Hari berlalu begitu cepat, hingga tak terasa sudah 2 bulan Hinata mengenal Naruto dan hubungan mereka semakin dekat.
Tak ada yang tak tahu, seluruh isi sekolah tahu jika sang playboy sekolah tengah dekat dengan seorang gadis biasa yang tidak pernah terdengar namanya sama sekali--sebelum gadis itu dekat dengan Naruto.
"Sudah ku duga, Naruto hanya memanfaatkan si Hinata." Tebak gadis berambut cokelat bernama Sari.
"Harusnya dia banyak berkaca." Fuu menimpali ucapan Sari sembari membubuhkan bedak di wajahnya.
"Benar, mana mungkin Naruto mau dengan gadis antah berantah sepertinya?"
"Sepertinya si Hinata itu kurang pintar jadinya di tolak."
"Aaahh ... andaikan aku pintar."
"Aku masih belum mengerti ucapan kalian." Fuka yang sedari tadi diam mulai angkat suara.
"Ya ampun ... kau tidak mengerti situasi macam apa tadi?" Fuu menutup bedaknya, lalu memusatkan atensinya pada Fuka.
"Tidak. Aku hanya lihat Naruto diam saja. Apa yang bisa aku mengerti dari itu?" Fuka memiringkan kepalanya, ia bingung tak bisa menebak sikap Naruto tadi.
"Coba kamu perhatikan! Dia selalu memilih gadis pintar untuk menjadi pacarnya. Apa itu tidak aneh? Aku yakin dia hanya memanfaatkan kepintaran para gadis yang dipacarinya."
"Apanya yang aneh? Kalau dia memacari pria baru aneh. Lagi pula, atas dasar apa kamu menyimpulkan begitu?"
"Kamu tau Shiho anak kelas sebelah kan? cuma dia gadis culun yang Naruto pacari. Jadi pasti Naruto cuma manfaatin kepintarannya saja."
"Tapi aku tidak yakin. Dia selalu bersikap manis pada pacarnya sekalipun itu Shiho."
"Akh sudahlah ... lebih baik kita segera ke kantin sebelum penuh." Sari mulai bosan dengan perdebatan kedua temannya, ia lebih memilih mengajak mereka pergi agar perdebatan keduanya berakhir.
Hinata meremat rok seragamnya. Ia mendengar segala percakapan ketiga gadis tadi dari dalam bilik toilet. Hatinya hancur? Tentu saja. Dia sudah mengumpulkan segenap keberanian dan ternyata hasilnya jauh di luar dugaan.
"Aku terlalu naif."
Hinata sedang menguatkan hati untuk tidak menangis, tapi percakapan ketiga gadis tadi membuat lukanya kembali terbuka, hingga setetes air mata jatuh mengenai punggung tangannya.
"Harusnya aku sadar diri."
Sesak ... rasanya dadanya begitu sesak hingga sulit untuk mengontrol emosinya. Air mata terus berjatuhan hingga membasahi rok lipit yang mulai kusut. Akhir yang menyedihkan. Hinata hanya bisa meraung seorang diri di dalam bilik toilet. Tak ada satu pun yang menemaninya. Dia benar-benar sendiri.
...
Pagi ini matahari bersinar tanpa rasa malu. Awan putih saling menyatu membentuk gumpalan-gumpalan manis seperti permen kapas. Bahkan langit pun terlihat sangat indah bagai lautan biru yang membentang luas.
Namun, Hinata tak mampu menikmati keindahan pagi ini. Ia gugup. Itu yang Hinata rasakan setiap bersama dengan Naruto akhir-akhir ini.
"Sepertinya bapak tau apa yang membuat Nak Naruto selalu datang tepat waktu akhir-akhir ini."
Seperti biasa Genma--penjaga sekolah-- membukakan gerbang untuk murid yang datang. Genma sudah terbiasa melihat Naruto yang selalu terlambat selama bersekolah di sini. Namun, yang mengherankan, pemuda itu sudah tidak pernah terlambat selama hampir 2 bulan ini.
"Ada yang harus aku pastikan keselamatannya." Naruto terkekeh ringan, sembari menepikan motornya di dekat pos satpam. Berbincang sedikit dengan Genma sudah kebiasaannya di pagi hari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Colorful ✔
FanfictionNaruto belongs Masashi Kishimoto Saya tidak mendapatkan keuntungan materiel dari cerita ini selain kepuasan Rate T Naruto tukang gonta-ganti pacar, namun tak tersentuh sama sekali. Aneh bukan? Hanya ada satu alasan dibalik sifatnya yang playboy dan...