41 - Setidaknya

4K 188 58
                                    

          Cakka masih terdiam di posisinya. Keadaan rumah Shilla sangat sunyi, tidak ada yang membuka suaranya kembali setelah kepergian enam adik mereka. Asik dengan pikirannya masing - masing.

"Beneran berengsek Lo kak!" Desisan Sivia memancing semuanya untuk kembali ke dunia nyata. Gadis itu menatap tajam Cakka.

"Vi." Shilla menggenggam tangan Sivia. Shilla sangat takut jika Sivia sudah marah. Sivia itu tidak mudah marah, dajkn jika gadis itu sampai marah, berarti kesalahan orang tersebut sudah lewat dari kapasitas yang gadis itu tentukan.

"Ngelakuin apa lagi Lo ke Oliv?" Cakka menundukkan kepalanya. 

"Kalo tau kayak gini, nggak salah ya kalo gue sama Shilla nilai Lo berubah drastis. Gue kadang positif thinking tentang perubahan Lo sama kita. Gue pikir, wajarlah namanya juga udah lama nggak ketemu. Lagian gue dan Shilla bukan siapa - siapa Lo."

"Tapi kalo sampe ke Oliv, adik Lo sendiri, apalagi yang mau di positif thinking - in?"

"Nggak usah pake alesan klise! 'Gue banyak pikiran, capek sama urusan sekolah. Banyak rapat juga.' . Itu nggak bisa Lo jadiin alasan, buat bikin Oliv jadi pelampiasan Lo! Udah tanggung jawab Lo sebagai kakaknya! Kalo emang nggak mampu, keluar dari basket sama OSIS sekalian!!" Bentak Sivia. Kemudian gadis itu beranjak dari tempatnya menuju keluar rumah.

"Vi! Via!" Panggilan Shilla sama sekali tidak di gubris oleh Sivia.

"Aduh!" Keluh Shilla sambil bersandar lemas. Ia tidak berani sama sekali untuk mencegah Sivia, jika gadis itu sedang dalam keadaan marah.

"Ck, Lo sih kak! Keterlaluan tau nggak sama Oliv! Lo apain aja sih Oliv? Sampe nangis kayak gitu. Lo tega kali ya kak ngeliat Oliv nangis? Gue aja yang bukan kakaknya nggak tega." Ujar Shilla lemas. Shilla bingung ingin bicara apa pada Cakka. Dirinya pun belum tau secara detail apa saja yang di lakukan Cakka pada Oliv. Namun melihat gadis pemberani dan cerita itu menangis, feeling Shilla sebagai kakak serta perempuan, bisa membuat kesimpulan sendiri seberapa besar rasa sakit yang Cakka berikan pada Oliv.

"Kalo MasEl tau Lo bikin Oliv nangis, yakin 1000% gue, kalo MasEl bakalan bawa Oliv pergi!" Gumam Shilla.

"Demi apapun, gue sama sekali nggak berniat nyakitin Oliv...gue bener - bener nggak sengaja. Gue nggak sadar!" Lirih Cakka.

"Kita balik Shil, ada yang harus kita lakuin." Ucap Gabriel sambil melirik tajam Cakka. Shilla yang melihat tatapan tajam itu, sedikit mengkerut.

"Yah...yah...jangan pada pake pukul - pukulan dong!" Cicit Shilla.

"Ayo!" Gabriel menepuk pundak Cakka keras. Cakka pun menghela nafas lalu bangkit dari posisinya. Ia tersenyum kecil pada Shilla.

"Nggak apa - apa Shil." Lalu Cakka pergi lebih dulu, di ikuti oleh Gabriel serta Alvin.

"Kita pamit ya Shil." Pamit Rio.

"Iya kak, hati - hati." Rio hanya mengangguk dan menyusul yang lain.

*****

'BUGH

"Otak Lo di mana?!"

          Cakka hanya bisa pasrah. Ia sudah terduduk di pinggir kolam renang di rumah Gabriel akibat hantaman yang di berikan Gabriel padanya.

"Oliv itu adik Lo!! Kalo emang Lo nggak mampu buat jaga Oliv, kasih ke gue sini! Biar gue yang urus!" Bentak Gabriel.

"Demi apapun Yel, gue sama sekali nggak sadar! Gue nggak ada niatan sama sekali buat nyakitin Oliv!"

"Tapi nyatanya Lo nyakitin Oliv! Hati Lo di mana sih, bego?!" Rio menahan Gabriel yang ingin kembali menerjang Cakka.

"Udah Yel cukup! Simpan tenaga Lo, sampe kita tau lebih detail nya dari Oliv."

DEVIL RIDER (Proses Editing&Takeover) - Bakal ganti judul kayaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang