. Ada atau nggaknya darah yang sama dalam badan lo dan gue, itu nggak penting. Yang jelas, kita ini saudara! Dan udah jelassss banget, nggak boleh ada perasaan semacam yang lo rasain sekarang. Itu yang perlu lo catet!"

"Ag, gue sayang sama lo, tolong ngertiin perasaan gue. Kita bisa coba dengan pacaran dulu. Gue yakin nantinya, perasaan lo bisa juga berubah."

           Agni menggeleng lelah, ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran laki-laki yang sudah ia anggap sebagai kakaknya itu.

"Waktu itu gue udah bilang sama lo, gue juga tau gue bisa, tapi gue yang nggak mau. Gue bener-bener nggak mau ngerubah apapun antara lo dan gue kak! Demi apapun, gue juga nggak pengen nyakitin atau ngecewain lo, tapi...gue beneran nggak bisa kak. Tolong, ngertiin perasaan gue juga."

Agni beranjak menuju ranjangnya.

"Bahkan sikap dan muka lo sekarang makin ngeyakinin gue kak, kalo perasaan lo sebenernya nggak nyata. Gue kenal lo nggak setahun dua tahun." Ujar Agni sambil merebahkan diri dan menyelimuti dirinya sendiri.

"Jadi coba lo rasa dan pikirin ulang. Mungkin perasaan lo itu cuma salah satu efek dari kekecewaan lo sama Kak Rahmi. Sementara."

"Gue capek, ngantuk, mau tidur. Tolong keluar dan tutup pintunya."

           Agni langsung memutar tidurnya memunggungi Raja. Sempat hening, hingga Agni mendengar helaan napas dan suara pintu tertutup, bersamaan dengan kamarnya yang menjadi gelap. Dirinya pun mencoba untuk tidur.

          Namun, sudah setengah jam berlalu Agni mencoba untuk tidur, tetapi karena memang masih terlalu sore untuk dirinya terlelap, matanya tidak kunjung terpejam. Sembari mendengus kesal, Agni memutar tubuhnya menjadi telentang. Terdiam, menatap langit-langit kamarnya.

            Merasa diamnya malah membuat seluruh kilasan masalah yang terjadi akhir-akhir ini muncul berkeliaran di kepalanya, Agni memilih untuk bangkit dari posisinya, meraih jaket, tas serta kunci motornya dan pergi keluar.

             Agni menghampiri Triyas yang sedang menelfon di pintu kolam renang.

"Bun."

            Terlihat Triyas yang terlonjak dan segera mematikan panggilan telfonnya tanpa kata, lalu berbalik menatap putrinya.

"Ada apa sayang?"

"Agni keluar sebentar, cari angin."

"Sendiri?"

DEVIL RIDER (Proses Editing&Takeover) - Bakal ganti judul kayaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang