Part 4

666 145 15
                                    

Naruto menggeliat dalam tidurnya ketika sebuah tepukan ia rasakan di bahu, tapi ia tak menghiraukan, justru ia menyamankan tidurnya di atas sofa yang panjangnya bahkan lebih pendek darinya. Begitulah Naruto, jika sudah tidur, lelaki itu akan sulit untuk dibangunkan. 

"Bagaimana ini?" Hinata menoleh kepada pria raven yang terlihat membuang napas berat berkali-kali.

Tadi, ketika Hinata usai mengganti pakaian, ia melihat Naruto tertidur di sofa. Merasa tak enak hati jika membangunkannya, Hinata melanjutkan mengobati luka Naruto yang sempat tertunda. Ketika ia melilitkan perban di lengan Naruto yang juga terluka, ponsel Naruto berdering dan pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Sasuke. Lelaki raven itu, bermaksud mencari Naruto karena ibunya Naruto khawatir, lelaki itu belum pulang dan ponselnya tak dapat dihubungi.

Jadi di sinilah Sasuke berada, di rumah Hinata. Lelaki itu langsung menancap gas ketika mendengar kabar dari Hinata. Namun, keadaan lebih buruk ketika Naruto tak juga bangun, ini sudah sangat larut. Sudah lewat tengah malam.

"Kalau aku tinggalkan dia tidur di sini boleh?"

Hinata melotot, ia tak bisa membiarkan pria tidur di rumahnya. Bisa gawat jika orang tua dan adiknya tiba-tiba pulang dari rumah neneknya dan mengetahui ini, ia bisa mati. "Tidak bisa. Aku tidak mau terjadi masalah."

Sasuke kembali terdiam sembari berpikir. Ia tak akan memaksa, karena ia menghargai Hinata. "Aku tidak bawa mobil, bagaimana aku mengangkutnya?" gumamnya pada diri sendiri.

"Kenapa tidak menelepon orang tuanya?"

"Aku tidak berani mengatakan yang sebenarnya."

"Kenapa? Tapi orang tuanya pasti tahu karena luka ini tak dapat di tutupi."

"Ceritanya panjang, pokoknya aku tak berani, biar Naruto saja yang berbicara sendiri." Sasuke bergidik ngeri mengingat bagaimana reaksi ibu dari temannya itu menggeram marah ketika dulu Naruto sempat kecelakaan ketika balapan liar. Kemarahannya tidak terbendung, hingga mereka tak dapat berkumpul lagi dan Naruto dilarang untuk memakai motor sportnya dan berakhir diantar jemput supir. Itu berlangsung 3 bulan lamanya.

Hinata cemberut, ia tak masalah jika Sasuke tak dapat memberitahukan alasannya, toh dia orang luar.

"Orang tuamu kemana?"

"Sedang ke luar kota."

Mata Sasuke berbinar, "Kalau begitu sebenarnya tidak masalah kalau dia aku tinggal di sini?"

"Sudah ku bilang aku tidak mau mengambil resiko."

"Tanyakan dulu pada orang tuamu kapan mereka pulang?"

"Di tengah malam begini?"

"Ayolah, ku mohon." Sasuke menangkup kedua tangannya di depan dada dan membuat mimik wajah memelas.

Hinata membuang napas lelah, ia paling tidak tega melihat wajah memelas seperti itu. Maka ia memutuskan untuk menghubungi adiknya yang biasanya masih bermain game online di jam segini. 

"Hallo Hanabi?"

"Ada apa sih? Kakak ganggu aku bermain game." Nah benarkan Hanabi masih bermain game.

"Eumm... kalian kira-kira pulang kapan?"

"Dua hari lagi. Sudah ya nanti aku kalah."

Hanabi memutus sambungan telepon setelah berucap demikian.

Sasuke menatap Hinata dengan harap-harap cemas. "Bagaimana?"

"Dua hari lagi," jawab Hinata lesu.

"Nah, berarti tidak masalah jika dia menginap 'kan?"

Colorful ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang